Senin, 25 April 2011

Islam di Spanyol

Rahmi Edriyanti



Proses masuknya Islam ke Spanyol.
Andalusia yang kita kenal sekarang, semula disebut Vandal. Artinya negeri bangsa Vandal, yang kemudian oleh bangsa Arab disebut Andalusia. Andalusia pada abad ke-2 sampai dengan abad ke-5 M menjadi wilayah kekuasaan Romawi, tetapi kemudian di taklukkan oleh bangsa Vandal pada awal abad ke-5 M. Jelasnya di Andalusia sebelum kedatangan agama Islam, kehidupan masyarakatnya sangat memprihatinkan, terutama kelompok para para hamba sahaya yang selalu diperlakukan seperti hewan.
Kemudian setelah Witiza, Raja Gothia yang meninggal pada tahun 710 M, ia digantikan oleh Roderick. Tetapi kenaikan Roderick sebagai raja tidak disukai oleh para putri Witiza. Untuk merebut kekuasaan dari tangan Roderick, mereka bekerja sama dengan Graff Yulian yang sama-sama memusuhi Roderick. Kemudian Graff Yulian meminta bantuan dari Musa bin Nushair, gubernur Muawiyah di Afrika.
Untuk memenuhi permintaan itu, Musa bin Nushair memohon izin kepada Khalifah Walid Bin Abdul Malik. Walid kemudian memerintahkan kepada Musa untuk mengirim mata-mata terlebih dahulu mempelajari peta kekuasaan musuh. Kemudian khalifah mengirim pasukan khusus sebanyak 4000 tentara biasa dan 1000 tentara berkuda. Mereka berangkat dengan kapal yang telah di sediakan oleh Graff Yulian di bawah pimpinan Tharif Bin Malik. Peristiwa ini terjadi pada tahun 91 H. Utusan ini kembali dengan hasil yang memuaskan.
Keberhasilan mereka membuat Musa Bin Nushair merasa yakin bahwa kemenangan akan mereka peroleh bila dilakukan dengan persiapan dan perhitungan lebih matang. Pada bulan Sya’ban 92 H / April 711 M. Musa mempersiapkan pasukannya sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq Bin Ziyad, yang kemudian terkenal dengan sebutan selat gilblatar atau selat jabal Thariq.
Setibanya di selat itu, Thariq terus melakukan gerakannya ke daerah bagian selatan kerajaan Gothia barat tanah semenanjung Iberia, dia berhasil menduduki benteng yang amat kuat. Dari sana ia terus melanjutkan ke Toledo, ibu kota kerajaan Gothia barat. Roderick tak dapat membendung kekuatan pasukan Thariq dan pada akhirnya berkat bantuan bantuan dari pasukan Musa Bin Nushair sebanyak 5000 orang, Thariq dapat menguasi Cordova, Malga dan Granada. Di kota Toledo yang di kuasai Thariq, ia memerintahkan kepada pasukannya untuk tidak menganggu kehidupan beragama masyarakat Kristen dan Yahudi. Para penganut agama itu diberi kebebasan untuk menjalankan ajaran agama yang mereka anut.[1]

Sejak menginjakkan kakinya di Spanyol hingga keruntuhannya, Islam memerankan peranan yang sangat penting dalam mewarnai kemajuan peradaban Spanyol. Sejarah panjang yang dilalui selama setengah abad yang dilalui umat Islam di Spanyol dapat dibagi dalam enam periode, yaitu:
§    Periode Pertama (711-755 M)
          Pada periode pertama ini stabilitas ekonomi Spanyol belum dalam taraf yang baik dan berbagai gangguan musuh banyak terjadi baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan yang datang dari dalam berupa perselisihan yang terjadi dikalangan elit politik terutama akibat perbedaan etnis maupun golongan. Adapun yang datang dari luar yaitu berupa serangan yang datangnya dari sisa-sisa musuh yang tinggal di Spanyol .
§    Periode Kedua (755-912 M)
          Pada periode ini, umat Islam Spanyol mulai mengalami kemajuan dalam bidang politik maupun peradaban. Abdurrahman Al Dakhil kemudian mendirikan masjid Cordoba dan sekolah di kota-kota di Spanyol. Walaupun demikian, berbagai ancaman dan kerusuhan kerap terjadi. Pada abad ke-9, stabilitas keamanan negara terganggu dengan munculnya Kristen fanatik yang mencari ke-syahid-an (Martyrdom) (Jurji Zaidan, tt: 200). Gangguan politik yang paling serius pada periode ini justru datangnya dari umat Islam itu sendiri. Golongan pemberontak di Toledo membentuk negara kota yang berlangsung selama 80 tahun yang dipimpin oleh Hafshun dan anaknya yang berpusat di Malaga.
§    Periode Ketiga (912-1013 M)
Pada periode ini pemerintahan Spanyol dipimpin oleh penguasa dengan gelar khalifah. Pada masa ini juga, umat Islam Spanyol mencapai puncak kemajuan dan kejayaan yang menyaingi Daulah Abbasiyah di Baghdad.  Abdurrahman An Nasir kemudian mendirikan universitas Cordoba yang memiliki perpustakaan dengan jumlah koleksi buku hingga ratusan ribu.

§    Periode Keempat (1013-1086 M)
          Pada masa ini Spanyol sudah terpecah belah menjadi beberapa negara kecil yang berpusat di kota-kota tertentu. Bahkan pada periode ini Spanyol terpecah menjadi tiga puluh negara kecil dibawah raja-raja golongan atau Al Mulukuth Thawaif yang berpusat di suatu kota seperti Cordova, Sevilla, atau Toledo. Umat Islam memasuki masa pertikaian internal. Ironisnya jika terjadi perang saudara, maka pihak yang bertikai itu meminta bantuan kepada raja-raja Kristen. Walaupun begitu kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Istana-istana mendorong para sarjana dan sastrawan untuk mendapatkan perlindungan.
§    Periode Kelima (1086-1248 M)
          Pada periode ini Spanyol walaupun masih terpecah belah, tetapi ada satu kekuatan yang dominan, yakni Dinasti Murabitun. Dinasti Murabitun pada mulanya adalah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf Ibn Tasyifin di Afrika Utara. Pada tahun 1062 M, ia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuasaan Islam di Spanyol dikuasai oleh orang-orang Kristen. Pada tahun 1238 M, Cordova jatuh ketangan Nasrani dan Sevilla jatuh pada tahun 1248 M, sehingga hampir seluruh wilayah Spanyol lepas dari tangan penguasa Islam.
§    Periode Keenam (1248-1492 M)
          Pada masa ini Islam hanya berkuasa di daerah Granada dibawah pimpinan Bani Ahmar (1232-1492). Peradaban mencapai kemajuan seperti pada zaman Abdurrahman An Nasir, akan tetapi secara politik, dinasti ini hanya berkuasa di wilayah yang kecil. Kekuasaan Islam terakhir ini pun berakhir karena perselisihan orang-orang istana berebut kekuasaan. Pangeran Abu Abdullah Muhammad tidak setuju atas keputusan ayahnya yang mengangkat adiknya sebagai putra mahkota. Ia melakukan perlawanan dengan meminta bantuan pasukan Ferdinand dan Isabella untuk menjatuhkan kekuasaan ayahnya hingga akhirnya ayahnya pun terbunuh yang kemudian digantikan kekuasaannya oleh adiknya. Perlawanan terus dilakukan, dan pada akhirnya adiknya pun terbunuh. Kemudian ia pun naik tahta, namun segera diserang kembali oleh penguasa Kristen yang dulu pernah membantunya. Tidak lama setelah naik tahta, Abu Abdullah Muhammad pun digulingkan kekuasaannya oleh Ferdinand dan Isabella pada tahun 1492 M. Maka sejak saat itulah kekuasaan Islam mulai lenyap dari bumi Andalusia.[2]

Umat Islam Andalusia telah membuka lembaran baru bagi sejarah perkembangan intelektual Islam, bahkan sejarah intelektual dunia. Andalusia pada masa pemerintahan Arab Muslim menjadi pusat peradaban tinggi. Para ilmuan dan pelajar dari berbagai penjuru dunia berdatangan ke negeri ini untuk menuntut ilmu pengetahuan. Kota-kota di Andalusia seperti, Granada, Cordova, Sevilla, dan Toledo merupakan pusat kegiatan ilmu pengetahuan dan tempat tinggal kaum intelektual.
Berikut beberapa cabang ilmu pengetahuan yang berkembang di Andalusia :
1.     Bidang Ilmu Pengetahuan dan Filsafat. Ketika Islam berjaya di Andalusia, ilmu pengetahuan dan filsafat mengalami perkembangan yang cukup pesat. Ketika Islam lahir, sebagai agama pemersatu dan agama peradaban, bangsa Yunani sedang tenggelam dalam kekuasaan pemerintah yang kejam, sedang dunia Islam mulai menyingsingkan fajar kebebasan, terutama bagi berkembangnya ilmu pengetahuan. Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan mulai dikembangkan oleh penguasa Muslim ketika itu, sehingga para ilmuwan dan filsof kenamaan banyak lahir di dunia Islam, seperti Ibnu Hazm dengan karyanya al-Milal wa al-Nihal, Abu bakr Muhamad Ibnu Al-Asyik (wafat 1138) yang dikenal Ibnu Bajah, Abu Bakar Ibnu Thufael (wafat 1185) yang dikenal dengan bukunya yang berjudul “Hay bin Yaqdzan”, Ibnu Rusyd (1126 – 1198 M) yang dikenal dengan sebutan Averous, karyanya antara lain Tuhafut al-Tuhafut.
2. Bidang Geografi dan Sains. Ilmuwan di bidang geografi lahirlah nama Ibnu Jubair, seorang pengarang buku berjudul “Perlawatan ke negeri-negeri Islam”, Abu Hamid Al-Hazim dan Abu Ubaid Al-Bakry. Di bidang sains muncullah nama-nama yang ahli di bidang kedokteran, musik, matematika, astronomi, kimia, dan lain-lainnya misalnya Wafid Al-Bakhmi, Khalaf Al-Zahrawi, sebagai ahli di bidang kedokteran dan ilmu fa’al. Abu Qasim al-Zanrawi seorang dokter bedah yang mengarang buku Al-Tasrif setebal 30 jilid, Ibnu Khatimah ahli penyakit Malaria, Abbas Ibnu Farnas ahli Kimia dan Astronomi, ia adalah seorang ilmuwan pertama yang menemukan cara membuat kaca dari batu.
2.     Bidang Sejarah dan Sosiologi. Ilmu sejarah dan sosiologi juga berkembang pesat di Andalusia semasa pemerintahan Islam. Ahli sejarah dan sosiologi yang menjadi peletak dasar teori-teori sejarah dan sosiologi banyak bermunculan pada masa ini. Mereka antara lain; Ibnu Hazm dengan karyanya Jamharah al-Ahsab dan Rasail fi Fadl Ahlal Andalus, Ibnu Batutah (1304 – 1374) seorang sejarawan yangpernah berkunjung ke Indonesia dan Asia Tenggara, Ibnu Jubair dari Valencia (1145 – 1228 M) seorang ahli sejarah dan geografi yang menulis sejarah negeri-negeri muslim Mediterania dan Cicilia, Ibnu Khaldun dari Tunis, seorang ahli filsafat sejarah yang terkenal dengan bukunya Mukaddimah.
4.    Bidang Agama dan Hukum Islam. Bidang ilmu-ilmu Islam juga turut berkembang pesat di Andalusia, yang pada akhirnya melahirkan tokoh-tokoh yang berkompeten di bidang ini, antara lain Ibnu Rusyd yang terkenal dengan karyanya; Bidayat al-Mujtahid Wa Nihayah al-Mukhtashid, dan Ibnu Hazm yang terkenal dengan karyanya; Al-Ahkam fi Ushul al-Ahkam, dan sebagainya.
5. Bidang Musik dan Kesenian. Tokoh yang terkenal pada masa ini di bidang musik dan seni suara adalah Al-hasan bin Nafi’ yang dijuluki Zaryab, ia adalah seorang seniman yang terkenal di zamannya.
6. Bidang Bahasa dan Sastra. Di bidang bahasa dan sastra, bahas Arab merupakan bahasa administrasi bagi pemerintahan Islam Spanyol. Hal itu dapat diterima oleh orang-orang Islam dan muslim di negeri itu termasuk penduduk asli. Di antara tokoh yang terkenal pada masa itu adalah Ibn Malik pengarang kitab “Alfiyah”, Ibn Khuru, Ibn Al-Haj, dan sebagainya, sedangkan tokoh sastranya antara lain Ibn Abdi Rabah dengan bukunya Al-Iqd al-Farid, Ibn Basam dengan bukunya Al-Dzakirah fi Miahasin al-Jazirah, dan Al-Fath Ibn al-Haqan dengan karangannya Al-Qalaid.
7. Bidang Pembangunan Fisik. Pemerintahan Islam di Andalusia juga mengembangkan dan membangun beberapa lembaga berikut sarana dan prasarananya, misalnya membangun tropong bintang di Cordova, membangun pasar dan jembatan, melakukan upaya pengendalian banjir dan penyimpanan air hujan, membangun sistem irigasi hidrolik dengan menggunakan roda air (water wheel), memperkenalkan tanaman padi dan jeruk, dan mendirikan pabrik-pabrik tekstil, kulit, logam, dan lainnya.[3]

1.     Lemahnya Kekuasaan Bani Umayyah II dan Bangkitnya Kerajaan-Kerajaan Kecil di Andalusia.
Menurut data sejarah, pada saat itu kerajaan Islam di Spanyol terpecah-pecah menjadi kerajaan kecil. Sepeninggal dinasti Umayyah, kerajaan di Spanyol menjadi 20 wilayah kerajaan kecil. Kerajaan-kerajaan itu antara lain bani Ibad di Seville, bani Hamud di Malaga, bani Zirry di Granada, bani Hud di Saragosa, dan yang terkenal adalah bani Dzin Nun yang menguasai kota Toledo, Valensia, dan Marusa.
Raja-raja kecil ini sering berebut kekuasaan, yang satu menghantam yang lain, sehingga kekuatan mereka menjadi lemah, sedangkan pada saat yang sama, raja-raja Eropa bersatu. Raja Al-Fonso VI dan Leon mengadakan kerjasama dengan Australia, Castilia dan raja-raja lainnya. Mereka bersatu menghimpun kekuatan untuk menghancurkan kekuatan Islam di Spanyol. Kekuatan baru inilah yang dapat menaklukkan kota Granada pada tahun 898 H / 1492 M.
Dengan jatuhnya kota Granada, berakhirlah kekuasaan Islam Arab pada masa itu di Andalusia, setelah mereka menguasai negeri itu selama delapan abad.
2. Timbulnya Semangat Orang-Orang Eropa Untuk Menguasai Kembali Andalusia.
Kekuatan Islam berlangsung dalam waktu yang cukup lama, dan selama itu pula orang-orang Eropa mulai menyusun kekuatannya untuk menghancurkan Islam. Pada saat kekuasaan Islam mulai melemah, mereka segera menyusun kekuatan baru yang luar biasa. Serangan demi seranganpun dilancarkan terhadap kekuasaan Islam, tetapi pada mulanya masih dapat digagalkan.
Pada masa pemerintahan Bani Ahmar (1232- 1492), khususnya pada masa pemerintahan Abdurrahman Al-Nasir, kekuatan umat Islam dapat dipulihkan kembali. Akan tetapi menjelang akhir hayatnya, ia mewariskan kekuasaan itu kepada adik kandungnya. Akibatnya Abu Abdullah Muhammad sebagai anaknya merasa kecewa, dan menuntut balas terhadap ayahnya. Dia mengadakan pemberontakan yang menewaskan sang ayah, tetapi kursi kerajaan tetap pada pamannya. Abu Abdullah kembali menyusun rencana pemberontakan dengan meminta bantuan penguasa Kristen Ferdinand dan Isabella. Permintaan itu dikabulkan dan pamannya tewas terbunuh. Setelah itu, segudang hadiah yang terdiri dari emas berlian, diserahkan kepada Ferdinand dan Isabella.
Tetapi para penguasa Kristen itu, tidak merasa puas dengan hadiah. Bahkan mereka ingin merebut kekuasaan Abu Abdullah dan mengenyahkan kekuasaan Islam dari tanah Spanyol. Rencana penyerangan pun disusun, dan pada saat pasukan Abu Abdullah dikepung selama beberapa hari, akhirnya Abu Abdullah menyerah tanpa syarat dan bersedia hengkang dari bumi Spanyol pada tahun 1492 M. Dengan demikian, tamatlah sudah riwayat perjuangan umat Islam di Andalusia. Pada saat yang bersamaan, penguasa Eropa Kristen dengan leluasa menancapkan kakinya di bumi Andalusia setelah selama delapan abad berada di tangan kaum Muslimin.[4]
Adapun menurut Badri Yatim, sebab-sebab yang menjadikan kemunduran dan kehancuran Islam Spanyol antara lain disebabkan :
a.                   Konflik penguasa Islam dengan penguasa Kristen.
b.                  Tidak adanya ideologi pemersatu.
c.                   Karena kesulitan ekonomi.
d.                  Tidak jelasnya sistem peralihan kekuasaan.
e.                   Karena letaknya yang terpencil dari pusat wilayah dunia Islam yang lain.[5]

Keadaan Eropa Pasca Keruntuhan dan Kehancuran Peradaban Islam
1.    Hancurnya Kekuasaan Islam dan Rendahnya Semangat Para Ahli Dalam Menggali Budaya Islam.
Hancurnya kekuasaan Islam di Andalusia pada tahun 1492 M berdampak negatif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam. Para Ilmuwan dilanda kelesuan, mereka tidak semangat lagi menggali dan mengkaji ilmu pengetahuan. Mereka seakan berputus asa ketika melihat serangan yang bertubi-tubi dilancarkan kepada umat Islam, terutama lagi tindakan penguasa Kristen itu terhadap peradaban Islam. Mereka menyaksikan banyak pusat-pusat peradaban di hancurkan, bahkan para ilmuwan sendiri, tidak sedikit yang tewas di bunuh tentara Kristen di Spanyol. Peristiwa yang tragis dan sangat mengenaskan itu, amat membekas di lubuk hati para ilmuwan, sehingga mereka banyak yang lari menyelamatkan diri ke Afrika Utara.
Peristiwa pahit yang terjadi pada tahun 1492 M itu, membawa dampak psikologis bagi para ilmuwan muslim. Mereka tidak lagi mempunyai gairah untuk bangkit kembali dan memajukan peradaban Islam, melalui ide-ide cemerlang dan usaha kreatif mereka selama ini yang telah memberikan andil besar bagi kemajuan peradaban Islam. Dampak yang lebih jauh dari sikap para ilmuwan muslim yang demikian itu, adalah terjadinya kemandegan peradaban. Peradaban Islam mengalami masa-masa suram dan penurunan kualitas intelektual umat Islam. Akhirnya harapan dan keinginan umat Islam yang mendambakan agar bangkit kembali membangun peradaban Islam, yang pernah jaya di masa lalu tak pernah terwujud.
2.    Banyaknya Orang-Orang Eropa Yang Menguasai Ilmu Pengetahuan Dari Islam.
Begitu besarnya perhatian para penguasa muslim dan para ilmuwannya terhadap ilmu pengetahuan maka mereka saling bekerja sama untuk memajukan bangsa dan negara. Banyak penelitian dan pengkajian dilakukan, lembaga-lembaga riset dibangun, Sekolah Tinggi dan Universitas didirikan. Di lembaga ini tidak hanya orang Islam yang diberi kesempatan mempelajari ilmu pengetahuan, tetapi semua orang termasuk orang Kristen. Akibatnya banyak orang-orang Kristen Barat yang tertarik dan belaaajar di Universitas-Universitas Islam itu.
Karena tertarik oleh metode ilmiah Islam, banyak para pendeta Kristen yang menyatakan diri untuk belajar di lembaga-lembaga pendidikan Islam. Contohnya seorang pendeta Roma, Italia bernama Roger Bacon ( 1214 – 1292 M.), ia datang ke Paris untuk belajar bahasa Arab antara tahun 1240 sampai 1268 M. Setelah mahir menguasai bahasa Arab, ia segera membaca dan menterjemahkan berbagai ilmu pengetahuan yang ditulis ilmuwan muslim dalam bahasa Arab. Ilmu yang menarik hatinya adalah ilmu pasti. Buku-buku yang asli berbahasa Arab dan hasil terjemahannya banyak di bawa ke Inggris. Lalu disimpan di Universitas Oxford. Hasil terjemahan Bacon itu, diterbitkan dan menggunakan namanya sendiri. Ia tidak menyebutkan nama-nama asli pengarang buku-buku itu, yang tak lain adalah ilmuwan-ilmuwan muslim. Di antara karangan yang diterjemahkannya dan tidak menyebutkan nama asli pengarangnya itu, adalah kitab Al Manadzir karya Ali Al-Hasan Ibnu Haitsam ( 965 – 1038 M ). Di dalam buku itu terdapat teori tentang mikroskop dan mesiu, kemudian buku itu disebut sebagai karya Roger Bacon.[6]



[1] http://eone26donk.blog.com/2008/05/27/islam-di-ISLAM DI ANDALUSIA

[3] Drs. Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Hal. 172-174


[4] H. Mahrus Aslad dan Drs. A. Wahid Sy. 2001. Sejarah Peradaban Islam. Hal. 141

[5] Dr. Badri Yatim, M.A. 2002. Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II. Hal. 107-108


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...