Sabtu, 05 November 2011

TAFSIR AHKAM TENTANG KIBLAT

I.          PENDAHULUAN

Dan dari mana saja kamu (keluar), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim diantara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku (saja). Dan agar Ku-sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk ( Albaqoroh : 150 ).


Ayat di atas merupakan ayat yang menerangkan tentang kiblat, sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa baitullah ( ka'bah ) kiblat bagi orang yang shalat di Masjidil Haram. Masjidil Haram adalah kiblat bagi orang orang yang shalat di Tanah Haram. Dan Tanah Haram adalah kiblat bagi penduduk bumi bagi umatku yang berada di belahan bumi bagian timur dan bagian barat.


Latar Belakang Masalah
Kiblat adalah arah menuju Ka'bah. Bagi orang islam menghadap kiblat adalah keharusan saat akan melaksanakan sholat, karena Menghadap kiblat adalah salah satu syarat sebelum melaksanakan sholat.
Sehubungan dengan peristiwa berikut, ketika Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memindahkan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka'bah, kaum Musyrikin Mekkah berkata: "Muhammad dibingungkan oleh agamanya. Ia memindahkan arah kiblatnya ke arah kiblat kita. Ia mengetahui bahwa jalan kita lebih benar daripada jalannya.
Pada waktu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. berada di Mekkah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. Tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau diperintahkan oleh Allah untuk mengambil Ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan Ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada Alloh. Untuk persatuan Umat islam, maka Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat.

II.      AYAT TENTANG KIBLAT

1. Al Baqarah: 142
 
Orang-orang yang kurang akalnya di antara manusia akan berkata:` Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya? `Katakanlah:` Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. `(QS. 2:142)

Ayat ini diturunkan di Madinah berkenaan dengan pemindahan kiblat kaum muslimin dari Baitul Maqdis (Masjidil Aqsa) ke Baitullah (Masjidil Haram). Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam. serta kaum muslimin ketika masih berada di Mekkah shalat menghadap Baitul Maqdis sebagaimana yang dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya, akan tetapi beliau mempunyai keinginan dan harapan agar kiblat tersebut pindah ke Kabah yang berada di Masjidil Haram di Mekah. Sebab itu, beliau berusaha menghimpun kedua kiblat itu dengan cara menghadap ke Kabah dan Baitul Maqdis sekaligus, dengan mengerjakan shalat di sebelah selatan Kabah menghadap ke utara, karena Baitul Maqdis juga terletak di utara.
Setelah beliau berhijrah ke Madinah tentulah tidak mungkin lagi untuk berbuat demikian karena Kabah tidak terletak di utara kota Madinah, tidak lagi dalam satu arah dengan Baitul Maqdis. Dengan demikian beliau setelah berada di Madinah hanyalah menghadap Baitul Maqdis saja ketika shalat hal itu berlangsung selama 16 atau 17 bulan, dan beliau berdoa agar Allah menetapkan Kabah menjadi kiblat sebagai pengganti Baitul Maqdis. Beliau menengadahkan wajahnya ke langit menantikan wahyu dari Alah swt. dengan penuh harapan, tanpa mengucapkan sepatah kata pun sebagai salah seorang hamba Allah yang berbudi luhur dan berserah diri kepada Allah subhanahu wata’alaa. Tidak lama kemudian, turunlah ayat ini yang memerintahkan perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Kabah. Dan ayat ini diturunkan pada bulan Rajab tahun kedua hijriah. Ayat ini sekaligus merupakan jawaban terhadap ejekan kaum musyrikin dan terhadap keingkaran orang-orang Yahudi, dan kaum munafikin atas kepindahan kiblat tersebut.
Orang-orang yang mengingkari dan mengejek perpindahan kiblat tersebut, oleh ayat ini dinamakan sebagai "orang-orang yang kurang akal" karena tidak mengetahui persoalan-persoalan yang pokok dalam masalah perpindahan kiblat itu namun mereka telah mencelanya. Mereka tidak menyadari bahwa arah yang empat, yaitu timur, barat, utara dan selatan semuanya adalah kepunyaan Allah subhanahu wata’ala. tidak ada keistimewaan yang satu terhadap yang lain. Dengan demikian, apabila Allah memerintahkan hamba-Nya menghadap ke salah satu arah dalam shalat, maka hal ini bukanlah disebabkan karena arah tersebut lebih mulia dari yang lain, melainkan semata-mata untuk menguji kepatuhan mereka kepada perintah dan peraturan Allah.
Kaum Yahudi, musyrikin dan munafikin yang mengingkari perpindahan kiblat tersebut, disebut sebagai "orang-orang yang kurang akal (sufaha)". Menurut Az-Zujaj, yang dimaksud dengan Sufaha dalam ayat ini ialah orang-orang musyrik Arab. Menurut Mujahid adalah para rahib Yahudi. Sedangkan menurut As-Saddi, mereka adalah orang-orang munafik. Akan tetapi, makna ayat bersifat umum mencakup mereka semua. (Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Juz 2, Sinar Baru algensindo, hal.2)
Mereka menanyakan alasan-alasan perpindahan itu. Dan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. diperintahkan Allah untuk memberikan jawaban kepada mereka dengan mengatakan bahwa semua arah kepunyaan Allah. Apabila Dia menentukan suatu kiblat bagi kaum muslimin, maka hal itu adalah untuk mempersatukan mereka dalam beribadah. Hanya saja orang-orang yang kurang akal telah menjadikan batu-batu dan bangunan-bangunan tersebut sebagai pokok dasar dari agama. Padahal kelebihan dan keutamaan suatu arah bukanlah karena zatnya sendiri, melainkan karena ia telah dipilih dan ditentukan Allah subhanahu wata’ala.
Pada akhir ayat ini, Allah subhanahu wata’ala menegaskan bahwa Allah  memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus. Maka siapa saja yang patuh dan mentaati perintah Allah tentulah akan beroleh petunjuk-Nya untuk mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebaliknya orang-orang yang ingkar dan kufur terhadap agama-Nya tentulah tidak akan memperoleh petunjuk dan hidayah-Nya.
Asbabun nuzul:
Berkata Ibnu Ishaq, "Diceritakan kepada saya oleh Ismail bin Abu Khalid dari Abu Ishak dan Barra, mereka berkata, 'Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. biasa melakukan shalat ke arah Baitul Maqdis dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, 'Sungguh, Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram!'" (Q.S. Al-Baqarah 144). Beberapa orang kaum muslimin berkata, "Kita ingin sekiranya dapat mengetahui bagaimana nasibnya sahabat-sahabat kita yang meninggal sebelum kiblat dipindahkan, begitu pula nasib shalat kita ke arah Baitul Maqdis, maka Allah pun menurunkan firman-Nya, 'Dan tidaklah Allah akan menyia-nyiakan imanmu..'" (Q.S. Al-Baqarah 143). Dan orang-orang bodoh atau kurang akalnya di antara manusia berkata, "Apakah yang menyebabkan mereka berpaling dari kiblat mereka semula?" Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, "Orang-orang yang bodoh atau kurang akalnya di antara manusia akan mengatakan . . (sampai akhir ayat)." (Q.S. Al-Baqarah 142). Banyak dijumpai jalur-jalur seperti itu. Di dalam kedua shahih diterima dari Barra bahwa sebelum kiblat dialihkan, beberapa orang laki-laki telah meninggal dan terbunuh, dan kami tidak tahu apa yang seharusnya diucapkan kepada mereka. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, "Dan Allah tidaklah akan menyia-nyiakan imanmu" (Q.S. Al-Baqarah 143).
Kesimpulannya: Semula Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk menghadap ke Baitul Maqdis. Ketika di Mekkah Nabi Muhammad shalllallahu ‘alaihi wasallam, shalat diantara dua rukun yang menghadap ke Baitul Maqdis, sehingga di depannya juga ada Ka’bah. Setelah hijrah ke Madinah, beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak dapat menghimpun kedua kiblat itu, karena masing-masing berlawanan arah. Kemudian Alloh me-mansukh-kan kiblat Baitul Maqdis dan menyuruh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam menghadap Ka’bah. Demikian keterangan Ibnu Abbas radhiyallohu ‘anhu dan jumhur ulama.
Hal ini di perkuat dengan hadits berikut.
حدّثنا الحسن بن بكر المروزى حدّثنا المعلّى بن منصور حدّثنا عبد الله بن جعفر المحزمى عن عثمان بن محمد الأخنس عن سعيد المقبرى عن ابى هريرة رضي الله تعالى عنه قال : قال رسول الله صلىالله عليه وسلم: ما بين المشرق والمغرب قبلة (رواه الترمذى وقواه البخارى)
Artinya : ”Bercerita Hasan bin Bakar al-Maruzy bercerita al-Ma’ally bin Manshur bercerita Abdullah bin Ja’far al-Mahzumy dari Utsman bin Muhammad al-Akhnas dari Sa’id al-Maqbury dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘.anhu berkata : Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :“Arah yang ada di antara Timur dan Barat adalah Kiblat” (HR. Tirmidzi dan dikuatkan oleh Bukhari).

2. Al Baqarah 143

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (QS. 2:143)

Umat Islam adalah umat yang mendapat petunjuk dari Allah subhanahu wata’ala sehingga mereka menjadi umat yang adil dan pilihan dan akan menjadi saksi atas keingkaran orang-orang yang kafir. Umat Islam harus senantiasa menegakkan keadilan dan kebenaran serta membela yang haq dan melenyapkan yang bathil.
Mereka dalam segala aspek persoalan hidup berada di tengah-tengah antara orang-orang yang mementingkan kebendaan dalam penghidupannya seperti orang-orang Yahudi, Musyrikin serta orang-orang yang tidak beragama, dan orang-orang yang hanya mementingkan kerohanian saja seperti orang-orang Nasrani, Sabi'in dan orang-orang Hindu.
Dengan demikian maka umat Islam menjadi saksi yang adil dan terpilih atas keterlaluan orang-orang yang bersandar pada kebendaan itu, yang melupakan hak-hak ketuhanan dan cenderung kepada memuaskan hawa nafsu dan jadi saksi pula terhadap orang-orang yang berlebih-lebihan dalam soal agama sehingga melepaskannya dari segala kenikmatan jasmani dengan menyiksa diri dan menahan dirinya dari kehidupan yang wajar. Maka umat Islam menjadi saksi atas mereka semuanya karena sifatnya yang adil dan terpilih dan dalam melaksanakan hidupnya sehari-hari.
Demikian pula Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. menjadi saksi bagi umatnya bahwa umatnya itu sebaik-baik umat yang diciptakan untuk memberi petunjuk kepada manusia dengan amar maruf dan nahi munkar. Kemudian Allah menjelaskan bahwa perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Kabah itu adalah untuk menguji manusia, siapa di antara mereka yang benar-benar beriman dan mengikuti perintah Rasul dan siapa pula yang lemah imannya serta berbelok dari jalan yang lurus. Memang pemindahan kiblat itu dirasakan sangat berat oleh orang yang fanatik kepada kiblat yang pertama, karena manusia pada umumnya sulit untuk merubah dan meninggalkan kebiasaannya. Tetapi orang-orang yang mendapat petunjuk dari Allah dengan mengetahui hukum-hukum agamanya dan rahasia syariatnya, mereka sadar bahwa melaksanakan ibadah dengan menghadap kiblat itu adalah semata-mata karena perintah Allah.
Untuk menghilangkan keragu-raguan dari sebagian kaum muslimin tentang pahala shalatnya selama mereka menghadap ke Baitul Maqdis dulu, maka Allah menerangkan bahwa Dia sekali-kali tidak akan menyia-nyiakan iman dan amal orang-orang yang mematuhi Rasul karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Asbabun Nuzul:
Berkata Ibnu Ishaq, "Diceritakan kepada saya oleh Ismail bin Abu Khalid dari Abu Ishak dan Barra,”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melakukan shalat ke arah Baitul Maqdis dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya “Sungguh, Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidilharam! (Q.S. Al-Baqarah 144). Beberapa orang kaum muslimin berkata, "Kita ingin sekiranya dapat mengetahui bagaimana nasibnya sahabat-sahabat kita yang meninggal sebelum kiblat dipindahkan, begitu pula nasib shalat kita ke arah Baitul Maqdis, maka Allah pun menurunkan firman-Nya, Dan tidaklah Allah akan menyia-nyiakan imanmu.. (Q.S. Al-Baqarah 143). Di dalam kedua shahih diterima dari Barra bahwa sebelum kiblat dialihkan, beberapa orang laki-laki telah meninggal dan terbunuh, dan kami tidak tahu apa yang seharusnya diucapkan kepada mereka. Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, "Dan Allah tidaklah akan menyia-nyiakan imanmu" (Q.S. Al-Baqarah 143).

4. Al Baqarah: 144
  
Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(QS. 2:144)
Sebagaimana telah diterangkan dalam riwayat tentang sebab turunnya ayat tersebut di atas, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ingin sekali supaya kiblat itu ditetapkan Allah ke arah Kabah, oleh sebab itu beliau sering menengadahkan wajahnya ke langit menantikan wahyu yang akan memerintahkan perpindahan kiblat itu. Maka turunlah ayat ini menetapkan perpindahan kiblat tersebut dari Baitul Maqdis ke Kabah. Di sini disebutkan arah Masjidil Haram, bukan Kabah sebagai isyarat yang membolehkan kita menghadap "ke arah Kabah" pada waktu shalat apabila Ka’bah itu jauh letaknya dari kita dan tidak dapat dilihat.
Jadi tidak diwajibkan menghadap ke Kabah itu sendiri, kecuali orang-orang yang dapat melihatnya. Dengan demikian maka seluruh kaum muslimin di berbagai penjuru bumi wajib menghadap "ke arah Kabah" dalam shalat.
Pemindahan kiblat ke Kabah itu adalah ketetapan yang benar dari Allah, tetapi mereka itu membantah kebenaran ini, bahkan mereka menimbulkan fitnah dan menyebarkan keragu-raguan di antara orang-orang Islam yang lemah imannya.
Asbabun Nuzul:
Berkata Ibnu Ishaq, "Diceritakan kepada saya oleh Ismail bin Abu Khalid dari Abu Ishak dan Barra, katanya, 'Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa melakukan shalat ke arah Baitul Maqdis dan sering melihat ke langit menunggu perintah Allah.' Maka Allah pun menurunkan firman-Nya “Sungguh, Kami sering melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkanmu ke arah kiblat yang kamu sukai. Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram!(Q.S. Al-Baqarah 144).

4. Al Baqarah: 148

Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. 2:148)
Setiap umat mempunyai kiblat masing-masing. Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihissalam. menghadap ke Kabah. Bani Israil menghadap ke Baitul Maqdis dan orang-orang Nasrani menghadap ke timur. Yang prinsip di sini ialah beriman kepada Allah dan mematuhi segala perintah-Nya. Karena Allah telah memerintahkan supaya kaum muslimin menghadap ke Kabah dalam shalat, fitnahan dan cemoohan dari orang-orang yang ingkar itu tidak perlu dilayani, tetapi hendaklah kaum muslimin bekerja dengan giat, beramal, bertaubat dan berlomba-lomba membuat kebajikan. Allah nanti akan menghimpun sekalian manusia untuk menghitung dan membalas segala amal perbuatannya, dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu; tidak ada yang melemahkannya untuk mengumpulkan seluruh manusia pada hari pembalasan.
Al-Aufi meriwayatkan dari Ibnu Abbas, yang dimaksud dengan pengertian “tiap-tiap umat mempunyai kiblatnya yang ia menghadap kepadanya” ialah semua pemeluk agama. Dengan kata lain, tiap-tiap kabilah mempunyai kiblatnya sendiri yang disukainya, dan kiblat yang diridhai Allah ialah kiblat yang orang-orang mukmin menghadap kepadanya.
Abul Aliyah mengatakan bahwa orang-orang Yahudi mempunyai Kiblatnya sendiri yang mereka menghadap kepadanya, dan orang-orang Nasrani mempunyai kiblatnya sendiri yang mereka menhghadap kepadanya. Allah memberikan petunjuk kepada kalian, hai umat Muhammad, kepada kiblat yang merupakan kiblat sesungguhnya.
Telah diriwayatkan dari Mujahid, Ata, Ad-Dahhak, Ar-Rabi’ ibnu Anas, dan As-Saddi hal yang semisal dengan pendapat Abul Aliyah tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Juz 2, Sinar Baru algensindo, hal.35)

5. Al Baqarah : 150
 
Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk,(QS. 2:150)
Perintah untuk menghadap ke arah Masjidil Haram diulangi dalam ayat ini untuk menjelaskan, bahwa perintah itu bersifat umum untuk seluruh umat, masa dan tempat dan karena sangat penting serta karena ada hikmah yang terkandung di dalamnya yaitu agar tidak ada lagi alasan bagi ahli kitab, kaum musyrikin dan munafikin untuk menentang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam persoalan pemindahan kiblat. Begitu pula kaum musyrikin berpendapat bahwa nabi dari keturunan Ibrahim itu akan datang menghidupkan agamanya sehingga tidaklah pantas apabila berkiblat kepada selain Ka’bah yang telah didirikan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihissalam.
Dengan demikian maka batallah alasan-alasan para ahli kitab dan kaum musyrikin itu. Orang-orang zalim di antara mereka yang melontarkan cemoohan dan bantahan-bantahan tanpa alasan yang berdasarkan akal sehat dan keterangan dari wahyu tidak perlu dipikirkan  dan dihiraukan. Adapun cemoohan mereka itu adalah sebagai berikut:
Orang-orang Yahudi berkata, "Tiadalah Muhammad itu berpindah kiblat ke Ka’bah, melainkan karena kecenderungan kepada agama kaumnya dan kecintaan kepada negerinya; sekiranya dia berada di atas kebenaran, tentulah ia akan tetap berkiblat ke kiblat para nabi sebelumnya."
Orang-orang musyrikin berkata, "Ia telah kembali kepada kiblat kita dan akan kembali kepada agama kita."
Dan orang-orang munafikin berkata, "Berpindah-pindah kiblat itu menunjukkan bahwa Muhammad dalam keragu-raguan dan tidak berpendirian."
Demikianlah alasan-alasan yang dibuat-buat oleh penentang-penentang agama Islam di waktu itu.

Asbabun Nuzul:
Dan diketengahkan oleh Ibnu Jarir dari jalur Sadiy dengan isnad-isnadnya berkata, "Tatkala kiblat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dipalingkan ke Ka’bah setelah sebelumnya menghadap ke Baitul Maqdis, orang-orang musyrik warga Mekah berkata, 'Agamanya telah membingungkan Muhammad, hingga sekarang ia berkiblat ke arahmu dan menyadari bahwa langkahmu lebih memperoleh petunjuk dari pada langkahnya, bahkan ia telah hampir masuk ke dalam agamamu.' Maka Allah pun menurunkan firman-Nya, 'Agar tak ada alasan bagi manusia untuk menyalahkanmu ...." (Q.S. Al-Baqarah 150).


PENUTUP

Dari uraian tersebut, dapat ditarik beberapa kesimpulan, diantaranya adalah sebagai berikut :
1.   Mereka yang menentang dan mempertanyakan tentang perpindahan kiblat, tiada lain hanya kebodohannya serta tidak mau menggunakan akal sehatnya.
2. Semua arah mata angin adalah milik Allah. Oleh sebab itu perpindahan arah kiblat tidak perlu dipertentangkan.
3.  Umat Muhammad adalah umat yang paling mulia. Karena itu, Allah subhanahu wata’ala memilihnya sebagai saksi atas umat-umat sebelumnya kelak di hari kiamat.
4.      Salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap ke arah kiblat. Namun, mengenai menghadap ke arah ka'bah para ulama' berbeda pendapat.
5.      Dalam menghadapi berbagai masalah, diperlukan suatu persiapan yang matang. Sebab Allah sendiri telah mendidik hamba Nya untuk menghadapi kaum yang bodoh dan pembangkang dengan memberikan persiapan persiapan.


DAFTAR PUSTAKA:

1.      Tafsir Ibnu Katsir, Al-Imam abul Fida Isma’il Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi, Sinar Baru algensindo
2.      Terjemah singkat Tafsir Ibnu Katsir, PT. Bina Ilmu.
3.    http://ammaghfur.blogspot.com
 4.   http://c.1asphost.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...