Selasa, 10 Mei 2011

Madzhab Tanpa Madzhab

Oleh : Abu Aisyah

Setelah kita mengetahui kesempurnaan, kemuliaan dan keistimewaan Islam, maka tidak ada pilihan lain sebagai seorang muslim untuk masuk Islam secara menyeluruh (kaffah). Artinya, dalam setiap sendi kehidupan kita haruslah berlandaskan kepada Islam.
Islam adalah jalan hidup, ia merupakan satu-satunya agama yang diridhai Allah dan merupakan satu-satunya jalan menuju ke surga :
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam. QS Ali Imran ayat 19.
Dalam ayat yang lain disebutkan :
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. QS Ali Imran ayat 85.
Kedua ayat di atas cukup bagi kita untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama yang paling benar.
Namun, timbul sebuah pertanyaan besar "Islam yang mana yang harus saya ikuti?, karena saat ini begitu banyak kelompok-kelompok Islam yang mendakwakan bahwa kelompoknyalah yang paling benar."
Ada kelompok Syi'ah, Mu'tazilah, Jaringan Islam Liberal, Nahdhatul 'Ulama, Muhamadiyyah, Persis, Salafy, Jama'ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin dan lain sebagainya. Belum lagi adanya berbagai madzhab yang ada dalam Islam, ada Madzhab Syafi'i, maliki, Hanafy dan Hanbaly. Apakah kita harus memilih salah satunya?
Sebelum menjawab pertanyaan ini, kita akan kembali sejenak memisahkan antara agama, kelompok keagamaan, organisasi keagamaan, Islam sempalan dan lembaga dakwah. Semuanya mempunyai makna yang berbeda-beda.
Jika kita berbicara tentang organisasi keagamaan, maka di Indonesia ini kita akan menemukan begitu banyak organisasi seperti ini, ada Nahdhatul 'Ulama, Muhamadiyyah, Persis, Al-Irsyad, Hidayatullah dan lain sebagainya.
Mereka semua adalah organisasi keagamaan bukan sebuah kelompok agama. Sehingga di manapun kita berada jika Islam kita sesuai dengan sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah mengikuti metode para shahabat dalam beragama maka tidaklah masalah berada di dalamnya.
Sementara kelompok dakwah adalah sekelompok orang yang mengikatkan diri pada sebuah organisasi atau lembaga dakwah yang mempunyai misi menyebarkan ajaran agama Islam, maka terlibat di dalamnya bukanlah sebuah kesalahan, dengan syarat kelompok ini bukan untuk memecah belah umat Islam.
Kelompok hanya sebagai sarana agar tindakan-tindakan yang diambil itu teratur. Sebagai contoh ada Ikhwanul Muslimin, Jama'ah tabligh dan yang lainnya.
Yang ketiga adalah sebuah kelompok keagamaan yang menisbatkan diri kepada salah satu madzhab atau satu pemikiran khas tertentu, misalnya Jaringan Islam Liberal, Syi'ah, Sunni, Ahmadiyah, Islam Jama'ah dan yang lainnya.
Pada masa klasik kita mengenal adanya Rafidhah, Khawarij, Mu'tazilah, Jabriyah, Qadariyah dan yang lainnya.
Semua itu adalah kelompok-kelompok Islam yang mempunyai ciri khas tersendiri dalam setiap pemahamannya, ia membuat sebuah komunitas dengan keyakinan yang seringkali berbeda dengan kebanyakan kaum muslimin. Bagaimana kita menyikapi hal ini, apakah kita harus masuk salah satu dari mereka?
"Saya bingung sekali dengan banyaknya kelompok Islam sekarang ini, semuanya mengaku benar pusing jadinya" ucapan seperti ini memang sering terdengar, tidak bisa disalahkan apalagi kalau yang mengucapkannya adalah orang-orang awam yang memang tidak paham dengan hakikat dari Islam.
Sebenarnya standar apa yang dijadikan untuk mengklaim sebuah kebenaran? atau seperti apa ciri-ciri kelompok yang menyimpang?
Islam apa adanya berusaha untuk menjawab semua itu. Sebelum membahasnya secara detail, maka kita akan melihat bagaimana sebenarnya para imam madzhab mengemukakan pendapat mereka tentang kelompok-kelompok madzhab yang ada dalam Islam :
Imam Abu Hanifah mengatakan "Jika suatu Hadits itu diketahui shahih, maka itulah madzhabku". Dalam kesempatan yang lain beliau berkata "Tidak halal bagi seseorang mengikuti perkataan kami bila ia tidak tahu dari mana kami mengambil sumbernya".
Imam Malik bin Anas menyatakan "Saya hanyalah seorang manusia, terkadang salah, terkadang benar. Oleh karena itu, telitilah pendapatku. Bila sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, ambillah ; dan bila tidak sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah, tinggalkanlah". Dalam riwayat yang lain beliau juga mengemukakan "Siapa pun perkataannya bisa ditolak dan bisa diterima, kecuali hanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sendiri".
Imam Syafi'i berpesan kepada murid-muridnya "Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku, apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang menjadi pendapatku".
Dalam pesan yang lainnya beliau mengatakan : "Seluruh kaum muslimin telah sepakat bahwa orang yang secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti pendapat seseorang".
Beliau juga pernah mengatakan "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu". Dalam wasiat yang yang lain beliau berpesan "Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku tidak berguna" .
Demikian pula wasiatnya "Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Hadits Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid kepadaku".
Bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih banyak mengenai pendapat para imam madzhab mengenai hadits Nabi dan sikap mereka dalam beragama maka dapat dilihat dalam kitab I'lam Al-Muwaqi'in karangan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah.
Semua perkataan imam madzhab tersebut menunjukan satu kebenaran dan kejujuran mereka dalam bersikap secara ilmiah, yaitu bahwa jika pendapat mereka teryata tidak sama dengan dua sumber hukum Islam yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah maka pendapat mereka harus ditinggalkan dan ambilah dari Al-Qur'an dan As-Sunnah.
Maksudnya adalah manakala dalam madzhabnya terdapat hal-hal yang bertentangan dengan Al-Qur'an atau sunnah Nabi maka tidak ada kewajiban untuk mengikuti madzhab tersebut.
"Kewajiban" bermadzhab hanyalah pintu darurat untuk orang-orang awam yang lemah kemampuannya dalam menilai sumber-sumber hukum Islam. Bagi orang-orang yang mampu untuk mentadaburi, menghayati dan mengambil sumber-sumber hukum Islam maka selayaknya bagi dia untuk mencari hukum-hukum suatu permasalahan pada dua sumber hukum pokok Islam.
Dari sini pula tampak kesamaan visi para imam madzhab dalam mengantisipasi keyakinan para pengikutnya yang mengikuti pendapatnya dengan membabi buta.
Mereka menyadari bahwa pendapat madzhab mereka bukanlah ukuran suatu kebenaran, karena kebenaran adalah sesuatu yang datang dari Allah ta'ala :
وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ
Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu... QS Al-Kahfi ayat 29.
Sesuatu yang datang dari Allah yang berupa hukum-hukum Ilahiyah adalah yang terdapat dalam Al-Qur'an dan Al-Hadits, sehingga kedudukan keduanya adalah sumber hukum tertinggi dalam Islam.
Dari sini kita melihat bahwa sebenarnya para imam madzhab tidak menginginkan umat Islam untuk mengikuti madzhabnya, mereka hanya memberikan jalan bagi orang awam untuk beragama tanpa dibuat repot dengan pencarian sumber hukumnya.
Demikian pula yang dilakukan oleh kelompok-kelompok dakwah atau organisasi-organisasi keagamaan di Indonesia ini.
Yang perlu diperhatikan adalah manakala "Kelompok-kelompok tersebut membuat sebuah aturan-aturan yang tidak selaras dengan dua sumber hukum Islam kemudian kita mengikuti saja peraturan tersebut, jadilah kita orang-orang yang membebek dari belakang.
Sampai di sini anda sudah bisa menjawab pertanyaan dalam sub judul ini? kalau belum mari kita perhatikan salah satu ayat dalam Al-Qur'an :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا(36)
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. QS Al-Ahzab ayat 36.
Ayat ini berbicara tentang tidak pantasnya orang-orang yang beriman untuk mencari sesuatu hukum yang telah ditentukan oleh Allah dan RasulNya, lalu bagaimana dengan orang-orang yang bermadzhab?
Bermadzhab pada dasarnya boleh-boleh saja, sebagaimana sah-sah saja untuk mengikuti salah satu dari kelompok dakwah atau organiasi keagamaan, hanya saja manakala madzhab, kelompok dakwah atau organisasi keagamaan itu menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah dan RasulNya maka kewajiban kita adalah tunduk dan patuh dengan syariatNya (tentu kita masih ingat tentang konsekuensi dari syahadat). Bukan sebuah kebenaran mana kala kita tetap mengikuti kelompok kita tersebut, padahal sudah jelas kesalahannya.
Jika bermadzhab, berkelompok dan berorganisasi hanya akan membuat umat ini terkotak-kotak, tentu ini adalah bukan sesuatu yang menyenangkan, umat terjerat dalam pola madzhab atau kelompoknya, bangga dengannya, taklid buta di dalamnya atau ta'ashub dalam membela kelompoknya :
مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ(32)
...yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka. QS Ar-Rum ayat 32.
Maukah kita disebut sebagai orang-orang yang memecah belah agama Allah ini? tentu tidak bukan? kita menginginkan persatuan ummat, persatuan di atas aqidah, ibadah dan muamalah sesuai dengan yang dicontohkan oleh nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Namun semua orang mengaku mencontoh Nabi, semua orang mengaku meneladani Nabi, namun sebuah pepatah menyatakan :
Semua orang mengaku mempunyai hubungan dengan Laila . Padahal Laila tidak mengenal siapa dia
Maksudnya adalah bahwa bisa saja semua orang mengaku mencontoh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dalam kehidupannya, namun sebuah ucapan tidaklah diperlukan, yang diperlukan adalah pelaksanaan dari tindakan mencontoh tersebut.
Kembali ke masalah madzhab, bila kita mempelajari sejarah umat ini maka kita bisa melihat bahwa metode madzhab lahir hampir 200 tahun setelah wafatnya Nabi, sebelum itu tidak ada istilah madzhab dalam Islam.
Imam Malik bin Anas mengeluarkan pendapat-pendapatnya sehingga dijadikan sebuah madzhab tersendiri pada pertengahan tahun 150 Hijriah, demikian pula Imam Abu Hanifah.
Adapun Imam Syafi'i dan Imam Ahmad berselang kurang lebih 50 tahun setelahnya. Setelah keempat imam ini wafat maka berkembanglah apa yang disebut dengan madzhab (Mushtafa Muhammad : 1994). Terus berjalan hingga hari ini, sehingga jika ada yang bertanya madzhab mana yang harus saya pegang? bisa dijawab dengan tiga alternatif :
Pertama, bermadzhablah sesuai dengan keykinan anda. Inilah adalah jawaban untuk orang awam yang tidak mampu mendalami Islam ini, karena berbagai kekurangannya. Walaupun seharusnya diberikan kepadanya pemahaman yang benar tentang madzhab ini.
Kedua, Bandingkanlah dulu seluruh madzhab yang ada kemudian cari yang paling sesuai dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Jawaban ini untuk orang-orang awam yang lebih maju pemikirannya sehingga ia sedikit bisa membandingkan antara satu madzhab dengan madzhab lainnya. Pada orang-orang seperti ini harus didatangkan padanya dalil-dalil syar'i mengenai suatu masalah kemudian bandingkan dengan pendapat para imam madzhab yang ada. 
Ketiga, Tidak ada kewajiban bermadzhab. Inilah adalah jawaban bagi orang-orang yang ingin mencari kebenaran, ia tahu bahwa madzhab adalah bagian dari produk sejarah yang pada zaman Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam hidup tidak pernah ada. Kalau kita mau mencari akarnya pada zaman Nabipun tidak ada, karena ia produk sejarah maka dengan berjalannya waktu bisa jadi ia akan lenyap. Orang-orang seperti ini biasanya tahu bahwa tidak ada kewajiban sama sekali untuk memegang salah satu dari madzhab tertentu.
Inilah jawaban yang memuaskan bagi siapa saja yang ingin mencari kebenaran, karena kebenaran itu tidak hanya berada pada satu madzhab, bahkan ayat sebelum ini menunjukan bahwa kebenaran itu adalah datang dari Allah ta'ala baik itu dalam Al-Qur'an maupun As-Sunnah.
Jika bermadzhab tidaklah diperintahkan, lalu bagaimana dengan banyaknya kelompok-kelompok Islam yang ada saat ini, apakah kita harus mengikuti salah satunya?
Di awal pembahasan kita sudah mengetahui bahwa Islam itu memiliki sumber-sumber hukum yang dijadikan pedoman dan tuntunan hukum,  maka keduanyalah yang akan menjawab bagaimana sikap kita terhadap kelompok-kelompok yang ada saat ini.
Buku kecil ini tidak akan mampu untuk membahas secara rinci bagaimana sebuah kelompok itu dikatakan bertentangan dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah, namun secara garis besar dapat disimpulkan bahwa setiap kelompok yang pemahamannya berseberangan dengan keduanya maka dipastikan bahwa kelompok tersebut dipertanyakan kebenarannya. 

1 komentar:

  1. Yang ini juga KEREN tulisannya... setidaknya menjawab kegalauan saya^^

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...