Selasa, 10 Mei 2011

Tragedi MM (Mantu-Mertua)


Oleh : Abu Aisyah


Benarkah gak sih akalu mantu dan mertua gak bakalan cocok selamanya? Sepertinya tidak semua, tapi kenyataan sehari-hari menunjukan demikian. Banyak sekali kasus-kasus yang menunjukan bahwa antara mantu dengan mertua seringkali terjadi salah paham. Dari mulai masalah rumah, pengurusan anak sampai masalah salah paham antara keduanya.
Kutukan ketidak cocokan mantu-mertua seringkali menyeret kepada konflik lebh besar yaitu a antara anak dan orang tua. Jika anaknya adalah perempuan tentu saja ia akan mengikuti suaminya yang berstatus sebagai menantu, dan pada kasus ini biasanya sift konfliknya lebih tajam.
Dari pengamatan saya yang terjadi di tengah masyarakat menunjukan fakta bahwa sebagian besar konflik antara mantu-mertua terjadi karena kesalahpahaman, merasa diri benar, tersinggung karena ucapan dan masalah anak/cucu. Ini memang masalah klasik yang terus terjadi dari dulu. Dalam memeori saya tercatat lebih dari sepuluh kasus tidak harmonisnya rumah tangga disebabkan konflik antara mantu dan mertua.
Mertua sebagai orang yang tuakan biasanya keukeuh tidak mau disalahkan, merasa diri benar dan agak sulit menerima kebenaran apalagi kalau datang dari mantunya (tidak semua sih….). Sementara mantu apalagi tinggal di rumah mertua akan merasakan serba tidak nyaman, apalagi jika mertua sering mengungkapkan statemen-statemen yang disikapi oleh mantu dengan pikiran negative. Maka terbukalah pintu konflik mantu-mertua.
Pepatah kita juga mengatakan “Keluarga itu Jika jauh maka akan bau wangi, namun jika dengan akan bau kotoran”, sepertinya pepatah ini ada benarnya. Lihat saja di sekitar anda lebih banyak yang mana antara kecocokan mantu-mertua atau yang banyak konfliknya? Bisa jadikan karena setiap hari ketemu maka pintu konflik akan mudah terbuka, apalagi jika pola pikir mantu-mertua berbeda seratus delapan puluh derajat.
Kira-kira kalau sudah terjadi konflik seperti  ini jalan keluarnya apa ya? menurut saya adalah mawas diri dan membuka kembali pintu komunikasi. Bisa jadi permasalahnnya adalah hal-hal “sepele”, namun karena tertumpuk terus-menerus akhirnya disimpan dan menjadi sebuah bom waktu. Akibatnya masalah yang hanya sepele akan menjadi besar. Mawas diri berarti memahami posisi masing-masing sekaligus memaklumi karakter masing-masing. Ini sangat penting karena k dari beberapa kasus ternyata keduanya (mantu-mertua) sama-sama tidak mau memahami karakter masing-masing sehingga yang terjadi adalah salah paham. Misalnya seorang mertua membelikan semua hal yang diinginkan oleh cucunya, sementara sang mantu tidak mau menuruti semua keinginan anaknya tersebut, akhirnya terjadi salah paham dan konflikpun terjadi.
Positif tinking yaitu berpikir positif terhadap orang lain, dalam pandangan Islam ia dikenal dengan husnudzan yaitu selalu berfikir hal-hal yang baik tentanhg orang lain. Seorang mantu sudah seharusnya memikirkan hal-hal yang baik mengenai mertua (misalnya sudah memberikan anaknya untuk dijadikan pasangan hidup) sementara sebagai mertua juga harus berpikir positif tentang mantunya tersebut. Tidak ada buruk sangka (suudzan) antara keduanya apalagi saling curiga, saling menghormati pendapatnya masing-masing dan memberikan haknya sesuai dengan porsinya. Dengan ini diharapkan konflik mantu-mertu bisa dihilangkan, minimal dikurangi.
Jangan sampai karena konflik ini melupakan kewajiban sebagai orang tua dan memberikan dampak negative kepada anak-anak.
Anda sendiri bagaimana? Sebagaimana mantu atau mertua, cocok tidak dengan mantu/mertua anda? Yah…. Kalau terjadi konflik kecil ya masih wajar lah namanya juga setiap hari ketemu. Hanya kalau terus berlanjut dan menjadi besar ini yang akan menjadi tragedy mantu-mertua. Wallahu a’lam.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...