Kamis, 28 April 2011

The Great Writer Series : Ibnu Sa’ad



1. Nama, Lahir dan Wafat 
Ibn Sa’ad nama lengkapnya adalah Muhammad bin Sa’ad bin Mani’ al-Qurasyi. Kunnyah-nya Abu Abdullah al-Basri, ada juga yang menyebutnya Abu  Abdullah al-Bagdadi. Laqab-nya al-Hasyimi, al-Bashri, al-Bagdadi, al-Zuhri, al-Qurasyi dan Katib al-Waqidi. Ia juga disebut al-Hasyimi, karena Ia seorang hamba sahaya yang dimerdekakan (Mawla) oleh Bani Hasyim, namun ada yang berpendapat sebagai hamba sahaya yang dimerdekakan (Mawla) oleh Bani Zuhrah, tetapi ada juga yang menyatakan karena salah seorang moyangnya adalah hamba sahaya milik al-Husain bin Abdullah bin Ubaidillah bin al-Abbas al-Hasyim. Tidak ada data sama sekali siapa nama Ibu dari Ibn Sa’ad, ini tampaknya dikarenakan bahwa ia berasal dari kalangan budak, sehingga tidak terekam dalam data sejarah biografinya.
Ibn Sa’ad lahir di Bashrah pada tahun 160 H, ada juga yang berpendapat 168 H, -yang terakhir lebih banyak dianut oleh para ulama- sehingga ia mendapat sebutan Ibn Sa’ad al-Bashri. Kemudian semenjak kecil, ia menuntut ilmu kepada ulama dimana ia tinggal dan ketika menginjak dewasa ia kemudian berkunjung ke berbagai kota dalam rangka mencari ilmu (Rihlah al-‘Ilmiyah) diantaranya adalah Madinah, Kufah dan Baghdad. 
Ia berguru dan mengikuti majelis-majelis ilmu dari ulama-ulama besar pada masanya. Pada akhirnya ia menetap di Baghdad sampai wafat pada hari Ahad keempat khalwun, tanggal 26 bulan Jumadil al-Akhir, tahun 222 H, ada juga yang menyatakan 230 H / 844 M –pendapat pada tahun yang terakhir yang banyak disetujui- dalam usia 62 tahun dan dikuburkan di Pemakaman Pintu kota Syam.
 
2. Guru-guru, Murid-murid dan Aktivitas Keilmuan 
a. Guru-guru  
Dalam perjalanannya mencari ilmu Ibn Sa’ad kemudian berguru kepada sejumlah guru dan mentransferkan riwayat dari mereka. Adapun diantara guru-guru Ibn Sa’ad adalah sebagai berikut: 
1. Ahmad bin Abdullah bin Yunus al-Kufi
2. Ahmad bin Muhammad bin al-Walid al-Azraqi al-Makki 
3. Isma’il bin Ibrahim bin Muqsim al-Kufi, terkenal dengan sebutan Ibn ‘Aliyah 
4. Hajjaj bin Muhammad al-Musaisy al-A’war 
5. Hajjaj bin Minhal al-Anmati al-Bashri
6. Ishaq bin Abi Israil al-Marwazi
7. Al-Husain bin al-Mutawakkil bin Abdurrahman maula al-Hasyimi al-‘Asqalani
8. Sa’ad bin Ibrahim bin Sa’ad bin Ibrahim al-Zuhr al-Baghdadi 
9. Sufyan bin ‘Uyainah al-Kufi al-Makki 
10. Syu’aib bin Harb al-Khurasani al-Baghdadi
11. ‘Abd al-Rahman bin Mahdi al-Bashri 
12. ‘Abd al-‘Aziz bin Abdullah bin Yahya al-Awisi
13. Abdullah bin Shalih al-Mishri, Ka
14. Abdullah bin Wahb bin Muslim al-Mishri al-Faqih 
15. Al-‘Ala’ bin Abdul Jabar al-Bashri al-‘Athar 
16. ‘Amr bin al-Haitsam bin Qathn al-Bashri, Abu Qathn 
17. al-Fadhl bin Dukain al-Kufi
18. Qubaisah bin ‘Uqbah bin Muhammad al-Sawai 
19. Muhammad bin Umar bin Waqid al-Aslami, al-Waqidi 
20. Muhammad bin al-Fadhl al-Sududi, terkenal dengan sebutan ‘Arim bin al-Fadhl al-Bashri 
21. Mutharrif bin Abdullah al-Yasari al-Asham al-Madani 
22. Mu’in bin ‘Isa bin Yahya al-Asyja’i al-Qazaz al-Madani 
23. Yahya bin Sa’id al-Qaththan al-Bashri 
24. Yazid bin Harun maula bani Sulaim al-Wasithi 
25. Waki’ bin al-Jarrah 

Dan masih banyak lagi dari guru-gurunya yang merupakan ulama besar pada zamannya. Semasa hidupnya dalam mencari ilmu, ia bertemu dengan sejarawan besar al-Waqidi –pengarang kitab al-T}abaqat dan al-Magazi yang selanjutnya ia selalu menyertai dan menulis untuknya, sehingga ia dikenal sebagai Katib al-Waqidi (Sekretaris al-Waqidi). Meskipun ahli hadis banyak yang mengkritik al-Waqidi, namun mereka mempercayai muridnya Ibn Sa’ad. Dalam berbagai hal Ibn Sa’ad banyak dipengaruhi oleh al-Waqidi, namun ia melampaui gurunya. al-Waqidi terkesan “kurang taat” dengan metode ahli hadis, sedangkan Ibn Sa’ad justru dengan metodenya merupakan tipologi ahli hadis. Dalam menyusun karyanya al-Tabaqat al-Kubra, Ibn Sa’ad banyak menyandarkan kepada karya-karya al-Waqidi. Namun ia tidak lupa menyaring riwayat yang datang dari gurunya tersebut dan menguatkan dengan riwayat gurunya yang lain, semisal dari Hisyam bin Muhammad bin al-Saib al-Kalbi, seorang sejarawan dan ahli dalam nasab. Sehingga ia tidak menelan mentah-mentah riwayat yang berasal dari al-Waqidi.

2. Murid-murid
Selain berguru kepada ulama dimasanya, Ibn Sa’ad juga mempunyai murid-murid yang meriwayatkan darinya, terutama sekali yang kemudian meriwayatkan karyanya, kitab al-Tabaqat al-Kubra. Di antara mereka adalah: 
1. Al-Haris’ bin Muhammad bin Abi Usamah al-Baghdadi, ia merupakan rawi dari kitab al-Tabaqat al-Kubra
2. Al-Husain bin Muhammad bin ‘Abd al-Rahman bin al-Fahm al-Baghdadi, juga rawi dari kitab al-Tabaqat al-Kubra. Muridnya ini yang kemudian memasukkan biografi Ibn Sa’ad dalam kitabnya.
3. Abu Bakar Abdullah bin Muhammad bin Ubaid bin Sufyan bin Abi al-Dunya al-Baghdadi 
4. Ahmad bin Ubaid bin Nasih al-Baghdadi al-Nahwi, terkenal dengan sebutan Abu ‘Usaidah 
5. Ahmad bin Yahya bin Jabir al-Baladzuri al-Katib 
6. Abu al-Qasim al-Baghawi 
Dan masih banyak lagi murid-murid yang meriwayatkan darinya.

3. Aktivitas Keilmuan
Ibn Sa’ad merupakan tipologi ulama ahli hadis yang memiliki kepedulian dan perhatian yang besar terhadap sejarah Nabi dan umat Islam. Studi dan kajiannya mencerminkan usahanya dalam mencari, mengumpulkan dan merekonstruksi semua berita dari pendahulunya. Banyak ulama yang mengakui kredibilitas dan kapabilitas keilmuan dan keutamaan Ibn Sa’ad. Diantara pendapat ulama terhadap Ibn Sa’ad adalah sebagai berikut: 
al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad: “Beliau adalah seorang ahli ilmu dan keutamaan” 
Ibn Nadim dalam al-Fihris: beliau adalah seorang yang ‘Alim tentang berita sahabat dan tabi’in. Dihikayatkan juga oleh al-Mizzi dalam Tahdzib al-Kamal bahwa Ibn Ma’in menuduh Ibn Sa’ad dengan kebohongan 
 Ibn Shalah dalam Muqaddimah: ia seorang yang Tsiqat hanya saja ia banyak meriwayatkan dari orang-orang yang Da’if, semisal Muhammad bin Umar al-Waqidi. Al-Dzahabby dalam al-Mizan: orang yang kuat dan jujur. Abu Hatim dalam al-Jarh wa al-Ta’dil: seorang yang jujur. Ibn Hajar dalam Tahdzib al-Tahdzib: salah satu dari Huffadz yang agung dan kuat dalam pengetahuan sejarah. 
Di antara berbagai riwayat jarh dan ta’dil diatas hanya satu riwayat tentang kritikan Yahya bin Ma’in terhadap Ibn Sa’ad. Namun dari berbagai penjelasan ulama, ditemukan bahwa tuduhan kebohongan oleh Yahya bin Ma’in kelihatannya berkaitan dengan hadis munkar yang diriwayatkan dari al-Waqidi, jadi bukan pada kapasitas periwayatan Ibn Sa’ad. Dan masih banyak lagi pendapat dan pujian ulama terhadap Ibn Sa’ad, menunjukkan kelebihan dan keluasan ilmunya dalam hal ilmu sejarah pendahulunya.
Ibn Sa’ad memiliki gelar kehormatan yang banyak. Ia adalah seorang al-Hafiz, al-‘Allamah, al-Hujjah, al-Tsiqah dan lain sebagainya. Ini membuktikan keilmuan Ibn Sa’ad yang luas, baik itu ilmu Sejarah maupun Hadits; meliputi pelacakan dan periwayatannya, keghariban dan pemahamannya. Ia mengetahui berita-berita Nabi Muhammad  dan orang-orang sesudah mereka. Disamping itu Ibny, Sahabat Nabi r Sa’ad adalah seorang yang saleh, ia selama 60 tahun berpuasa seperti Nabi Daud, yaitu sehari puasa dan sehari lagi tidak. 
Tidak dapat diragukan lagi, bahwa dalam menyusun kitabnya Ibn Sa’ad banyak bersandar pada karya gurunya, al-Waqidi. Tetapi ia melampaui gurunya dalam pengorganisasian dan pembagian sistematik karyanya ke dalam bab-bab. Ia juga memperkenalkan penambahan penting kepada studi Sirah dengan menambahkan bagian-bagian tentang “tanda misi kenabian” (‘Alamat al-Nubuwwah) dan tentang sifat kebiasaan dan  (Sifat akhlaq al-Nabi karakteristik Nabi Muhammad). Perkembangan ini menurut Gibb, merupakan salah satu tahap lebih maju dalam penyatuan unsur hadis asli dengan arus kedua tradisi literatur yang bertumpu pada seni kisah rakyat seperti dikembangkan oleh Wahb bin Munabbih.
Ibn Sa’ad diakui oleh para peneliti sebagai seorang sejarawan yang menggunakan metode ilmu hadis, atau dengan kata lain ia adalah seorang ahli hadis (Muhaddits) yang memberikan kontribusi kepada disiplin ilmunya dengan kajian penulisan sejarah. Dalam kajian penulisan sejarah (Historiografi) masa awal Islam terdapat tiga aliran, yaitu; aliran Yaman, aliran Madinah dan aliran Irak. Diantara ketiga aliran tersebut Ibn Sa’ad dimasukkan kedalam dua aliran, yaitu aliran Madinah dan aliran Irak. Ia dimasukkan kedalam aliran Irak dikarenakan melihat kenyataan bahwa ia dilahirkan dan dibesarkan di Irak, sedangkan yang memasukkannya kedalam aliran Madinah berargumen bahwa metode dan materi sejarah yang ditulisnya sesuai dengan aliran Madinah.

4. Setting Sosial Masa Ibn Sa’ad 
Jika menggunakan pemetaan dalam perkembangan ilmu hadis, maka kehidupan Ibn Sa’ad berada pada akhir masa pembukuan hadis (عصر الكتابة والتدوين) dan awal masa penyaringan, pemeliharaan dan pelengkapan(عصرالتجريد والتصحيح والتنقيح) . Masa pertama merupakan perkembangan yang signifikan dalam ilmu hadis, karena terjadi tradisi massal penulisan dan pembukuan (kodifikasi) hadis dari tradisi hafalan yang sudah ada. Disinilah muncul kitab al-Muwatta’ karya Malik bin Anas, kemudian disusul pada masa selanjutnya yang berusaha melakukan penyaringan dan pemisahan  dan fatwa Tabi’in. karyat dari perkataan Sahabat Nabi rhadis Nabi  pada masa ini seperti Musnad karya Ahmad bin Hanbal, sampai Kutub al-Sittah (Enam kitab hadis standar). Disamping itu mulai disusunnya dasar-dasar ilmu hadis baik secara dirayah maupun riwayah.

5. Hasil karya Ibn Sa’ad
Ibn Nadhim dalam karyanya al-Fihrist menyebutkan bahwa Ibn Sa’ad hanya memiliki 3 karya, namun jika merujuk kepada Haji Khalifah dalam karyanya Kasyf al-Dzunnun maka semua karya Ibn Sa’ad adalah sebagai berikut: kitab Akhbar al-Nabi, al-T}abaqat al-Sagir, al-Tabaqat al-Kubra, al-Tarikh, al-Zukhruf al-Qashrifi  Tarjamah Abi al-Hasan al-Bashri, al-Qasidah al-Khawaniyah fiIftikhar al-Qahthaniyyin ‘ala al-‘Adnaniyyin. Namun sebagian peneliti berpendapat  dan menyetujuinya  bahwa kitab al-Tarikh dan kitab al-Tabaqat al-Sagir merupakan dua juz pertama dari kitab al-Tabaqat al-Kubra. Namun demikian tidak mengurangi keluasan Ibn Sa’ad dalam hal hafalan yang kuat dan hubungan yang erat dengan sumber-sumber riwayat sejarah pada masanya.

6. Metode Ibn Sa’ad dalam al-Tabaqat al-Kubra.
 
Ibn Sa’ad adalah sejarawan ahli hadis, maka dalam karyanya pun ia menggunakan metode ahli hadis, ia menggunakan lafal-lafal periwayatan sebagaimana ahli hadis, seperti; Haddatsana, Anbaana, Akhbarana dan Rawa (حدثنا, أنبأنا, أخبرنا, روى ). Al-Tabaqat al-Kubra diriwayatkan melalui murid-muridnya, pada bagian awal tidak ada pengantar dari Ibn Sa’ad sebagai pengarangnya, akan tetapi sebelum masuk pembahasan pertama dimulai dengan rangkaian sanad riwayat al-Tabaqat al-Kubra. 
Sanad periwayatannya adalah sebagai berikut: “Akhbarana Syaraf al-Din Abu Muhammad ‘Abd al-Mu’min bin Khalaf bin Abi al-Hasan al-Dimyati, Qira’at ‘alaihi wa Ana Asma’u Qala: Akhbarana Syamsu al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf bin Khalil Ibn ‘Abdullah al-Dimsyaqi Qala: Akhbarana  Abu Muhammad bin Abdullah bin Dahbal bin ‘Ali bin Karih Qala: Akhbarana al-Qadi Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Abd al-Baqi bin Muhammad bin Abdullah al-Ans}ari Qala: Akhbarana  Abu Muhammad al-Hasan bin ‘Ali bin Muhammad bin al-Hasan bin Abdullah al-Jauhari ‘an Abi Umar Muhammad bin al-‘Abbas bin Muhammad bin Zakariya bin Yahya bin Mu’adz bin Hayyawaih al-Khazzaz ‘an Abi al-Hasan Ahmad bin Ma’ruf bin Bisyr bin Musa al-Khasyab ‘an Abi Muhammad al-Harits bin Muhammad bin Abi Usamah al-Tamimi ‘an Abi Abdullah Muhammad bin Sa’d bin Mani’ Qala.” Dalam rangkaian sanad tersebut terdapat 9 orang termasuk Ibn Sa’ad, jadi jelas bahwa periwayatan Kitab al-Tabaqat al-Kubra dari guru ke murid dengan sanad, sebagaimana layaknya periwayatan hadis.
Dalam menulis dan membahas kitab al-Tabaqat al-Kubra, Ibn Sa’ad menggunakan metode dekriptif-analitis. Artinya dalam menulis kitab tersebut beliau mencoba secara deskriptif menyajikan sebuah tema atau judul dengan memaparkan riwayat tentang sebuah peristiwa atau sesuatu hal dari seorang periwayat, yang kemudian dikomparasikan dengan menuliskan riwayat-riwayat lain dari periwayat lainnya tentang riwayat yang menjadi fokus bahasan, sebagaimana susunan sanad sebuah hadis. Dan ia memberikan analisis atas berbagai riwayat yang dikemukakan, dan terkadang ia mengkritik sebuah riwayat dengan disertai argumentasi, menangis dikuburanrmisalnya ketika ia menyebutkan riwayat bahwa Nabi  ibunya ketika beliau mengalahkan kota Makkah (baca: Fath Makkah), Ibn Sa’ad menyatakan bahwa riwayat tersebut keliru secara nyata, karena  bukan di Makkah, akan tetapi di Abwa’.kuburan ibunda Nabi
Ibn Sa’ad dengan karyanya al-Tabaqat al-Kubra dimasukkan dalam kategori masa gerakan penelitian keshahihan hadis, dengan titik fokus pada kritik periwayat hadis, yang meliputi meneliti kredibilitas dan kapasitas intelektual periwayat hadis, kemudian memilah mereka kedalam berbagai kategori. Studi kritik ini setelah mengalami perkembangan kemudian disebut dengan ‘Ilm al-Jarh wa al-Ta’dil, yang terpilah dalam berbagai sub bahasan, seperti al-Du’afa’, al-‘Ilal, al-Tsiqat, al-Rijal, al-Tabaqat, al-Jarh wa al-Ta’dil. Yang kemudian dilanjutkan oleh al-Bukhari dengan karyanya Rijal al-Kabir.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...