Senin, 07 Februari 2011

Hak Cipta Karya Tulis Dalam Islam : Pengantar

Tatkala huruf demi huruf disusun rapi, lalu membentuk sebuah kata, kemudian kata demi kata dirangkai menjadi sebuah kalimat, selanjutnya kalimat demi kalimat disambung satu dengan yang lainnya hingga menjadi sebuah paragraf. Paragraf demi paragraf tersebut dipadukan hingga terciptalah sebuah karya tulis. Selanjutnya karya tulis tersebut diterbitkan dalam berbagai media semisal buku, koran, buletin, tabloid, majalah, jurnal ilmiah dan lain sebagainya.
Dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, media karya tulis pun turut berkembang. Jika dulu ia hanya dalam bentuk fisik semisal buku, kini ia telah berevolusi di alam maya dalam berbagai bentuk file digital semisal e-book. Ia dengan mudah diunduh (download) dari sebuah web site (halaman web), dibakar (burning) ke dalam sebuah keping cakram padat (compact disc) atau dengan cara menyalin (copy-paste) pada sebuah komputer pribadi (personal computer).
Bagaimanapun jenis media yang menjadi tempat penuangan sebuah karya tulis, ia tetaplah sebuah karya yang dengan susah payah diciptakan oleh penulis. Dengan bermodalkan keilmuan, keuletan, kesabaran dan segala pengorbanan, ia telah menghasilkan sebuah karya tulis yang merupakan gagasan dari dalam dirinya. Ia mengumpulkan kepingan demi kepingan gagasan dan menuangkannya dalam sebuah karya tulis.
Sebuah karya tulis baik berupa buku ataupun file digital adalah laksana jendela ilmu, lambang kemajuan, ibu peradaban dan kebudayaan. Ia juga laksana sebuah pintu ilmu pengetahuan yang kunci untuk membukanya adalah dengan membaca.
Kegiatan membaca sangat terkait erat dengan menulis, keduanya bagaikan dua sisi dari sebuah mata uang. Kegiatan menulis adalah sebuah usaha untuk mengerahkan seluruh daya olah pikir untuk membentuk sebuah ciptaan dalam bentuk karya tulis.
Sementara kegiatan membaca adalah menginterpretasikan setiap susunan, huruf demi huruf, kata demi kata, kalimat demi kalimat hingga mampu memahami apa yang tersurat dan tersirat dalam sebuah karya tulis. Dua kegiatan inilah yang merupakan salah satu tanda dari majunya sebuah peradaban umat manusia.
Namun jika kita melihat kondisi real negara Indonesia, maka perkembangan dari dunia tulis-menulis (perbukuan) sangat ketinggalan jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Ada beberapa sebab yang membuat sebuah karya tulis (dalam hal ini buku) masih menjadi barang “mewah” di masyarakat :
Pertama minat baca masyarakat kita masih rendah. Berdasarkan data, minat baca masyarakat Indonesia untuk kawasan Asia Tenggara menduduki peringkat keempat, setelah Malaysia, Thailand, dan Singapura.1 Kurangnya minat baca ini juga dipengaruhi oleh daya beli masyarakat kita yang masih rendah terhadap bahan-bahan bacaan. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi ekonomi Indonesia yang belum pulih dari krisis.
Kedua masih banyaknya terjadi kasus pembajakan (khususnya buku) yang berimplikasi kepada sikap apatis para penulis untuk menghasilkan karya tulis. Mereka adalah pihak yang sangat dirugikan, selain penerbit dan juga negara. Dari tahun ke tahun tingkat pembajakan ini semakin meningkat.
Pembajakan buku, seperti halnya pelanggaran hak cipta lainnya, bukanlah hal baru di Indonesia. Namun karena tingkatnya yang semakin tinggi, lama kelamaan membuat masyarakat penerbitan semakin terjepit. Pada tahun 2006, nilai buku yang dibajak mencapai Rp 2 milyar. Sementara dalam semester pertama 2007, nilai buku yang sudah dibajak mencapai Rp 2,85 milyar. Ketua Tim Penanggulangan Masalah Buku Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) Cabang DKI Jakarta, Rashid Harry mengatakan, “Jika pembajak buku dibiarkan maka nilai buku bajakan yang beredar di pasar tahun ini bisa melonjak hingga 200% dibandingkan tahun lalu”.2
PT Salemba Empat misalnya, mengaku dirugikan sekitar Rp 3,4 miliar karena buku-bukunya dibajak. Kerugian sejumlah itu baru dari 19 judul buku yang diterbitkannya.3 Tidak hanya buku-buku pelajaran, kini buku agama pun sudah mulai dibajak. Berdasarkan persentase, hampir 25 persen buku agama yang laris telah dibajak. Penerbit Al-Kautsar, misalnya, mengalami kerugian sekitar Rp 650 juta.4
Menurut Dirjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Depkumham, Abdul Bari Azed, "Pembajakan terbesar terjadi di sektor musik, film, dan buku. Diakuinya, untuk pembajakan buku masih belum banyak tindakan yang dilakukan, untuk musik saja kerugian negara sekitar 200 juta dolar AS per tahun,'' katanya. "Total kerugian di tiga sektor itu, diperkirakan mencapai triliyunan rupiah."5
Banyaknya kasus pembajakan di Indonesia berimplikasi negatif terhadap citra Indonesia di mata masyarakat luar negeri, terbukti sejak tahun 2000, Amerika menganggap Indonesia kurang serius dalam pelindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Hal itu tampak pada klaim pelanggarannya yang mencapai 668,2 juta dollar AS tahun 1997.
Dari jumlah itu, pembajakan hak cipta mencapai 334,1 juta dollar AS, program komputer 256,1 juta dollar AS, serta untuk pembajakan buku, film, rekaman lagu, dan komposisi musik total sebesar 78 juta dollar AS.6 Demikian pula USTR (United State Trade Representative), telah memasukan Indonesia dalam priority watch list.
Persoalan pembajakan yang terjadi di Indonesia semakin terasa memprihatinkan ketika melihat fakta bahwa sebagian besar penduduknya beragama Islam. Apakah Islam tidak mengatur tentang Hak Kekayaan Intelektual ini? Pihak Majelis Ulama Indonesia pada Juli 2005 telah mengeluarkan fatwa dengan nomor : 1/MUNAS VII/MUI/5/2005 tentang perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang terkandung di dalamnya hak cipta karya tulis.7
Di antara sebab masih maraknya terjadi pembajakan adalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual, selain itu masih kurangnya sosialisasi. Masyarakat kita akan berpikir “Buat apa berfikir tentang hak cipta, untuk makan saja susah”. Sehingga di masa yang akan datang diperlukan adanya pendidikan tentang hak cipta kepada seluruh lapisan masyarakat, selain menindak tegas para pelaku utama pembajakan.
Mengenai perlindungan hak cipta dalam Islam, maka hukum Islam melindungi setiap karya cipta seseorang, karena salah satu dari tujuan dari syariat Islam (maqashid al-syariah) adalah hifdzul mal (melindungi harta) selain jiwa, akal, nasab dan kehormatan.8
Jika dilihat dari maslahah mursalah maka Islam melihat bahwa hak cipta adalah sebuah hak yang terpelihara oleh syara', di mana orang lain dilarang untuk melanggarnya. Fathi Al-Duraini menyatakan "Hak cipta adalah gambaran pemikiran yang dihasilkan seorang ilmuwan melalui pemikiran dan analisanya, hasilnya merupakan penemuan atau kreasi pertama yang belum dikemukakan ilmuwan sebelumnya".9
Islam sebagai Dien (aturan hidup) yang paripurna memandang bahwa perlindungan terhadap hak cipta tidak hanya melindungi hak-hak kepemilikan seseorang akan tetapi perlindungan ini akan memberikan ruang gerak yang luas bagi pencipta untuk lebih maju dan berkompetensi. Dalam ruang lingkup hak cipta karya tulis maka perlindungan ini akan menjadikan para penulis/pengarang yang berkompeten dengan keilmuannya dapat berkhidmah kepada umat dengan menyebarkan segala ilmu pengetahuan yang dimiliknya dalam bentuk karya tulis.
Secara umum permasalahan hak cipta dalam dunia Islam tidak dikenal pada awal-awal pertumbuhan Islam, terutama berkaitan dengan hak ekonomi yang ada padanya, namun jika dilihat dari segi moral dan tanggung jawab ilmiah serta penghargaan kepada penulis maka umat Islam telah sepakat mengenai masru’nya menuliskan nama penulis di setiap karangan/tulisan.10

1 http://www.pikiran-rakyat.com/, akses tanggal 31 Oktober 2007.

2Pembajakan Buku Tahun Ini Menggila, http://www.tempointeraktif.com/. Akses tanggal 16 Pebruari 2008. Data ini diperkuat dengan wawancara peneliti dengan Bpk. Rasyid Harry pada Ahad, 20 Januari 2008 di Jakarta.

3 Seriusi Pembajakan Buku, Ikapi Meminta Pemerintah Benar-benar Memiliki Komitmen Politik, 2007, http://www.kompas.com/. Akses 16 Pebruari 2008.

4 http://www.republika.co.id/. Akses tanggal 16 Pebruari 2008.

5 Pembajakan Musik Merugikan Negara http://www.republika.co.id/. Data ini diperkuat dengan wawancara dengan Bapak Suharto, dari Dirjen HKI, Selasa 08 Januari 2008 di Jakarta.

6 http://www.lkht.net/, akses tanggal 16 Pebruari 2008.

7 Fatwa MUNAS VII Majelis Ulama Indonesia, Tahun 2005.

8 Ibrahim bin Musa Asy-Syatibi, Al-Muwafaqaat, Beirut : Dar Al-Ma'rifah, Maktabah Syamilah.

9 Fathi Al-Duraini, Al-Fiqh Al-Muqaran ma'a Al-Madzaii, Damaskus : Mathba'ah Thurbin, 1980, hlm. 223.

10 Imam Al-Qurthuby, Jami Li Ahkam Al-Qur'an Juz I, hlm. 27. lihat pula Muhammad Amin Suma, Pengantar Tafsir Ahkam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001, hlm. 146.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...