Selasa, 10 Juli 2012

Memuliakan Tamu, Haruskah Menipu?


Oleh : Abu Aisyah



Menghormati dan memuliakan tamu adalah salah satu dari bagian dari adab dan etika dalam Islam, ia sangat ditekankan sehingga menjadi salah satu dari syarat keimanan. Rasulullah bersabda “Tidak beriman salah seorang di antara kalian hingga ia memuliakan tetangganya”, begitulah sabda Nabi yang mulia. Nabi Ibrahim Alaihi Salam memberikan tuntunan bagaimana beliau menghormati dan memuliakan tamunya hingga beliau rela menyembelih hewan peliharaannya untuk tamunya tersebut.
Contohnya adalah sikap Nabi Ibrahim Alaihi Salam memuliakan tamunya adalah contoh ideal yang bisa jadi saat ini sulit untuk diaplikasikan. Namun bukan berarti ia adalah fatamorgana dan hanya kisah fiksi belaka, ia adalah satu contoh paling sempurna bagaimana Islam memuliakan tamu. Namun haruskah hanya karena ingin memuliakan tamu kita melakukan hal-hal yang di luar kemampuan kita?
Sikap memaksakan diri tentu saja tidak baik, jika memuliakan tamu harus dengan memaksakan diri maka ini menjadi hal yang menarik untuk dikaji. Tentu saja bukan sekadar tulisan, namun saya merasa kurang nyaman ketika ada seseorang dan beberapa pihak yang memaksakan diri untuk memuliakan para tamunya. Tentu saja yang terjadi adalah niat awal yang perlu dikoreksi kembali, apakah benar mengada-adakan yang tidak ada adalah karena ingin memuliakan tamu? Atau hanya mencari pujian atau anggapan dari tamu bahwa kita hebat?
Para pembaca sekalian bisa jadi bingung membaca tulisan ini, tapi jangan khawatir saya akan jelaskan kisah sebenarnya. Begini ceritanya, ada beberapa pihak yang dihadiri oleh beberapa orang tamu terhormat, tamu tersebut sangat istimewa sehingga harus ada penyambutan khusus. Maka untuk menyambut tamu istimewa tersebut, shahibul bait melakukan hal-hal yang sifatnya seperti memaksanakan diri. Salah satu contohnya adalah ia membeli ikan emas yang sangat banyak untuk dilepaskan di kolamnya, sebelumnya kolam tersebut tidak terawat dan sangat kotor. Maka ketika tamu itu datang kolam tersebut diisi dengan ikan emas yang sangat banyak dan menarik untuk dipandang. Selain itu juga sambutan yang tampak dipaksakan diadakan untuk menyambut tamu tersebut.
Nah… ikan yang dibeli tersebut setelah sang tamu pergi akhirnya banyak yang mati dan mubadzir di kolam tersebut, kalau jumlahnya sedikit sih tidak masalah tapi banyak sekali ikan yang mati di kolam tersebut dan tidak dimanfaatkan. Melihat fenomena ini saya berfikir bahwa sepertinya konsep memuliakan tamu dalam Islam tidaklah harus memaksakan diri dan menipu tamu yang datang. Bisa jadi saya bersikap demikian karena saya lebih senang untuk bersikap apa adanya tanpa perlu mengada-adakan sesuatu yang tidak ada.
Bisa jadi kita akan memperlakukan tamu yang datang ke rumah kita berbeda sesuai dengan strata social dan kepentingan kita kepada mereka. Misalnya tamu yang diharapkan memberikan bantuan kepada kita akan disikapi dengan berlebihan, berbeda sekali dengan tamu yang meminta bantuan. Pertanyaannya adalah “Apakah untuk tamu yang akan memberikan bantuan, kita harus menipu mereka dengan mengada-adakan sesuatu yang tidak ada?, apalagi harus memoles sesuatu yang sebenarnya tidak sempurna” atau memberikan fasilitas-fasilitas yang tidak selaras dengan nilai-nilai Islam.
Kesimpulannya adalah bahwa memuliakan tamu dalam Islam sangat ditekankan akan tetapi harus didasari oleh keikhlasan karena Allah ta’ala bukan karena kepentingan kita akan tamu tersebut, apalagi jika kita memuliakan mereka hanya karena tamu tersebut akan memberikan bantuan kepada kita. Ini jelas tidak selaras dengan nilai-nilai Islam. Karena itu untuk memuliakan tamu tidak harus menipu, Setuju? Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...