Jumat, 27 Mei 2011

Kurikullum Pendidikan Islam

a. Pengertian kurikulum
Kurikulum merupakan alat pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditentukan. Karena itu pengenalan tentang arti asas, dan faktor-faktor serta komponen kurikulum penting dalam rangka menyusun perencanaan pengajaran. Dalam pengertian kurikulum terdiri dari arti sempit dan arti luas. Kurikulum dalam arti sempit yaitu kurikulum dianggap sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa untuk memperoleh ijazah. Sedangkan kurikulum dalam arti luas yaitu semua pengalaman yang dengan sengaja disediakan oleh sekolah bagi para siswa untuk mencapai tujuan pendidikan.[1]
Secara Harfiah kurikulum berasal dari bahasa latin curriculum yang berarti bahan pengajaran. Adapula yang mengatakan kata tersebut berasal dari bahasa Perancis “courier” yang berarti berlari.[2] Sedangkan dalam bahasa Arab, kata kurikulum diterjemahkan dengan istilah “Manhaj” yang berarti jalan yang terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupan.[3]
Kurikulum adalah hasil belajar yang diniati, sebab program belajar itu baru merupakan rencana, patokan, gagasan, I’tikad, rambu-rambu yang nantinya harus dicapai, atau dimiliki para siswa, melalui proses pengajaran. Progran belajar belum dapat mempengaruhi siswa jika tidak dilaksanakan. Itulah sebabnya kurikulum sebagai program belajar tidak dapat dipisahkan dengan pengajaran. Menurut Nana Sudjana kurikulum adalah program belajar atau dokumen yang berisikan hasil belajar yang diniati (diharapkan dimiliki siswa) dibawah tanggung jawab sekolah, untuk mencapai tujuan pendidikan. Program belajar masih bersifat umum yang memerlukan penjabaran lebih lanjut oleh guru sebelum diberikan kepada siswa melalui program pengajaran.[4]
Sedangkan menurut Muhammad Ali, pada hakekatnya kurikulum hanya dapat dirumuskan pada rencana tentang mata pelajaran atau bahan-bahan pelajaran, rencana tentang pengalaman belajar, rencana tentang tujuan pendidikan yang hendak dicapai dan rencana tentang kesempatan belajar.[5]
Suatu kurikulum terdiri dari komponen-komponen yang terdiri dari tujuan isi, metode atau proses belajar mengajar dalam kurikulum saling berkaitan bahkan masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut komponen tujuan mengarah atau menunjukkan sesuatu yang hendak dituju dalam proses belajar mengajar.[6]
Komponen proses belajar mengajar mempertimbangkan kegiatan anak dan guru dalam proses belajar mengajar. Dalam proses belajar itu sebaiknya anak tidak dibiarkan sendiri, karena proses belajar itu dengan proses mengajar, karena memang proses itu merupakan gabungan kegiatan anak belajar dan guru mengajar yang tidak terpisah.
Menurut Oemar Muhammad at-Toumy al-Syaibani kurikulum pendidikan Islam berbeda dengan kurikulum pada umumnya. Oleh karena itu dia menyebutkan lima ciri-ciri kurikulum pendidikan Islam: Pertama, Menonjolkan tujuan agama dan aklak pada berbagai tujuannya, kandungan,metode,dan alatnya. Kedua, Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, bimbingan serta pengembangan terhadap segala aspek pribadi pelajar dari segi intelektual, psikologis, sosial, dan spiritual. Ketiga, Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandunh dalam kurikulum yang akan digunakan. Keempat, Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik. Kelima, Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik.[7]
Prinsip dasar dan Fungsi kurikulum pendidikan Islam Selain memiliki ciri-ciri sebagaimana disebutkan di atas, kurikulum pendidikan Islam memiliki beberapa prinsip yang harus ditegakkan.
Al-Syaibani dalam hal ini menyebutkan tujuh prinsip kurikulum pendidikan Islam adalah sebagai berikut : Pertama, prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran dan nilai-nilainya, mulai dari tujuan, kandungan, metode mengajar, cara-cara perlakuan harus didasarkan pada agama. Kedua, prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan kurikulum. Ketiga, prinsip keseimbangan yang relatif antara tujuan dan kandungan kurikulum. Keempat, Prinsip keterkaitan antara bakat, minat, kemampuan dan kebutuhan pelajar. Kelima, Prinsip pemeliharaan perbedaan-perbedaan individu diantara para pelajar,baik dari segi minat atau bakatnya. Keenam, Prinsip menerima perkembangan dan Dasar kurikulum adalah kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum,susunan atau organisasi kurikulum. Dasar kurikulum disebut juga sumber kurikulum atau determinan kurikulum (penentu). Dalam hal ini Al-Syaibani menetapkan empat dasar pokok dalam kurikulum pendidikan Islam yaitu antara lain sebagai berikut :
1) Dasar religi (agama) Seluruh sistem yang ada dalam masyarakat Islam, termasuk sistem pendidikannya harus meletakkan dasar falsafah,tujuan dan kurikulumnya pada ajaran Islam dan mengacu pada dua sumber utama syari'at Islam yaitu Alquran dan Sunnah. Sementara sumber-sumber lainnya yang sering digolongkan oleh para ahli seperti Ijma, Qiyas, Kepentingan umum, dan yang dianggap baik (ihtisan) adalah merupakan penjabaran dari kedua sumber di atas. 
2) Dasar Falsafah Dasar ini memberikan arah dan kompas tujuan pendidikan Islam dengan dasar filosofis, sehingga susunan kurikulum pendidikan Islam mengandung suatu kebenaran, terutama dari sisi nilai-nilai sebagai pandangan hidup yang diyakini kebenarannya.[8]
Dasar falsafah ini membawa rumusan kurikulum pendidikan Islam pada tiga dimensi, diantaranya adalah :
Dimensi ontologis, dimensi ini mengarahkan kurikulum agar lebih banyak memberi peserta didik untuk berhubungan langsung dengan fisik obyek-obyek, serta berkaitan dengan pelajaran yang memanipulasi benda-benda dan materi kerja. Implikasi dimensi ini dalam kurikulum pendidikan adalah memberikan pengalaman yang ditanamkan pada peserta didik tidak hanya sebatas pada alam fisik dan isinya yang berkaitan dengan pengalaman sehari-hari, melainkan sebagai sesuatu yang tidak terbatas dalam realita fisik. Yang dimaksud dengan alam tak terbatas adalah alam rohaniyah atau spiritual yang menghantarkan manusia pada keabadian. Di samping itu perlu juga ditanamkan pengetahuan tentang hukum dan sistem kemestaan yang melahirkan perwujudan harmoni di dalam alam semesta termasuk hukum dan tertib yang menentukan kehidupan manusia dimasa depan.
Dimensi Epistimologi, perwujudan kurikulum yang falid harus berdasarkan pendekatan metode ilmiah yang sifatnya mengajar berfikir menyeluruh, refleksi dan kritis. Implikasi dimensi ini dalam rumusan kurikulum adalah penguasaan konten yang tidak sepenting dengan penguasaan bagaimana memperoleh ilmu pengetahuan, kurikulum menekankan lebih berat pada pelajaran proses konten cenderung fleksibel, karena pengetahuan yang dihasilkan bersifat tidak mutlak,tentatif,dan dapat berubah-ubah. Sebagaimana yang terdapat dalam surat Ar-Rachman ayat 26-27 :
كل من عليهافان ويبقى وجه ربك روالحلا ل والإكرام
Artinya : “Semua yang ada dibumi itu akan binasa, dan tetap kekal dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan”.[9]
Dimensi Aksiologi, dimensi ini mengarahkan pembentukan kurikulum yang dirancang sedemikian rupa agar memberikan kepuasan pada diri peserta didik agar memiliki nilai-nilai yang ideal,supaya hidup dengan baik,sekaligus menghindarkan nilai-nilai yang tidak diinginkan.[10]

3) Dasar Psikologis
Dasar ini memberi arti bahwa kurikulum pendidikan Islam hendaknya disusun dengan mempertimbangkan tahapan-tahapan pertumbuhan dan perkembangan yang dilalui anak didik.Kurikulum pendidikan Islam harus dirancang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan anak didik, tahap kematangan bakat-bakat jasmani, intelektual, bahasa, emosi dan sosial, kebutuhan, minat, kecakapan, perbedaan individual dan lain sebagainya yang berhubungan dengan aspek-aspek psikologis.
4) Dasar sosial
Pembentukan kurikulum pendidikan Islam harus mengacu searah realisasi individu dalam masyarakat. Pola yang demikian ini berarti semua kecenderungan dan perubahahan yang telah dan akan terjadi dalam perkembangan masyarakat manusia sebagai makhluk sosial harus mendapat tempat dalam kurikulum pendidikan Islam.[11]
Keempat dasar tersebut harus dijadikan landasan dalam pembentukan kurikulum pendidikan Islam. Perlu ditekankan bahwa antara satu dasar dengan dasar lainnya tidaklah berdiri sendiri,tetapi haruslah merupakan suatu kesatuan yang utuh sehingga dapat membentuk kurikulum pendidikan Islam yang terpadu.
Sedangkan fungsi kurikulum dalam pendidikan Islam adalah ; sebagai alat atau usaha untuk mencapai tujuan pendidikan yang diinginkan. Sebagai organisasi belajar tersusun,adalah disiapkan untuk anak-anak sebagai salah satu konsumsi pendidikan mereka. Sebagai pedoman dalam mengatur kegiatan pendidikan dan pengajaran sebagai pedoman dalam mengadakan supervisi berfungsi bagi orangtua agar dapat turut serta membantu usaha sekolah dalam memajukan putra-putrinya.[12]
c. Isi Kurikulum Pendidikan Islam
Al-Abrasy mengutip dari Ibnu Kaldun membagi isi kurikulum pendidikan Islam dengan dua tingkatan yaitu; tingkatan pemula(Manhaj Ibtida’i). Materi kurikulum pemula difokuskan pada pembelajaran Alquran dan As-Sunnah,karena Alquran merupakan asal agama sumber berbagai ilmu pengetahuan dan asas pelaksanaan pendidikan. Dan tingkat atas (manhaj ‘Ali) kurikulum tingkat ini mempunyai dua kulifikasi yaitu ilmu-ilmu yang berkaitan dengan dzatnya sendiri seperti ilmu syari'ah yang mencakup fiqih, tafsir, hadist. Kemudian ilmu-ilmu yang ditujukan untuk ilmu-ilmu lain dan bukan berkaitan dengan dzatnya sendiri, misalnya ilmu bahasa, ilmu matematika, ilmu mantiq.[13]
Kurikulum pendidikan Islam bersifat dinamis dan kontinu (berkesinambungan) disusun berdasarkan kemampuan,intelegensi dan mental peserta didik. Untuk itu sistem penjenjangan kurikulum pendidikan Islam berorientasi pada kemampuan, pola, irama perkembangan dan kematangan mental peserta didik dan bobot materi yang diberikan setiap tingkatan adalah sebagai berikut : untuk tingkat dasar (ibtida’iyah) bobot 63 materi menyangkut pokok-pokok ajaran Islam, misalnya masalah akidah (rukun iman) untuk tingkat menengah pertama (tsanawiyah), bobot materi menyangkut pada materi yang diberikan pada jenjang dasar dan ditambah dengan argumen-argumen dari dalil naqli dan aqli.
Untuk tingkat menengah (Aliyah) bobot materi mencakup materi yang diberikan pada jenjang dasar dan menengah pertama ditambah dengan hikmah-hikmah dan manfaat dibalik materi yang diberikan dan untuk tingkat perguruan tinggi (Jami’iyah) bobot materi mencakup materi yang diberikan pada jenjang dasar, menengah pertama, menengah keatas dan perguruan tinggi ditambah dengan materi yang bersifat ilmiah dan filosofis.


[1] Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002), 26-27.
[2] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005),175
[3] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia,1998), 61
[4] Nana Sudjana, Dasar-dasar proses belajar Mengajar, (Jakarta: Sinar Baru Algesinda,1995), 3
[5] Sama’ud Bakry, Menggagas Konsep Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,2005), 79
[6] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994),54
[7] Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:Gaya Media Pratama, 2005),179 48
perubahan sesuai dengan perkembangan zaman dan tempat. Ketujuh, prinsip keterkaitan antara berbagai mata pelajaran dengan pengalaman-pengalaman dan aktivitas yang terkandung dalam
kurikulum.
[8] Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 57-58
[9] Salim Bahreisy dan Abdullah Bahreisy, Terjemah al-Qur'an Hakim, (Surabaya: CV. Sahabat Ilmu 2001), 532
[10] Abdul, Mujib dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 17-19
[11] Al-Rasyidin dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 2005), 58
[12] Hendyat Soetopo dan Wasty Soemanto, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993), 17-19
[13] Abdul Mujib dan Yusuf Mudzakir, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), 149-150

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...