Jumat, 27 Mei 2011

BIOGRAFI MAHMUD YUNUS



A. Latar Belakang Keluarga
Mahmud Yunus dilahirkan pada tanggal 10 Februari 1899 Masehi. Bertepatan dengan tanggal 30 Ramadhan 1316 Hijriyah di desa Sungayang Batu Sangkar Sumatera Barat. Tahun kelahirannya bersamaan dengan dicetuskannya politik etis, assositie politic, atau lebih dikenal oleh masyarakat dengan zaman poli balas jasa dari pemerintah kolonial Belanda. Upaya balas budi terhadap masyarakat Indonesia dilakukan melalui jalur pendidikan. Meskipun secara yuridis formal sudah ditetapkan pada tahun 1899, namun secara efektif baru terealisir awal abad kedua puluh.[1]
Mamud Yunus dilahirkan dari keluarga sederhana. Ayahnya seorang petani biasa, bernama Yunus bin Incek dari suku Mandailing dan ibunya bernama Hafsah dari suku Chaniago. Walaupun dilahirkan dari keluarga yang sederhana. Namun keluarga ini mempunyai nuansa keagamaan yang kuat. Ayah Mahmud Yunus adalah bekas pelajar surau dan mempunyai ilmu keagamaan yang cukup memadai. Sehingga dia diangkat menjadi Imam Nagari (masjid). pada waktu itu diberikan secara adat oleh Anak Nagari kepada salah seorang warganya yang pantas untuk menduduki jabatan itu atas dasar ilmu agama yang dimilikinya.
Di samping itu Mahmud Yunus bin Incek di masyarakat juga sebagai seorang yang jujur dan lurus. Ibunya seorang yang buta huruf, karena itu ia tidak pernah mengenyam pendidikan sekolah, apalagi pada waktu itu di desanya belum ada sekolah desa. Tetapi ia dibesarkan dalam lingkungan yang Islami. Kakek Hafsah adalah seorang ulama yang cukup dikenal, bernama Syekh Muhammad Ali yang banyak dikenal masyarakat waktu itu. Ayahnya bernama Doyan Muhammad Ali, bergelar Angku Kolok.
Pekerjaan Hafsah sehari-hari adalah bertenun, ia mempunyai keahlian menenun kain yang dihiasi benang emas, yaitu kain tradisional Minangkabau yang dipakai pada upacara-upacara adat. Saudara Hafsah bernama Ibrahim, seorang kaya di Batu Sangkar. Kekayaan Ibrahim ini sangat menopang kelanjutan pendidikan Mahmud Yunus, terutama pada waktu ia belajar ke Mesir. Ibrahim sangat memperhatikan bekat serta kecerdasan yang dimiliki oleh kemenakannya ini. Dialah yang mendorong Mahmud Yunus untuk melanjutkan pelajarannya ke luar negeri dengan disertai dukungan dana untuk keperluan itu. Hal ini memberikan gambaran tentang bagaimana tanggung jawab seorang mamak terhadap kemenakannya yang berlaku di Minangkabau pada waktu itu. Sebagai pepatah yang berbunyi: “Anak di pangku, kemenakan dibimbing”. Suatu kelaziman yang berlaku sepenuhnya pada waktu itu. Bahwa tanggung jawab mamak terhadap keponakan bukanlah di dasarkan atas ketidakmampuan dari ayah keponakan itu sendiri.
Ibrahim mempunyai seorang anak yang sebaya dengan Mahmud Yunus, ia bergelar Datuk Sati, sangat ahli dalam bidang adat ini diasumsikan menjadi penyebab mengapa Mahmud Yunus kurang menonjol pengetahuannya dalam adat Minangkabau. Ibrahim menginginkan arahan yang berbagi antara anak dan kemenakan, karena anaknya sangat menggemari masalah-masalah adat, maka ia menyalurkan kegemarannya untuk belajar kepada ahli-ahli adat, hingga ia menguasai adat ini dengan baik. Di lain pihak, melihat perkembangan Mahmud Yunus dari kecil, ternyata lebih cenderung mempelajari agama, maka Ibrahim pun menyokong kecenderungan ini. Bahkan ia tak berkeberatan menanggung semua biaya yang diperlukan untuk keperluan itu, hingga Mahmud Yunus dapat melanjutkan pelajarannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Dukungan ekonomi dari sang mamak dengan disertai dorongan dari orang taunya, maka Mahmud Yunus sejak kecil hingga remaja hanya dilibatkan dengan keharusan untuk belajar dengan baik tanpa harus ikut memikirkan ekonomi keluarga dalam membantu orang tuanya mencari nafkah, ke sawah atau ke ladang, meskipun Mahmud Yunus satu-satunya anak laki-laki dalam keluarganya, ia dan adiknya Hindun, sedangkan ayahnya telah meninggalkan ibunya selagi Mahmud Yunus masih kecil.
B. Pendidikan Mahmud Yunus
Sejak kecil Mahmud Yunus sudah memperlihatkan minat dan kecenderungannya yang kuat untuk memperdalam ilmu agama Islam. Ketika berumur 7 tahun ia belajar membaca al-Qur’an di bawah bimbingan kakeknya, M. Thahir yang dikenal dengan nama Engku Gadang.[2] Setelah selesai belajar mengaji dan menghafal al-Qur’an Mahmud Yunus langsung membantu kakeknya mengajarkan al-Qur’an sebagai guru bantu, sambil ia mempelajari dasar-dasar tata bahasa Arab dengan kakeknya.
Pada tahun 1908, dengan dibukanya sekolah desa oleh masyarakat Sungayang, Mahmud Yunus pun tertarik untuk memasuki sekolah ini. Ia kemudian meminta restu ibunya untuk belajar ke sekolah desa tersebut. Setelah mendapat restu dari ibunya untuk belajar ke sekolah desa tersebut. Setelah mendapat restu dari ibunya untuk belajar, iapun mengikuti pelajaran di sekolah desa pada siang hari, tanpa meninggalkan tugas-tugasnya mengajar al-Qur’an pada malam harinya. Rutinitas seperti ini dijalani oleh Mahmud Yunus dengan tekun dan penuh prestasi, tahun pertama sekolah desa diselesaikannya hanya dalam masa 4 bulan, karena ia memperoleh penghargaan untuk dinaikkan ke kelas berikutnya.
Di kelas tiga Mahmud Yunus menjadi siswa terbaik bahkan ia dinaikkan ke kelas empat. Mahmud Yunus merasa bosan belajar di sekolah desa, Karena pelajaran sebelumnya sering di ulang-ulang pada saat bosan itu ia mendengar kabar bahwa H.M. Thaib umar membuka Madrasah (sekolah agama) di surau Tanjung penuh Sungayang dengan nama Madras School (Sekolah Surau).[3]
Akhirnya Mahmud Yunus tertarik untuk mengikuti setalah mendapatkan persetujuan ibu dan gurunya di sekolah desa. Pada tahun 1910 Mahmud Yunus dengan diantar ayahnya mendaftar di Madrasah School di sekolah ini ia hanya belajar ilmu-ilmu keislaman, seperti ilmu nahwu dan ilmu sharaf dengan memakai papan tulis saja, tanpa kitab, berhitung menurut system ahli hisab Arab (system faraid), bahasa Arab dengan mengadakan percakapan dan lain-lain. Mahmud Yunus membagi waktu belajarnya dari jam 09.00 pagi hinga 12.00 siang di madrasah school. Sedang malam harinya mengajar disurau kakeknya, sebagai guru bantu kakeknya dalam mengajar al-qur’an. Pad tahun 1911, karena keinginan untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Secara lebih mendalam kakeknya untuk kemudian menggunakan waktu sepenuhnya, siang dan malam belajar dengan tekun bersama ulama pembaharu ini, hingga ia menguasai ilmu-ilmu agama dengan baik. Bahkan ia di percaya oleh gurunya ini untuk mengajarkan kitab-kitab yang cukup berat untuk ukuran sakit, karena itu Mahmud Yunus secara langsung di tugasi untuk menggantikan gurunya memimpin Madras School.
Kepercayaan dan harapan H.M Thaib umar terhadap muridnya yang brilyan ini Mahmud Yunus cukup besar. Pertanyaan ini tidak berlebihan sebab kepercayaan H.M. Thain Umar mengutus Mahmud Yunus mewakili dirinya untuk menghadiri pertemuan akbar yang diikuti oleh alim ulama seluruh Minangkabau. Rapat akbar itu membicarakan tentang keinginan untuk mendirikan Persatuan Guru Agama Islam (PGAI). Hal ini merupakan indicator, bahwa Mahmud Yunus dapat duduk bersama membicarakan kepentingan-kepentingan umat Islam di tengah para intelektual Islam senior waktu itu.
Selain kompetensi Mahmud Yunus sebagaimana digambarkan di atas. Tahun 1918 Yunus berusaha menghidupkan kembali Madras School kegiatan ini dilakukan di tengah maraknya perbincangan tentang perlunya pembaharuan system pendidikan. Oleh karena itu sejak tahun 1918-1923 merupakan masa-masa sibuk Mahmud Yunus dalam mentransfer dan menginternalisasikan ilmu pengetahuannya di madras school. Mahmud Yunus mengambarkan sebagai berikut : “Pada saat Mahmud Yunus menjadi guru di Madrasah School ini di Minangkabau sedang tumbuh gerakan pembaharuan Islam yang di bawah oleh alumni Timur Tengah, diantaranya melalui lembaga pendidikan yang berorientasi pembahruan yang dipelopori oleh Syeik Tahir Djalaludin, Abdullah Ahmad, Abd. Karim Amrullah, Zainuddin Labia el Yunusy dan lain-lainnya. Mahmud Yunus nampaknya ikut pula berkecimpung dalam gerakan pembaharuan ini.[4]
Setelah memiliki pengalaman beberapa tahun belajar, kemudian mengajar dan memimpin madras school serta telah menguasai dengan mantap beberapa bidang ilmu agama, Mahmud Yunus kemudian berkeinginan untuk melanjutkan pelajarannya ke tingkat lebih tinggi di al-Azhar Mesir. Keinginan ini muncul setelah ia berkesempatan menunaikan ibadah haji ke Mekkah. Pada tahun 1924 di Mal-Azhar, Mahmud Yunus kembali memperlihatkan prestasi yang istimewa, ia mencoba untuk menguji kemampuannya dalam ilmu-ilmu gama dengan mengikuti ujian akhir. Untuk memperoleh syahadah (ijazah) ‘alimiyyah, yaitu ujian akhir bagi siswa-siswa yang telah belajar sekurang-kurangnya 12 tahun (ibtidaiyyah 4 tahun, tsanawiyah 4 tahun, dan aliyah 4 tahun). Ada 12 mata pelajaran yang diuji untuk mendapatkan syahadah ini, namun semuanya itu telah dikuasai olehMahmud Yunus waktu belajar di tanah air, sebagaimana di catatannya : “Kalau hanya ilmu itu saja yang akan di uji, saya sanggup masuk ujian itu, karena ke 12 macam ilmu itu telah saya pelajari di Indonesia, bahkan telah saya ajarkan beberapa tahun lamanya (1915-1923).
Ujian ini dapat diikutinya dengan baik dan berhasil lulus serta mendapatkan ijazah (syahadah) “alamiyyah” pada tahun yang sama tanpa melalui proses pendidikan. Dengan ijazah ini, Mahmud Yunus lebih termotivasi untuk melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Dia kemudian memasuki Darul’ulum ‘Ulya Mesir. Pada tahun 1925 ia berhasil memasuki lembaga pendidikan yang merupakan Madrasah ‘Ulya (setingkat Perguruan Tinggi) agama yang  juga mempelajari pengetahuan umum.
Mahmud Yunus sangat terkesan dengan sistem pendidikan pada Darul Ulum tersebut, ia memilih jurusan tadris (keguruan). Perkuliahan di darul ‘ulum ‘ulya mulai dari tingkat I sampai IV dan semua tingkat itu dilaluinya dengan baik, bahkan pada tingkat terakhir, dia memperoleh nilai tertinggi pada mata kuliah insya (mengarang). Pada waktu itu Mahmud Yunus adalah satu-satunya mahasiswa asing yang berhasil menyelesaikan hingga ke tingkat IV Darul ‘ulum.
Kuliah Mahmud Yunus berakhir dengan lancar tahun 1929. Dia mendapat ijazah diploma guru dengan spesialisasi bidang ilmu pendidikan. Setelah itu ia kembali ke kampung halamannya di Sungayang Batu Sangkar. Gerakan pembaruan di Minangkabau saat itu makin berkembang. Ini amat mengembirakan Mahmud Yunus yang lantas mendirikan dua lembaga pendidikan Islam, tahun 1931, yakni al-Jami’ah Islamiyah di Sungayang dan Norma Islam di Padang. Di kedua lembaga inilah dia menerpakan pengetahuan dan pengalaman yang didapatnya di Darul ‘ulum.
C. Karir
Setelah kembali ke Indonesia 1930, Mahmud Yunus aktif di organisasi Islam dia juga banyak menjadi pimpinan dalam suatu lembaga diantaranya adalah:
1.      Memimpin al-Jami’ah al-Islamiyyah di Sunga yang Madrasah School yang dulu pernah di pimpin Mahmud Yunus menggantikan gurunya H.M. Thaib Umar, mulai mendapatkan sentuhan perubahan. Mahmud Yunus mengagganti nama Madras School dengan al-Jami’ah al-Isilamiyyah. Sekolah-sekolah pemerintah yaitu jenjang Ibtida’iyyah dengan masa belajar 4 tahun setingkat shakel, jenjang tsanawiyah dengan masa belajar 4 tahun, setingkat AMS al-Jami’ah al-Isilamiyyah dipimpin oleh Muhammad Yunus lebih banyak di padang dalam memimpin normal Islam di Padang.
2.       Memimpin normal Islam di Padang Normal Islam (kuliyatul mu’allimin al-islamiyyah) didirikan di padang oleh Persatuan Guru Agama Islam (PGAI) pada bulan april 1931. Sekolah ini setingkat aliyah dan bertujuan untuk mendidik calon guru. Oleh karena itu murid yang ditreima di sekolah ini dalah lulusan madrasah 7 tahun. Kepemimpinan normal Islam dipercayakan kepada Mahmud Yunus. Normal Islam adalah madrasah yang terbilang modern untuk waktu itu. Sekolah ini disamping telah memasukkan mata pelajaran umum ke dalam kurikulum pengajarannya, juga sudah memiliki laboratorium kimia dan fisika, juga alat-alat praktikum lainnya. Selama memimpin norma Islam, Mahmud Yunus telah melakukan pembaharuan sistem pengajaran, terutama metode pengajaran bahasa Arab.
3.      Memimpin sekolah Islam tinggi (SIT) di Padang Sekolah tinggi Islam ini merupakan Perguruan Tinggi Islam pertama di Minangkabau bahkan di Indonesia. SIT didirikan oleh PGAI di Padang pada bulan Desember 1940 dan sebagai pemimpin pertama dan dipercayakan kepada Mahmud Yunus. Sekolah tinggi ini terdiri dari dua fakultas, yaitu : Fakultas syari’ah dan fakultas pendidikan / bahas Arab, akan tetapi sekolah tinggi ini hanya berjalan kurang dari tiga tahun, karena pada tahun 1942, saat jepang telah menguasai kota padang, ada ketentuan pemerintahan baru yang tidak membolehkan adanya sekolah tinggi di daerah penduduknya.
4.      Mendirikan dan memimpin Sekolah Menengah Islam (SMI) di Bukit Tinggi. Pada saat tentara sekutu menduduki kota padang, secara beruntun terjadi pertempuran hebat antara pemuda-pemuda dengan tentara sekutu. Suasana ini mengakiabtkan terancamnya sekolah-sekolah agama Islam yang ada di padang. Banyak guru-guru dan murid-murid yang mengungsi ke bukit tinggi. Di bukit tinggi atas prakarsa Mahmud Yunus dan dengan kesepakatan guru-guru yang ada, untuk menjaga kelangsungan pendidikan gama Islam didirikan sekolah di pimpin langsung oleh Mahmud Yunus, namun tidak lama, pada bulan Desember Mahmud Yunus dipindahtugaskan ke Pematang Siantar, dan kepemimpinan smi di pegang oleh H. Bustani Abdul Gani.
5.      Memimpin IAIN Imam Bonjol di Padang Menjadi Rektor pertama pada perguruan tinggi agama Islam negeri pertama di sumatera barat adalah jabatan terakhir yang diemban oleh Mahmud Yunus selama menjadi pegawai departemen agama. Banyak aktivitas keagamaan dan kependidikan agama yang telah dijalaninya pada waktu sebelumnya, baik sebagai Dekan pada Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) di Jakarta sebagai kepala lembaga pendidikan agama dan sebagai dosen pada beberapa perguruan tinggi. Pengalamn-pengalaman itu tentu menjadi pertimbangan bagimateri agama untuk mempercayakan jabatan rector IAIN Imam Bonjol di Padang. Jabatan ini di peganganya dari tahun 1967 hingga memasuki masa pensiun pada akhir tahun 1970 dan pada tahun 1982 Mahmud Yunus meninggal dunia.
D. Karya Tulis Mahmud Yunus
Mahmud Yunus di masa hidupnya dikenal sebagai seorang pengarang yang produktif. Aktifitasnya dalam melahirkan karya tulis tak kalah penting dari aktivitasnya dalam lapangan pendidikan. Popularitas Mahmud Yunus lebih banyak di kenal lewat karangan-karangan, karena buku-bukunya tersebar di setiap jenjang pendidikan khususnya di Indonesia.
Buku-buku Mahmud Yunus menjangkau hampir setiap tingkat kecerdasan. Karangan-karangannya bervariasi mulai dari buku-buku untuk konsumsi anak-anak dan masayarakat awam dengan bahasa yang ringan, hingga merupakan literature pada perguruan tinggi. Pada perjalanan hidupnya, ia telah mengahasilkan buku-buku karangannya sebanyak 82 buku. Dari jumlah itu Mahmud Yunus membahas berbagai bidang ilmu, yang sebagian besar dalah bidang-bidang ilmu agama Islam. Berikut ini di antara buku-buku karya Mahmud Yunus. :
1. Bidang pendidikan : 6 karya
- Pengetahuan umum dan ilmu mendidik
- Metodik khusus pendidikan agama
- Pengembangan pendidkan Islam di Indonesia
- Pokok-pokok pendidkan dan pengajaran
- At-Tarbiyyah wa at-Ta’lim
- Pendidikan di Negara Islam dan initsari pendidikan barat.
2. Bidang bahasa Arab : 15 karya
- Pelajaran bahasa Arab I
- Pelajaran bahasa Arab II
- Pelajaran bahasa Arab III
- Pelajaran bahasa Arab IV
- Durusu al-Lughah al-arabiyyah ‘ala Thariqati al-Haditsah I
- Durusu al-Lughah al-arabiyyah ‘ala Thariqati al-Haditsah II
- Metodik khusus bahasa Arab
- Kamus Arab Indonesia
- Contoh tulisan Arab
- Muthala’ah wa al-Mahfuzhaat
- Durusu al-Lughah al’Arabiyyah I
- Durusu al-Lughah al’Arabiyyah II
- Durusu al-Lughah al’Arabiyyah III
- Mukhadatsah al-‘Arabiyyah
- Al-Mukhtaraat li al-Muthala’ah wa al-Mahfuzhhat
3. Bidang fiqh : 17 karya
- Marilah sembahyang I
- Marilah sembahyang II
- Marilah sembahyang III
- Marilah sembahyang IV
- Puasa dan zakat
- Haji ke Mekkah
- Hukum waris dalam Islam
- Hukum perkawinan dalam Islam
- Pelajaran sembahyang untuk orang dewasa
- Soal jawab Hukum Islam
- Al-Fiqhu al-Wadhih
- Fiqhu al-Wadhih an-Nawawy
- Al-Masailu al-Fiqhiyyah ‘ala Mazahibu al-Arba’ah
4. Bidang tafsir : 15 karya
- Tafsir al-Qur'anul qarim (30 Juz)
- Tafsir al-Fatihah
- Tafsir ayat akhlak
- Juz ‘amma dan terjemahannya
- Tafsir al-Qur'an juz 1-10
- Pelajaran huruf al-Qur'an 1973
- Kesimpulan isi al-Qur'an
- Alif ba ta wa juz ‘amma
- Muhadharaat al-israiliyyaat fi at-tafsir wa al-Hadits
- Tafsir al-Qur'anul Karim juz 11-20
- Tafsir al-Qur'anul Karim juz 21-30
- Kamus al-Qur'an I
- Kamus al-Qur'an II
- Kamus al-Qur'an (juz 1-30)
- Surat yaasin dan terjemahannya
5. Bidang akhlak : 9 karya
- Keimanan dan akhlak I
- Keimanan dan akhlak II
- Keimanan dan akhlak III
- Keimanan dan akhlak IV
- Beriman dan berbudi pekerti
- Lagu-lagu baru pendidikan agama/akhlak
- Akhlak bahasa Indonesia
- Moral pembangunan dalam Islam
- Akhlak
6. Bidang sejarah : 5 karya
- Sejarah pendidikan Islam
- Sejarah pendidikan Islam di Indonesia
- Tarikh al-fiqhu al-Islamy
- Sejarah Islam di Minangkabau
- Tarikh al-Islam
7. Bidang perbandingan agama : 2 karya
- Ilmu perbandingan agama
- Al-Adyaan
8. Bidang Dakwah : 1 karya
- Pedoman dakwah Islamiyyah
9. Bidang ushul fiqh : 1 karya
- Muzakaraat Ushulu al-Fiqh
10. Bidang Tauhid : 1 karya
- Durusu at-Tauhid
11. Bidang ilmu jiwa : 1 karya
- Ilmu an-Nafsu
12. Lain-lain: 9 karya
- Beberapa kisah Nabi dan khalifahnya
- Do'a-do'a Rasulullah
- Pemimpin pelajaran agama I
- Pemimpin pelajaran agama II
- Pemimpin pelajaran agama III
- Kumpulan do'a
- Marilah ke al-Qur'an
- Asy-Syuhuru al-‘Arabiyyah fi Biladi al-Islamiyyah
- Khulashah Tarikh al-Ustadz Mahmud Yunus.26
Dari banyaknya karya tulis yang telah dihasilkannya telah menunjukan bahwa Mahmud Yunus adalah seorang cendekiawan yang memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas terhadap Islam. Maka wajar saja jika pemikiran dan ide-idenya menembus ruang dan waktu.


[1] Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Pendidikan Islam (Ciputat : Quantum Teaching, 2005), 336
[2] Abudin Nata, Tokoh-Tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), 57
[3] Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching,
2005), 337

[4] Ramayulis, Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, (Ciputat: Quantum Teaching,  2005), 339

1 komentar:

  1. Tulisan tentang Mahmud Yunus ini sepertinya dicopi-paste dari sebagian tulisan saya yang dimuat pada blog saya sendiri (baik isi maupun secara redaksional). Coba rujuk kembali pada blog saya : http://irhashshamad.blogspot.com/2008/12/prof-dr-h-mahmud-yunus-dan-perkembangan.html. Untuk menjaga etik akademik dan menghindarkan aksi plagiasi, sebaiknya sebutkan sumber tulisan ini secara jujur, agar tidak ada yang dirugikan (Irhash A. Shamad)

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...