Senin, 27 Februari 2012

Kiat Menulis Skripsi & Tesis : Ikhlas


Oleh : Fathul Khotimah, M.Pd.I

                                             
Kekuatan, semangat, motivasi, adalah lahir dari niat awal ketika ingin mengerjakan suatu aktivitas. Apapun hasil akhir dari karya nyata yang dihasilkan, itulah yang terbaik apabila dilalui dengan proses dan prosedur yang semestinya harus dilalui. Niat pula yang kelak akan menentukkan hasil dari karya seseorang, baik dan buruk hasil karya akan didominasi oleh niat awalnya.
عَنْ أمِريْر اْلمُؤ مِنِيْنَ أبِيْ حَفْصِِ عُمَرَبْنِ الخطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, قالَ: سَمِعْتُ رَسُوْ لَ الله (ص) يَقوْلُ: اِنَّمَااْلاَ عْمَالُ بَالنِّيَا تِ وَإنَّمَا لِكُلِّ امْر ىِِ مَا نَوَى. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلىَ اللهِ وَرَسُوْلِهِ , فَهِجْرَتُهُ إلَىاللهِ وَرَسُوْلِهِ. فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُ نْيَا يُصِيْبُهَا أومْرَأَ ةِِ يَنْكِحُهَا , فَهِجْرَتُهُ إلَى مَاهَا جَرَ إلَيْهِ.   ( روه بخارى و مسلم)        
”Segala amal itu targantung niatnya, dan setiap orang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Maka barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya itu kepada Allah dan Rasul-Nya. Barang siapa hijrahnya itu karena kesenangan dunia atau karena seorang wanita yang akan dikawininya, maka hijrahnya itu kepada apa yang ditujunya”. (HR. Bukhari Muslim)
Pada kalimat ”segala amal hanya menurut  niatnya” yang dimaksud dengan amal di sini adalah semua macam amal yang dibenarkan syariat. Maksudnya, segala macam amal yang dibenarkan syariat yang dilakukan tanpa niat, menjadi tidak bernilai apa-apa.
Niat seseorang itu sebagai penyempurna, maksudnya amal atau aktivitas itu akan menjadi sempurna apabila disertai dengan niat.
Dengan niat yang tertancap serta azam yang kuat, seseorang bisa melalui kesulitan demi kesulitan yang datang bertubi, apapun sifat dan bentuk dari tantangan tersebut serta tidak akan cepat putus asa apabila menghadapi kesulitan.
Al-kisah dua orang murid yang hendak memuliakan gurunya. Murid pertama, punya niat ingin sekali memberi bingkisan untuk sang guru sebagai hadiah. Akan tetapi ia sempat bingung, kira-kira bingkisan apa yang pas yang akan diberikan untuk sang guru, karena ia tergolong orang yang kurang mampu. Akhirnya ia ingat bahwa di rumahnya ia memiliki singkong.
Kemudian, berangkatlah ia ke rumah sang guru sambil membawa singkong. Setelah ia bertemu dengan sang guru dan berbincang, ia minta pamit pulang. Gurunya pun hendak memberi hadiah pula kepada murid tersebut dengan seekor kambing. Akhirnya ia pulang dengan membawa kambing hadiah dari gurunya.
Di perjalanan pulang, ia bertemu dengan temannya yang sama-sama murid dari satu guru tadi. Ia ditanya sama temannya, ”Dari mana kamu?”  ”Kok pulang bawa kambing?”  lalu jawab murid pertama ”Aku baru saja pulang silaturahim dari rumah guru kita”. Lalu ia ditanya kembali. ”Memangnya kamu bawa apa tadi ke sana, kok dibawain seekor kambing?” murid pertama menjawab, ”Aku ke rumah beliau membawa singkong”. Kemudian berlalulah keduanya.
Murid kedua berpikir-pikir dalam benaknya, ”Bawa singkong berbuah kambing, kalau begitu, aku harus datang ke rumah guru dan membawa hadiah yang lebih baik dari singkong, supaya aku dapat hadiah yang lebih baik dari kambing”.  
Berangkatlah murid tersebut ke rumah gurunya dengan membawa martabak dan kue-kue lain yang tergolong mahal, (murid ke dua ini tergolong orang berada dari sisi ekonomi). Setelah sampai di rumah sang guru bercerita laiknya orang bertamu lainnya. Singkat cerita ia pamit pulang kepada sang guru. Sang guru pun sama memberikan hadiah pada murid ke dua ini. Murid ini diberi hadiah oleh sang guru dengan membawa pulang singkong yang dihadiahkan dari murid pertama tadi. Kemudian  pulanglah murid ke dua ini sambil menyesali dirinya, yang tadinya berharap mendapatkan yang lebih baik dari kambing.
Kita bisa lihat dan mengambil pelajaran dari kisah di atas. Betapa keduanya sama-sama memberi hadiah kepada guru mereka. Keduanya sama-sama datang ke rumah sang guru. Akan tetapi kedua murid tersebut memiliki dua kepentingan yang berbeda. Yang pertama memiliki rasa semata-mata memberi tanpa pamrih, sedangkan yang kedua memiliki rasa pamrih dari pemberiannya, sekalipun pemberiannya itu secara kasat mata lebih baik dari yang pertama. Akan tetapi di sinilah makna dari keutamaan niat yang ikhlas dari awal. Betapapun sulit dikerjakan mengingat kondisi yang tidak memungkinkan, akan tetapi apabila memiliki niat yang baik dan keyakinan mendalam akan balasan yang lebih baik hanya dari Allah SWT bukan dari yang lainnya.
Hendaknya setiap muslim memiliki keyakinan bahwa dalam beraktivitas sehari-hari tancapkanlah dalam-dalam di relung hati bahwa ”saya bekerja, dihargai maupun tidak dihargai, saya tetap hamba Allah SWT. Dengan demikian makna niat yang baik dan ikhlas tidak mempengaruhinya dari fluktuasi penghargaan dari manusia, ia akan bekerja secara stabil karena ia yakin betul akan balasan yang setimpal dari Rabbnya, serta etos kerjanya tidak tertumpu pada fluktuasi penghargaan manusia pada dirinya, yang apabila tidak mendapat penghargaan manusia ia hanya akan membawa kekecewaan dan stres belaka, na’udzubillah.  
 Demikian halnya dengan ilmuan Islam, hendaknya menjadikan aktivitas penelitiannya semata-mata untuk mendekatkan diri pada Sang Penciptanya. Mempersembahkan penelitiannya untuk kepentingan umat manusia, karenanya penelitian hendaknya dilakukan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan dalam masyarakat keilmuan yang berlaku.
         Dengan begitu akan terhindar dari praktek-praktek plagiarisme dalam penelitian. karena dalam pribadi para ilmuan muslim telah tertanam jauh di lubuk hatinya dan telah dinyatakan setiap harinya sebanyak lima kali yaitu dengan kalimat:
اِ نَّ صَلا ةِ وَنُسُكِى وَ مَحْيَا يَ وَ مَمَاتِ لِ اللهِ رَبِّ ا ْلعَالَمِيْن  
Sesungguhnya shalatku, dan ibadahku, dan hidupku, dan matiku hanya untuk Rabb sekalian alam”.
         Kalimat di atas mengandung makna yang mendalam. Dalam kata ”hidupku” yang dimaksud adalah segala aktivitas hiruk-pikuk kehidupan dari yang terkecil sampai yang terbesar adalah muaranya hanya teruntuk Allah SWT. Betapapun padatnya aktivitas yang dijalaninya, namun apabila di dalamnya tidak ada unsur dan nilai ibadah semua akan sia-sia. Karenanya segala aktivitas hendaknya niatkan untuk ibadah dan ketaatan pada Tuhan.
         Kalimat di atas merupakan keharusan yang melandasi seluruh aktivitas kehidupan termasuk civitas akademika setiap ilmuan Muslim.   
         Adapun apabila mendapatkan penghargaan dari penelitiannya atau mendapat nobel atau sejenisnya..hal itu lebih dikarenakan sebagai imbas dari hasil kerjanya yang benar.
         Begitu pentingnya makna niat ikhlas, sehingga para ulama tidak jarang yang menulis buku karangannya mengawalinya dengan menuliskan hadits ini.
         Diharapkan dengan mengawali menulis hadits tersebut dalam  buku kecil ini, akan meluruskan niat para peneliti khususnya para peneliti muslim. Bahwa hanya dengan memiliki niat yang ikhlas, apapun proses yang akan dilalui sekalipun kesulitan dalam penelitian nanti, ia akan terus membobol kesulitan tersebut sampai mendapatkan kesuksesan dalam penelitiannya, dengan bekal niat yang ikhlas, ketaatan dan ketundukan penuh hanya pada Allah SWT, serta memiliki tanggung jawab moral yang tinggi di tengah-tangah masyarakatnya.   


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...