Sabtu, 22 Oktober 2011

Ahli Ktab itu...




Term Ahli Kitab di dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antara ayat-ayat tersebut terdapat beberapa pemahaman yang berbeda mengenai eksistensi mereka. Sementara wacana ke arah dialog antara agama mengarah kepada bentuk pluralisme yang menyejajarkan seluruh agama samawi yang ada, dalam hal ini Islam, Yahudi dan Nasrani. Dalam skala yang lebih luas, definisi ahli kitab mengalami perluasan makna, tidak hanya mereka yang memiliki kitab samawi namun juga setiap agama yang memiliki kitab suci bisa disebut ahli kitab. Pendapat ini didasarkan kepada sebuah hadits. Di mana Rasulullah bersabda : “Perlakukanlah mereka (orang-orang Majusi) sebagaimana perlakuan terhadap Ahli Kitab.”
Dalam Surat Al-Baqarah : 121 disebutkan mengenai pahala bagi orang-orang yang beriman dari kalangan ahli kitab dan kaum muyrikin bahwa mereka akan mendapatkan pahala dari sisi Allah ta’ala dan mereka tidak akan beredih hati. Dalam konteks ayat ini terdapat pemahaman seolah-olah kaum musyrikin dari kalangan ahli kitab dan jahiliyah juga mendapatkan ganjaran di akhirat sana.
Eksistensi ahli kitab yang disebutkan oleh Al-Qur’an memiliki kedudukan yang tidak jauh berbeda dengan keadaannya saat ini. Hal ini terlihat dari beberapa ayat yang membicarakan mereka. Namun timbul permasalahan, jika eksitensi mereka sama antara zaman dahulu dan saat ini kenapa nabi dalam beberapa kisahnya selalu berbuat baik kepada mereka? Apalagi jika membaca firman Allah ta’ala :
لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ ٱلنَّاسِ عَدَٰوَةًۭ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلْيَهُودَ وَٱلَّذِينَ أَشْرَكُوا۟ ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُم مَّوَدَّةًۭ لِّلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱلَّذِينَ قَالُوٓا۟ إِنَّا نَصَٰرَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًۭا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ
Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persabahatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: "Sesungguhnya kami ini orang Nasrani". Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri. QS Al-Maidah : 82

Definisi Ahli Kitab
Ahli Kitab secara etimologi berasal dari dua suku kata yaitu kata Ahli yang merupakan serapan dari bahasa Arab dan kitab. Kata ahl  adalah bentuk kata benda (isim) dari kata kerja (Fi’il) yaitu kata ahila-ya’halu-ahlanAl-Ahl yang bermakna juga famili, keluarga, kerabat.  Ahl ar-rajul  artinya adalah istrinya, ahl ad-dâr artinya penduduk kampung, ahl al-'amr  artinya penguasa,  ahl al-madzhab artinya orang-orang yang beragama dengan mazhab tersebut, ahl al-wabar artinya penghuni kemah (pengembara), ahl al-madar atau ahl al-hadhar artinya orang yang sudah tinggal menetap.[1] Adapun kata Kitab atau Al-Kitab maka sudah masyhur di Indonesia yaitu bermakna buku, dalam makna yang lebih khusus yaitu kitab suci.
Dari pengertian di atas, kata ahl jika disambung dengan al-kitâb, tampaknya yang paling sesuai pengertiannya secara bahasa, adalah orang-orang yang beragama sesuai dengan al-Kitab.  Dengan ungkapan lain, mereka adalah para penganut atau pengikut al-Kitab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa ahlul kitab adalah ahli yaitu orang-orang yang berpegang kepada kitab suci selain al-Qur’an.[2]
Sedangkan Ahli Kitab menurut terminology adalah “Pemilik Kitab Suci”, yakni para umat nabi yang diturunkan kepada mereka kitab suci (wahyu Allah)”.[3] Di antara mereka adalah Kaum Yahudi dan Nasrani. Dinamakan ahlu kitab karena telah diberikan kepada mereka kitab suci oleh Allah ta’ala.
Dari pengertian secara etimologi maupun terminology dapat dipahami bahwa ahli kitab atau ahlu kitab adalah kaum Yahudi dan Nasrani. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam al Baidhawi ketika menafsirkan Surat Al-Maidah : 5, beliau mengatakan bahwa ahli kitab mencakup orang-orang yang diberikan kepada mereka al Kitab yaitu orang-orang Yahudi dan Nasrani.[4]
Imam al-Syafi’i memberikan definisi yang lebih sempit lagi yaitu bahwa yang termasuk Ahli Kitab hanyalah pengikut Yahudi dan Nasrani dari Bani Israil saja.[5] Ini berarti siapa saja yang mauk ke dalam agama Yahudi dan Nasrani yang berasal dari Bani Israil maka tidak bisa disebut sebagai ahli kitab.    
Pendapat seperti ini juga dikemukakan oleh Al-Thaba’thaba’i ketika menafsirkan Surat al-Ankabut ayat 46, ia mencatat bahwa ahli kitab ialah umat Yahudi dan Nasrani.[6] Ulama kontemporer Abdul Aziz Abdullah bin Baaz mengatakan bahwa Ahli Kitab adalah orang-orang Yahudi dan Nasrani, sebagaimana disebutkan oleh para ulama tafsir dan para ulama lainnya.
Sebab Yahudi dan Nasrani disebut sebagai Ahli Kitab karena Allah mengutus di tengah-tengah mereka nabi-nabi mereka yang membawa kitab suci masing-masing walaupun mereka sendiri kemudian yang merubah isinya. Allah menurunkan Kitab Taurat kepada Nabi Musa 'Alaihi As-Salam dan pengikut beliau yang merubah isi Taurat setelahnya dikenal sebagai Yahudi. Kemudian Allah menurunkan Kitab Injil kepada Nabi Isa 'Alaihi As-Salam dan pengikut beliau yang merubah isi Injil disebut Nasrani. Mereka disebut Ahli Kitab karena kitab-kitab suci mereka sebelum mereka rubah isinya adalah turun dari Allah seperti Al-Qur'an.
Maka agama-agama selain Yahudi dan Nasrani seperti Hindu, Buddha, Majusi/Zoroastrianisme, Kong Hu Chu, Taoisme dan Shinto mereka tidak bisa disebut sebagai ahli kitab walaupun mereka memiliki kitab suci masing-masing. Hal ini dikarenakan kitab suci mereka bukan diturunkan oleh Allah akan tetapi mereka membuat sendiri yang disesuaikan dengan adat, tata krama dan filosofi masyarakat pada masa itu. Inilah yang menjadi pendapat Imam syafi’i.[7]

Ayat-ayat Tentang Ahli Kitab dalam Al-Qur’an
Term Ahlul Kitab disebutkan secara langsung di dalam al-Qur’an sebanyak 31 kali dan tersebar pada 9 surat yang berbeda. Kesembilan surat tersebut adalah al-Baqarah, Ali ‘Imran, al-Nisa’, al-Maidah, al-Ankabut, al-Ahzab, al-Hadid, al-Hasyr, dan al-Bayyinah. Dari kesembilan surat tersebut hanya al-Ankabut-lah satu-satunya yang termasuk dalam surat Makkiyah dan selebihnya termasuk dalam surat-surat Madaniyah. 
Dalam ayat-ayat tersebut dijelaskan bahwa umat Islam dilarang berdebat dengan Ahlul Kitab kecuali dengan cara yang lebih baik. Ini adalah tuntunan agar umat Islam melakukan interaksi sosial dengan Ahlul Kitab  dengan cara yang baik. Artinya, perbedaan pandangan dan keyakinan antara umat Islam dan Ahli Kitab tidak menjadi penghalang untuk saling membantu dan bersosialisasi. Menurut Yusuf Qaradhawi, hal ini dikarenakan Islam sangat menghormati semua manusia apapun agama, ras dan sukunya.[8]
Istilah Ahlul Kitab sendiri ditemukan lebih bervariasi pada ayat-ayat Madaniyah. Meski demikian, semuanya tetap ditujukan kepada Yahudi dan Nasrani atau salah satu dari mereka. Senada dengan itu, Abdul Mun’im al-Hafni juga membatasi bahwa yang dimaksud Ahli Kitab adalah Yahudi dan Nasrani.[9]


[1]Ibnu Al-Mandzur,  Lisaan Al-Arab
[2] Kamus Besar bahasa Indonesia, kata Ahlul Kitab
[3] Imam Syafi’i, Arisalah
[4] Tafsir al Baidhawi juz II hal 48
[5] Muhammad ibn Idris al-Syafi’i, Al-Umm, jil. 6, diedit oleh Rif’at Fauzi ‘Abd al-Mathlab, (T.Tmpt : Dar al-Wafa’, cet. I, 2001
[6] Muhammad Husayn al-Thabathaba’i,  al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, juz. 16, (Beirut: Mu’assasah al-‘Alami al-Mathbu’ah, 1983.
[7] Al-Umm : Vol.V, hlm. 405
[8] Yusuf Qaradhawi, Mauqif al-Islam al-‘Aqady min Kufr al-Yahud wa al-Nashara, (Kairo: Maktabah Wahbiyah, 1999). 
[9] Abdul Mun’im al-Hafni, Mausu’ah al-Harakat wal Mazahib al-Islamiyah fil ‘Alam, dalam Muhtarom (penj), Ensiklopedia Golongan, Kelompok, Aliran, Mazhab, Partai, dan Gerakan Islam, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, cet. I, 2006).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...