Senin, 16 Mei 2011

Sosialisasi Anti Pembajakan dengan Pendekatan Keagamaan


Oleh : Abdurrahman M

Berbagai kasus pembajakan buku yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat, beberapa sebabnya adalah karena krisis ekonomi yang terus melanda Indoensia, selain itu ketidakmauan masyarakat kita tentang hukum dari pembajakan itu sendiri. Sementara sebagian lain berdalih dengan harga jual buku yang terlalu mahal sehingga tidak terjangkau oleh konsumen buku. Sementara sebagian lagi menyatakan bahwa agama mereka (Islam) dalam hal ini tidak melarang (baca = membolehkan ) pembajakan.
Dirjen HAKI sudah seringkali melakukan berbagai sosialisasi mengenai hak cipta, namun hasilnya masih dirasakan kurang, selain itu ternyata masih banyak kalangan masyarakat yang tidak memahami apa itu hak cipta dan apa itu pembajakan. Yang mereka ketahui adalah mereka dapat membeli buku dengan harga yang murah walaupun kualitasnya di bawah standard.
Sungguh ironi sekali, di saat Dirjen HAKI sibuk mensosialisasikan tentang anti pembajakan, justru masyarakat kita terus memburu buku-buku bajakan. Lihat saja buku Maryamah Karpov milik Andrea Hirata yang dijual dengan harga Rp. 79.000 dapat dibeli dengan Rp. 20.000, bahkan para penjual buku bajakan berani menjual Novel Tetralogi ini dengan Rp 60.000 dengan empat novel. Ini adalah harga di Bogor, bagaimana di Jakarta?
Sepertinya sosialisasi terhadap hak cipta dan anti pembajakan memerlukan adanya sebuah terobosan baru yaitu dengan pendekatan keagamaan. Dalam hal ini karena mayoitas penduduk di Indonesia adalah muslim maka pendekatan Islam menjadi sebuah alternative dalam sosialisasi ini. Langkah-langkah yang dapat dilakukan meliputi memberikan pemahaman yang benar bahwa ternyata pembajakan adalah bentuk pelanggaran hukum agama, selain itu adanya ancaman yang tegas mengenai hal ini.
Islam misalnya memberikan perlindungan menyeluruh terhadap sendi-sendi kemanusiaan, termasuk penjagaannya terhadap harta, dalam ruang lingkup Islam dikenal adanya hifdzul mal (perlindungan terhadap harta seseorang). Dalam hal ini yaitu bahwa seseorang yang memiliki hak cipta atas sebuah buku, ia adalah pemilik sah, sehingga pihak lain yang menginginkan untuk memperbanyaknya harus dengan izin pemiliknya tersebut. Sosialisasi ini tentunya harus didukung dan dilakukan oleh para pemuka agama yang paham dengan hal ini.
Sejatinya budaya yang ada pada masyarakat kita sangat menghormati adanya hak kepemilikan seseorang. Lihat saja ketika lagu Rasa Sayange diklaim oleh Malaysia, masyarakat kita ramai-ramai melakukan aksi penolakan. Demikian pula tingkat keagamaan masyarakat kita masih cukup tinggi, peristiwa kartun Nabi, kemudian serangan Israel ke Palestina segera mendapatkan respon dari masayarakat kita. Semua itu adalah indikasi bahwa masyarakat Indonesia sebenarnya menerima dan menghormati setiap hak milik pihak lain. Hanya saja ketidak tahuan dan masih samarnya mereka terhadap hak cipta in sehingga mereka tidak paham apa itu pembajakan dan apa itu hak cipta. 
Dari sini sosialisasi anti pembajakan dengan pendekatan keagamaan menjadi sebuah keniscayaan yang tidak bisa dielakkan lagi. Hasil yang diharapkan tentunya adalah berkurangnya kasus-kasus pembajakan yang terjadi di persada ini, bahkan tidak hanya mengurangi tapi juga diharapkan mampu menghilangkan berbagai bentuk pembajakan yang ada.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...