Senin, 21 Mei 2012

Posisi Zakat dalam Ekonomi Islam


Oleh : Sholikha Oktavi
 
Dilihat dari kacamata ekonomi, sepintas zakat merupakan pengeluaran (konsumsi) bagi pemilik harta sehingga kemampuan ekonomis yang dimilikinya berkurang. Namun logika tersebut dibantah oleh Allah swt., melalui kitab suci Al-Quran yang menyatakan bahwa segala macam bentuk pengeluaran yang ditujukan untuk mencapai keridhaan Allah, akan digantikan dengan pahala (harta sejenis maupun kebaikan yang lain) yang berlipat (QS. Al-Baqarah [2]:251 dan QS. Ar-Ruum [30]:39).
Kaitannya dalam ekonomi Islam, zakat merupakan sistem dan instrumen orisinil dari sistem ekonomi Islam sebagai salah satu sumber pendapatan tetap institusi ekonomi Islam (baitul maal). Dalam literatur sejarah peradaban Islam, zakat bersama berbagai instrumen ekonomi yang lain seperti wakaf, infak/sedekah, kharaj (pajak), ushur dan sebagainya senantiasa secara rutin mengisi kas Negara untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Kedudukan zakat yakni menjamin tercukupinya kebutuhan minimal kaum lemah (mustadh’afiin) sehingga tetap mampu mengakses perekonomian. Melalui akses ekonomi tersebut, zakat secara langsung telah menjamin keberlangsungan pasar. Dengan sendirinya, produksi bahan-bahan kebutuhan tetap berjalan dan terus membukukan keuntungan. Dan perlu dicatat bahwa produsen tersebut pada umumnya adalah mereka yang memiliki status sebagai muzakki.
Dari mekanisme ekonomi seperti di atas-lah, maka kemudian secara filosofis zakat diartikan sebagai berkembang. Belum lagi, zakat juga memiliki potensi yang besar untuk merangsang mustahik untuk keluar dari keterpurukan menuju kemandirian. Dengan kata lain, zakat, jika dikelola dengan baik dan professional oleh lembaga-lembaga (amil) yang amanah, memiliki potensi mengubah mustahik menjadi muzakki atau bermental muzakki atau minimal tidak menjadi mustahik lagi. Dalam konteks Indonesia, implementasi zakat dalam perekonomian sangat relevan terutama jika dikaitkan dengan upaya pengentasan kemiskinan (yang juga merupakan golongan yang berhak menerima zakat) yang terus-menerus diupayakan oleh pemerintah.
Dilihat dari aspek ibadah, zakat memiliki posisi yang sangat vital karena merupakan salah satu dari rukun Islam yaitu merupakan rukun islam yang ketiga. Konsekuensi logis dari posisi ini adalah zakat merupakan kewajiban bagi umat Islam yang jika ditinggalkan menyebabkan pelakunya akan menanggung beban dosa. Dari penjelasan yang terdapat dalam sumber-sumber hukum agama Islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits mengisyaratkan secara tegas bahwa orang-orang yang menahan hartanya dari membayar zakat akan mendapat balasan yang berat. Sejarah mencatat, pada masa khalifah Abu Bakar as-Shidiq ra., orang-orang yang tidak membayar zakat dihukum berat dengan cara diperangi.
3.2.Peran Zakat Bagi Kehidupan Bermasyarakat
Potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 9,1 triliun per tahun. Tetapi yang berhasil dihimpun tak sampai dari 1 trilliun. Mengarah pada revisi UU Pengelolaan Zakat, campur tangan pemerintah sangat diperlukan untuk bisa merealisasikan perolehan zakat yang monumental. (Riyadi, 2009). Apalagi supaya peran zakat dalam penanggulangan kemiskinan dapat dioptimalkan. Hafidhuddin (2009) menegaskan bahwa zakat sebagai instrument pembangunan ekonomi dan pengentasan kemiskinan umat memiliki banyak keunggulan dibandingkan instrument fisik lainnya.
Sebelum berbicara tentang bagaimana mengotimalisasi peran zakat bagi ummat, disini akan dijelaskan lebih lanjut peran zakat bagi kehidupan bermasyarakat diantaranya :
1. Zakat sebagai alat distribusi pendapatan
Zakat merupakan kewajiban bagi setiap individu untuk mendistribusikan kelebihan kekayaan yang dimilikinya kepada orang lain yang lebih membutuhkan. Mekanisme distribusi pendapatan dalam Islam dilekatkan kepada kewajiban orang kaya (muzakki) dengan insentif yang sangat besar, baik di dunia maupun di akhirat. Allah menjamin bahwa dengan membayar zakat (sedekah) tidak akan membuat orang miskin, bahkan hartanya di sisi Allah akan di lipat gandakan (QS 2: 276). Kepahaman masyarakat terhadap ajaran Islam akan mendorong pada mekanisme pembayaran zakat ini meskipun peran pemerintah sangatlah kecil. (Suseno, 2009)
Oleh karena itu, dengan adanya sistem ekonomi islam ini tidak akan ada yang namanya ‘yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin’. Zakat akan membuat seorang yang kaya makin kaya dan yang miskin berubah menjadi kaya. Begitulah pemahaman yang seharusnya dipahami oleh setiap muslim.
Kehadiran Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) baik di pusat maupun di daerah telah menjadi salah satu pendorong terciptanya distribusi pendapatan yang merata antara muzakki dan mustahik. Adanya OPZ ini juga mendorong perubahan paradigma penyaluran zakat yang semula terbatas pada pemenuhan kebutuhan hidup yang cenderung konsumtif, bergeser sebagian menjadi pemberdayaan ekonomi yang sifatnya produktif. (Laela dan Baga, 2011)
Kajian yang dilakukan oleh Laela dan Baga (2009) terhadap responden masyarakat miskin yang telah mengikuti program pemberdayaan ekonomi (PE) selama enam bulan dan mengalami peningkatan pendapatan perbulannya. Dari 5.594 orang populasi peserta PE, diambil 385 sampel secara purposive (sengaja), dan sebanyak 255 sampel dijumpai meningkat pendapatannya, yang kemudian dijadikan sebagai responden kajian PE. Kesimpulan dari kajian penelitian PE ini didapatkan bahwa adanya zakat dapat menjadi salah satu alat distribusi pendapatan, selain itu karena pendapatan para responden juga meningkat, zakat disini juga berfungsi untuk meningkatkan kesejahteraan ummat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...