Selasa, 15 November 2011

All About Qunut Witir




Qunut secara etimologi mempunyai makna yang banyak. Ada lebih dari 10 makna sebagaimana yang dinukil oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dari Al-Iraqy dan Ibnul Araby. 1) Doa, 2) Khusyu’, 3) Ibadah, 4) Taat, 5) Manjalankan ketaatan, 6) Penetapan Ibadah kepada Allah, 7) Diam, 8) Shalat, 9) Berdiri, 10) Lamanya berdiri, 11) Terus-menerus dalam ketaatan. Dan juga ada makna-makna lain dapat dilihat dalam Tafsir Al-Qurthuby 2/1022, Mufradat Al-Qur’an karya Al-Ashbahany hal. 428 dan lain-lainnya.
Adapun secara terminologi, seperti disebutkan Al-Hafizh Ibnu Hajr Al-Asqalani rahimahullah: “Doa di dalam shalat pada tempat yang khusus dalam keadaan berdiri.” (lihat Fathul Bari 2/490).
Makna secara terminologi ini yang diinginkan oleh para ulama fiqh dan kebanyakan ulama dalam buku-buku mereka. Lihat Zadul Ma’ad karya Ibnul Qayyim 1/283.
Telah syah dalam hadits Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam akan syari’at Qunut dalam sholat witir sebagaimana dalam hadits Al-Hasan bin ‘Ali radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan lain-lainnya, beliau berkata :
“Rasulullah mengajarkan kepadaku beberapa kalimat untuk saya ucapkan dalam witir : “Ya Allah, berilah hidayah kepadaku pada orang-orang yang Engkau beri hidayah, berilah padaku afiyat pada orang yang Engkau beri afiyat, naungilah aku pada orang-orang yang Engkau naungi, berkahilah aku pada apa yang Engkau beri dan jagalah aku dari kejelekan keputusan-Mu, sesungguhnya Engkau memutuskan dan tidak diputuskan terhadap-Mu, sesungguhnya tidaklah hina orang-orang yang Engkau naungi, dan Maha Berkah Engkau Wahai Rabb kami dan Maha Tinggi” (Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albany dalam banyak buku beliau dan Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’Ash-Shohih 2/161.)
Dibangun di atas hadits ini orang-orang Hanafiyah, Hanbaliyah dan sebahagian orang Syafi’iyah berpendapat akan disunnahkanya Qunut witir di bulan Ramadhan dan selainnya. Demikian pula diriwayatkan dari Al-Hasan, Ibrahim An-Nakha’iy dan Ishaq. Adapun Imam Malik beliau tidak berpendapat adanya Qunut witir. Dan Imam Asy-Syafi’iy berpendapat bahwa witir adalah disyari’atkan di pertengahan bulan Ramadhan.
Tarjih
Tentunya tidak diragukan akan sunnahnya Qunut witir berdasarkan hadits Al-Hasan bin ‘Ali sehingga tidak ada alasan bagi orang yang melarang pelaksanaannya. Adapun pelaksanaan witir  dari pertengahan Ramadhan, hanyalah diriwayatkan dalam hadits yang lemah. Wallahu A’lam.

Tempat Pelaksanaan Qunut
Qunut dapat dilaksanakan sebelum ruku’ atau setelah ruku’. Akan tetapi pelaksanaannya setelah ruku’ lebih banyak dilakukan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam. Al-Imam Al-Baihaqi dalam As Sunnan Al Kubra 2/208 berkata : “Rawi-rawi hadits yang terdapat padanya penjelasan tentang qunut setelah ruku’ lebih banyak dan lebih bisa dipegang hafalannya. Karena itu riwayat mereka yang lebih pantas untuk dipakai. Demikian pula pelaksanaan qunut pada zaman Khulafa` Ar-Rasyidin radhiyallahu ‘anhum yang terdapat pada riwayat-riwayat yang masyhur dari mereka dan riwayat-riwayat ini jumlahnya paling banyak”.
Adapun dalil pelaksanaan qunut sebelum ruku’ diterangkan dalam beberapa hadits, diantaranya
adalah hadits Anas bin Malik riwayat Al-Bukhary, beliau berkata :
“Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengutus 70 orang untuk suatu keperluan. Mereka itu disebut sebagai pembaca-pembaca Al-Qur`an. Maka mereka dihadang oleh dua suku Bani Sulaim, Ri’il dan Dzakwan. Kedua suku ini membunuh mereka. Maka Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mendo’akan kejelekan atas mereka selama sebulan pada shalat shubuh. Hal ini merupakan permulaan adanya qunut dan kami tidak pernah qunut sebelumnya.” Berkata Abdul Aziz -murid Anas- : “Seorang lelaki bertanya kepada Anas tentang qunut tersebut, apakah dilakukan setelah ruku’ atau ketika selesai dari bacaan surat (sebelum ruku’). Maka Anas menjawab: “Bahkan ketika selesai dari bacaan surat.”
Dan dalam hadits Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata :
“Sesungguhnya Nabi Shalallahu ‘alaihi wa salam melakukan qunut sebelum ruku’”. (Dikeluarkan oleh An Nasa’i 1/248, Ibnu Majah no. 1182 dan lainnya dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albany rahimahullah dalam Al-Irwa`ul Ghalil no. 426).
Dari penjelasan di atas kita mengetahui bahwa ada keleluasaan dalam hal ini. Barang siapa yang
ingin berqunut sebelum ruku’, maka itu adalah perkara yang boleh dan barang siapa yang ingin berqunut setelah ruku’, tidak ada dosa apapun atasnya. Pendapat tentang bolehnya memilih salah satu dari dua cara melakukan qunut juga diriwayatkan oleh Ibnul Mundzir dari Shahabat Anas bin Malik, Imam Ayyub As-Sikhtiyany dan Imam Ahmad.
Pendapat ini dikuatkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Qiyamu Ramadhan hal. 31, Syaikh Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/64-65 dan Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’iy. Dan berkata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa 23/100 : “Adapun ahli fiqh dari kalangan ahli hadits seperti Ahmad dan selainnya, mereka membolehkan kedua perkara karena sunnah yang shohih datang menjelaskan keduanya, walaupun mereka memilih qunut setelah (ruku’) karena lebih banyaknya (dalil tentang hal tersebut,-pent) dan lebih (mendekati) qiyas …” Lihat juga : Al-Inshaf 2/170.

Mengangkat Tangan Ketika Qunut
Yang paling kuat dari pendapat para ulama dalam masalah ini adalah tidak disyari’atkannya mengangkat tangan dalam qunut. Ini merupakan pendapat Yazid bin Abi Maryam, Imam Al-Auza’iy, Abu Hanifah dan Imam Malik. Lihat Al-Mughni 1/448 dan Al-Majmu’ 3/487. Pendapat ini dikuatkan karena tidak ada hadits yang shahih yang menunjukkan beliau mengangkat tangan dalam qunut.
Adapun dalil yang dipakai oleh para Ulama yang berpendapat disyari’atkannya mengangkat tangan dalam qunut adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad 3/137, Abd bin Humaid dalam Al-Muntakhab hal 380 no. 1276, Ath-Thabarany 4/51/3606, dalam Al-Ausath 4/131/3793 dan dalam Ash-Shaghir 1/323-324/536, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah 1/123-124, Al-Baihaqy 2/211 dan Al-Khathib dalam Tarikh Baghdad 11/440 dari jalan Sulaiman bin Al-Mughirah dari Tsabit Al-Bunany dari Anas bin Malik tentang kisah para pembaca Al Qur`an yang terbunuh. Disebutkan bahwa Anas berkata kepada Tsabit :
“Sesungguhnya saya melihat Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam setiap kali beliau shalat shubuh, beliau mengangkat kedua tangannya mendo’akan kejelekan atas mereka pembunuh para pembaca Al-Qur’an).”
Namun hadits ini lemah karena di dalamnya terdapat dua cacat :
1. Sulaiman bin Mughirah, walaupun beliau seorang rawi yang tsiqah, akan tetapi ia telah menyelisihi Hammad bin Salamah yang meriwayatkan hadits ini dari Tsabit dari Anas. Dan Hammad tidak menyebutkan dalam riwayatnya bahwa Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mengangkat kedua tangannya. Lihat riwayat Hammad dalam Shahih Muslim 3/1511 no. 677, Ahmad 3/270 dan Ibnu Sa’d dalam Ath-Thabaqat 3/515. Hammad bin Salamah ini adalah orang yang paling kuat riwayat haditsnya dari Tsabit. Maka sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Yahya bin Ma’in, Abu Hatim dan lainnya bahwa: “Siapa saja yang menyelisihi Hammad dalam periwayatan hadits dari Tsabit, maka yang didahulukan adalah periwayatan Hammad.” Bahkan Imam Muslim dalam kitab At-Tamyiz menukil kesepakatan ahli ‘ilalul hadits bahwa Hammad adalah orang yang paling kuat riwayatnya dari Tsabit. Baca kitab Syarah ‘Ilal At-Tirmidzy 2/790 (Cet. Maktabah Al-Manar) dan lain-lainnya.
2. Murid-murid Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu seperti : Qatadah, Muhammad bin Sirin, ‘Abdul ‘Aziz bin Shuhaib, Abu Qilabah, Ishaq bin ‘Abdillah bin Abi Thalhah, Abu Mijlaz, ‘Ashim, Musa bin Anas, Humaid At-Thawil, Daud bin Abi Hind, Hanzhalah bin ‘Abdillah, Abu Makhlad, Marwan Al-Ashfar dan Ibnu Muhajir, semuanya meriwayatkan hadits yang semakna dari Anas bin Malik tentang pelaksanaan qunut. Akan tetapi tidak seorangpun dari mereka yang
menyebutkan bahwa Nabi mengangkat kedua tangannya dalam qunut. Lihat riwayat-riwayat mereka di Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan Lain-lainnya (sengaja kami tidak menyebutkan takhrij-nya untuk menyingkat pembahasan). Seluruh hal ini mempertegas akan salahnya Sulaiman bin Al-Mughirah dalam periwayatannya yang menyebutkan Nabi mengangkat kedua tangannya dalam qunut. Dan Syaikhuna Muqbil bin Hadi rahimahullah termasuk Ulama yang melemahkan hadits ini. Wallahu a’lam.

Mengaminkan Doa Qunut Bagi Makmum
Syari’at akan hal ini telah tetap dalam hadits Ibnu ‘Abbas. Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Qudamah dalam Al-Mughny 1/449: “Apabila Imam melakukan qunut hendaknya diaminkan oleh orang yang dibelakang imam dan kami tidak mengetahui ada perbedaan pendapat dalam masalah ini.” Akan tetapi perlu diingat bahwa pengaminan hanyalah diucapkan pada lafazh-lafazh doa, bukan pada lafazh pujian. Ini merupakan pendapat Imam Ahamad dan dibenarkan oleh Imam Al-Khiroqy dan An-Nawawi. Lihat Su`alat Abi Daud hal.67 dan Al Majmu’ 3/481.
Hendaknya pula imam berdoa dengan lafazh umum (bukan untuk pribadinya), sehingga makmum ketika mengaminkannya juga mengambil andil dari doa tersebut. Hal ini ditegaskan demikian karena dua perkara :
Pertama : Allah Subhanahu Wa Ta’ala tatkala berfirman kepada Nabi Musa ‘alaihis salam :
 “Sesungguhnya do’a kalian berdua telah dikabulkan.” (QS. Yunus: 89). Dan kalau kita memperhatikan ayat sebelumnya maka kita akan mengetahui bahwa ternyata yang berdoa hanya Nabi Musa ‘alaihis salam :
“Wahai Rabb kami, musnahkanlah harta mereka dan keraskanlah hati mereka. Tidaklah merekaberiman sampai mereka melihat adzab yang sangat pedih.” (QS. Yunus: 88)
Bersamaan dengan ini Allah menjadikan doa untuk mereka berdua. Hal ini karena Nabi Musa berdoa dan Nabi Harun mendengarkan dan mengaminkannya. Lihat Asy-Syarh Al-Mumti’ karya Syaikh Shalih Al-Utsaimin 3/86 dan Majmu’ Fatawa karya Ibnu Taimiyah 23/116-119.
Kedua : Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : “Yang nampak bagi saya bahwa hikmah mengapa doa qunut ditempatkan pada i’tidal sebelum sujud, padahal sujud merupakan tempat dikabulkannya doa sebagaimana yang telah pasti (datangnya dari Rabb-Nya ketika ia sujud), dan (padahal juga) telah pasti benarnya perintah berdoa dalam sujud, (hikmahnya) adalah bahwa yang diinginkan dari qunut nazilah ini, makmum berserikat bersama imam dalam doa walaupun hanya dengan mengaminkan.” Baca : Fathul Bari 2/491.

Mengusap Wajah Setelah Qunut
Imam Abu Daud dalam Masa`il-nya hal. 71 berkata : “Saya mendengar Ahmad ditanya tentang seseorang mengusap wajahnya dengan kedua tangannya bila selesai, maka beliau menjawab : “Saya tidak mendengar tentang itu” dan beliau berkata di kesempatan lain : “Saya tidak mendengar tentangnya suatu (riwayat) apapun”.” Dan (Abu Daud) berkata : “Dan saya tidak melihat Ahmad mengerjakannya.” Dan Imam Malik ditanya tentang seseorang yang mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangannya ketika berdoa maka ia mengingkarinya sembari berkata : “Saya tidak mengetahuinya.” Baca : Mukhtashor Qiyamul Lail karya Muhammad bin Nashr Al-Marwazy hal. 327. Dan berkata Imam Al-Baihaqy dalam Sunan-nya 2/212 : “Adapun mengusapkan kedua tangan ke wajah selepas doa, tidaklah saya menghafal (hal tersebut) dari seorangpun dari para Ulama salaf pada doa qunut.” Dan demikian pula kesimpulan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam Asy-Syarh Al-Mumti’ 4/53-56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...