Senin, 09 Januari 2012

Teori Maslahat

Oleh : AM Bambang Prawiro


Islam sebagai agama universal memiliki sumber-sumber hukum yang tidak lekang oleh zaman dan tidak surut oleh waktu, hukum-hukum Islam senantiasa up to date di segala tempat dan masa. Kekekalan hukum Islam tercermin dari sifat-sifat hukumnya yang elastis dan fleksibel dalam menerima perubahan zaman.[1] Dalam hal ini bukan berarti hukum Islam mengikuti perkembanagn zaman dalam makna negative, namun perubahan zaman akan selalu dicounter oleh hukum Islam. Selama perubahan tersebut bukan berkaitan dengan hal-hal yang prinsip maka Islam dapat menerimanya.
Komponen hukum Islam dapat dilihat dari sumber-sumber hukum Islam yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah, walaupun keduanya telah berhenti dan tidak ada tambahan lagi, namun interpretasi terhadap keduanya terus berkembang. Dalam hal ini penggalian hukum-hukum di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah terus dilakukan oleh para cendekiawan muslim.
Selain itu dalam Islam juga mengenal istilah dalail al-ahkam (dalil/hujjah) hukum Islam, yang terdiri dari Ijma’, Qiyas, ‘Urf, Istishab, istihsan, Syar’u man qablana dan istislah. Kesemua dalil hukum tersebut menjadi penopang bagi eksistensi hukum Islam. Selain itu dalam Islam juga dikenal apa yang disebut dengan tujuan hukum Islam (maqashid As-Syari’ah) yaitu pemeliharaan terhadap, harta, jiwa, akal, keturunan dan agama yang dikenal dengan istilah hifdz al-mal, hifdz an-nafs, hifdz al-‘aql, hifdz an-nasb dan hifdz ad-din.
Mashalahah sebagai salah satu dari komponen hukum Islam memiliki posisi strategis dalam rangka pengembangan system hukum Islam. Sebagai kaidah ‘ammah ia harus dapat dirinci sehingga mampu menjawab setiap permasalahan yanga ada. Selain itu perumusan terhadap kaidah ini juga menjadi acuan penetapan hukum Islam kontemporer.
Bagaimana system kerja mashlahah menjawab problema mutakhir? Serta apa landasan filosofi bagi kaidah ini? Makalah ini akan membahas secara mendalam kaidah ini ditinjau dari nilai-nilai filosofi dan nilai-nilai kemanusiaan.  


A.    Sumber dan Dalil Hukum Islam
Menurut Kamus Bahasa Indonesia kata "sumber" berarti tempat keluar mata air, mata air, sumur, bahan yang dapat digunakan manusia untuk memenuhi keperluan hidupnya, atau segala sesuatu yang digunakan untuk mencapai hasil dan asal dari sesuatu (yang mempunyai makna banyak).[2] Sementara dalam bahasa Arab istilah sumber hukum Islam mempunyai beberapa penyebutan, diantaranya adalah  أصول الأحكام  ushul al-ahkam (dasar hukum), مصادر الأحكام  mashadir al-ahkam (sumber-sumber hukum) dan  دليل dalil, ketiganya memiliki makna yang hampir sama (muradif). Kata “Sumber-sumber hukum Islam” merupakan terjemah dari lafadz   مصادر الأحكام  (mashadir al-ahkam). Istilah ini kurang populer di kalangan ulama fiqh klasik, mereka lebih sering menggunakan istilah dalil-dalil syariat  الأدلة الشرعية  al-adilah asy-syar'iyyah.
Kata "sumber hukum" hanya berlaku pada Al-Qur'an dan Al-Sunnah, sedangkan "dalil-dalil hukum" adalah merupakan alat (metode) dalam menggali hukum-hukum dari kedua sumber hukum Islam.[3] Secara etimologi kata  مصدر  “mashdar” adalah bentuk mufrad, dalam bentuk jama'  االمصادر   (al-mashadir) berarti wadah yang dari padanya digali norma-norma hukum tertentu,  dikatakan   المصادر الشرعية  yaitu rujukan utama dalam menetapkan hukum Islam, yaitu Al-Qur'an dan Al-Sunnah.[4]
Sedangkan الدليل ad-dalil merupakan petunjuk yang membawa kita menemukan hukum tertentu. Kata dalil adalah kata dalam bentuk tunggal (mufrad) الدليل   (al-dalil) bentuk jama'nya adalah الأدلة  (al-adilah). Dalil menurut bahasa adalah :
الهادي إلى أي شيء حسي أو معنوي
Petunjuk jalan kepada segala sesuatu baik yang sifatnya real/nyata atau bersifat maknawi/abstrak.[5] Hamd bin Hamdi Al-Sha'idy menyatakan bahwa الدليل ad-dalil secara bahasa  bermakna المرشد   al-mursyid (petunjuk).[6] Sedangkan secara istilah  الدليل al-dalil bermakna :
ما يستدل بالنظر الصحيح فيه على حكم الشرع عملي على سبيل القطع او الظن.
"Setiap sesuatu yang menunjukan kepada kebenaran pada hukum syar'i yang bersifat amali dengan mengambil sandaran yang qath'i ataupun yang dhanny."[7] Sebagian ulama ushul mendefinisikan dalil dengan "Setiap sesuatu yang disandarkan padanya hukum syar'i dengan menyandarkannya kepada dalil yang qath'i", adapun jika sandaran tersebut bersifat dzanny maka hanya sebuah isyarat saja bukan dalil.
Nasrun Haroen mencatat “Dalam bahasa Arab yang dimaksud dengan sumber adalah masdar, yaitu asal dari segala sesuatu dan tempat yang merujuk segala sesuatu.”[8] Dari sini menunjukan bahwa sumber hukum Islam adalah setiap nash atau pedoman yang digunakan dalam menyandarkan segala bentuk amalan-amalan atau suatu hukum dalam Islam.
Telah menjadi kesepakatan (ijma') para ulama dan seluruh kaum muslimin bahwa sumber hukum Islam adalah Al-Qur'an dan Al-Hadits, hal ini sebagaimana yang termaktub dalam QS Al-Nisaa ayat 59 :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا اللهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُوْلِى اْلأَمْرِ مِنكُمْ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً  
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnah), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'dy menyatakan bahwa dalam ayat ini Allah ta'ala memerintahkan kita untuk taat kepadaNya, lalu kepada RasulNya dan ulil amri. Jika terjadi permasalahan pada suatu masalah baik dalam masalah ushul maupun furu' hendaknya dikembalikan kepada Allah dan RasulNya yaitu kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan Al-Sunnah (Al-Hadits), Pada keduanya terdapat pemutus dari setiap masalah khilafiyah. Karena Kitabullah dan sunnah RasulNya adalah pondasi bagi bangunan dien, maka tidak akan tegak iman kecuali dengan keduanya dan mengembalikan masalah kepada keduanya adalah syarat iman.[9] 
Sedangkan hadist Nabi yang menunjukan bahwa Al-Qur'an dan Al-Hadits adalah sumber hukum Islam adalah riwayat yang dibawakan oleh Imam Ahmad dan Abu Daud :
عَنِ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ الْكِنْدِيِّ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْقُرْآنَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ
Dari Miqdam bin Ma'di Kariba Al-Kindy dia berkata bahwa Rasulullah bersabda “Sesungguhnya telah diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya (Al-Sunnah) ketahuilah sungguh telah diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya (Al-Sunnah). HR Ahmad no. 16546.
Dalam hadits ini Rasululah menyebutkan bahwa beliau diberikan Al-Qur'an sebagai pedoman hidup dan sumber hukum bagi setiap permasalahan yang ada. Selain itu beliau juga diberikan sesuatu yang serupa dengan Al-Qur'an yaitu Al-Sunnah  sebagai pelengkapnya. Dalam riwayat yang lain teksnya adalah : 
عَنْ الْمِقْدَامِ بْنِ مَعْدِي كَرِبَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ أَلَا إِنِّي أُوتِيتُ الْكِتَابَ وَمِثْلَهُ مَعَهُ أَلَا يُوشِكُ رَجُلٌ شَبْعَانُ عَلَى أَرِيكَتِهِ يَقُولُ عَلَيْكُمْ بِهَذَا الْقُرْآنِ فَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَلَالٍ فَأَحِلُّوهُ وَمَا وَجَدْتُمْ فِيهِ مِنْ حَرَامٍ فَحَرِّمُوهُ أَلَا لَا يَحِلُّ لَكُمْ لَحْمُ الْحِمَارِ الْأَهْلِيِّ وَلَا كُلُّ ذِي نَابٍ مِنْ السَّبُعِ
Dari Miqdam bin Ma'di Karaba Dari Rasulullah bahwa beliau bersabda sungguh telah diberikan kepadaku Al-Kitab (Al-Qur'an) dan yang semisalnya bersamanya (Al-Sunnah)...HR Abu Daud, Kitab Al-Sunnah no. 3988.
Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah pedoman pokok dalam menyelesaikan hukum-hukum yang dihadapi oleh manusia, hal ini seperti  wasiat Nabi Shalallahu Alaihi Wa Salam kepada kita dalam sebuah hadits:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ تَرَكْتُ فِيكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ اللَّهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda “Telah aku tinggalkan dua perkara, maka kalian tidak akan tersesat selama-lamanya jika kalian berpegang teguh kepada keduanya yaitu kitabullah dan sunnah NabiNya. HR. Malik no. 1395.[10]
Kesimpulan dari hadits-hadits tersebut adalah bahwa Al-Qur'an dan Al-Sunnah adalah sumber hukum Islam yang telah disepakati oleh seluruh umat Islam dan tidak ada perselisihan padanya. Keduanya merupakan pondasi bagi permasalahan-permasalahan hukum yang tidak ada nashnya.
Sedangkan dalil hukum Islam yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah ijma, qiyas, istihsan, maslahat mursalah, 'urf, pendapat shahabat, istishab, sad adz-dzara'i dan syar'u man qablana (syariat umat sebelum kita).[11]
Dari pembahasan tentang sumber hukum Islam dapat disimpulkan bahwa sumber hukum yang disepakati oleh umat Islam adalah Al-Qur'an dan Al-Sunnah, sedangkan yang disepakati oleh jumhur al-ulama adalah Ijma dan Qiyas, adapun yang masih diperselisihkan oleh para ulama adalah istihsan, maslahat mursalah, 'urf, pendapat shahabat, istishab, sad al-dzara'i dan syar'u man qabalana (syariat umat sebelum kita).


[1] Abdul Halim Uways, Fiqih Statis dan Fiqih Dinamis, Pustaka Hidayah : Bandung, cet. I tahun 1998, hal.  
[2] Ahmad A.K. Muda, Kamus Lengkap Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Reality Publiser,  hlm. 508.  
[3] Fathurrahman Jamil, Filsafat Hukum Islam, hlm. 82.
[4] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, hlm. 15.
[5] Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh, hlm. 19.
[6] Hamd bin Hamdi As-Sha'idy, Muwazanah Baina Dalalah An-nash Wa Al-Qiyas Al-Ushuly Wa atsaru Dzalika 'Ala Furu' Al-Fiqhiyah, Mesir : Dar Al-Harir li thiba'ah, 1993, hlm. 17. 
[7] Abdul Wahhab Khalaf, Ilmu Ushul Al-Fiqh, hlm. 19.
[8] Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I, hlm. 15.
[9] Abdurrahman bin Nashir Al-Sa'dy,  Taisir Karimi Rahman fi Tafsir Kalam Al-Manan, Jum’iyah Ihya Al-Turats Al-Islami : Kuwait, 2003. hlm. 228.
[10] Malik bin Anas, Al-Muwatha, Kuwait : Jamiyyah Ihya At-turats Al-Islamy, 1998, hlm. 321.
[11] Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, Jakarta : Bulan Bintang : tt, hlm. 54. lihat Hamd bin Hamdy Ash-Sha'idy, Muwazanah baina Dalalah An-nash wa Al-Qiyash Al-ushuly, hlm. 56. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...