Jumat, 18 Februari 2011

Petunjuk Nabi dalam Penulisan


Oleh : Abdurrahman Misno Bambang Prawiro

Dunia penulisan adalah dunia dengan ide-ide brilian dan imaginasi-imaginasi tanpa batas. Maka mereka yang konsen di dunia ini adalah para kreator yang berdiri di garda depan menghasilkan berbagai inovasi dalam bentuk tulisan. Tulisan sendiri adalah sebuah pondasi dasar bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sementara ilmu pengetahuan adalah saran untuk memudahkan manusia dalam kehidupannya.
Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan sangat memahami bagaimana ilmu pengetahuan itu harus dikembangkan. Perkembangan ilmu pengetahuan tidak bisa lepas dari dunia penulisan. Karena itu Islam sangat memperhatikan bagaimana dunia tulis menulis menjadi sesuatu yang harus diperhatikan.
Kalau Islam memang memperhatikan dunia tulis menulis kenapa justru Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasalam tidak bisa membaca dan menulis? Sebuah pertanyaan yang telah dijawab oleh amal perbuatan beliau Shalallahu 'Alaihi Wasalam. Bila kita menelaah siroah nabawiah (kisah kehidupan nabi) terutama masa-masa beliau menerima wahyu, ternyata kita dapati dunia penulisan menjadi sesuatu yang tidak bisa dipisahkan darinya. Pengangkatan Zaid bin Tsabit oleh beliau sebagai penulis wahyu dan beberapa shahabat yang juga menuliskannya adalah bukti bahwa beliau sangat memperhatikan dunia penulisan.  Demikian pula ketika dakwah (menyeru kepada Islam) yang disampaikan kepada para raja di sekitar Jazirah Arab beliau menggunakan wasilah penulisan (surat/risalah) sebagai media dakwahnya.
Pada peritiwa Fathu Makkah (Pembukaan Kota Makkah) ketika beliau berkhutbah di depan penduduknya salah seorang dari mereka (Abu Syah), dengan keterbatasan pendengaran dan ingatannya ia meminta kepada Nabi agar menuliskan semua yang beliau ucapkan. Maka Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasalam  menyuruh para sekretarisnya untuk menuliskanny dengan sabdanya “Tuliskanlah (oleh kalian) untukNya (Abu Syah)”
Peristiwa selanjutnya adalah bagaimana tindakan beliau kepada para tawanan pada saat perang Badr. Beliau memberikan kebebasan kepada mereka dengan syarat mengajarkan tulis-baca kepada anak-anak umat Islam pada waktu itu. Sebuah keputusan ke depan yang menjadi dasar bagi perkembangan intelektual umat Islam khususnya dalam bidang penulisan.
Menulis menjadi sebuah keniscayaan terutama bagi mereka yang telah lanjut usia atau mereka yang khawatir dengan batas umurnya. Maksudnya adalah mereka yang dalam keadaan sakit keras dan dikhawatirkan umurnya tidak lagi panjang, maka mereka diperintahkan untuk menuliskan wasiat-wasiatnya.
Pada bidang muamalah beliau memerintahkan bagi mereka yang melakukan akad secara tidak tunai hendaknya menuliskannya sebagai bukti di masa yang akan datang. Penulisan dalam akad itu sendiri berisi lafadz akad dan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak.
Kesimpulannya adalah bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'Alaihi Wasalam  sangat memperhatikan dunia tulis menulis, walaupun beliau adalah seorang yang ummi (tidak bisa baca tulis) namun perhatian beliau terhadapnya adalah bukti kejeniusan beliau. Mengenai beliau yang ummi sebenarnya itu adalah hikmah dari Allah ta'ala agar jangan sampai Wahyu (Al-Qur'an dan Al-Hadits) itu dianggap oleh manusia adalah buatan beliau atau hasil tulisan beliau. Kalau Allah berkehendak tentu Dia akan mengajarkan dunia tulis menulis kepada NabiNya, Sosok sejenius Nabi tentu akan sangat mudah untuk belajar membaca dan menulis, namun Allah berkehendak lain, Dia ingin agar seluruh manusia meyakini bahwa wahyu (Islam) ini adalah datang dari Sang Maha Pencipta. Wallahu a'lam.            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...