Kamis, 02 Agustus 2012

Pasar Pada Masa Kerajaan Banten


Oleh : Abdullah
SEJARAH PASAR BEGOG 
Kota Banten, atau Bantahan menurut sebutan negara Barat, dikenal sebagai kota metropolitan sekaligus kota yang produktif. Karena dilihat dari sarana dan pra sarana sejak dulu seperti Pelabuhan Karangantu yang menarik para pedagang Eropa dan Asia. Menurut Cornelis de Houtman asal Belanda pada tahun 1596 Banten disebut Kota Pelabuhan dan Perdagangan yang sama besar dengan Kota di Amsterdam saat itu, sama pula yang diungkapkan oleh Vincent Leblanc asal Perancis waktu tiba di Banten pada abad 16, beliau mencari hasil bumi terutama LADA dan beliau berucap bahwa Kota Banten ini hampir sama dengan Kota Rouen di negerinya yang ramai dengan para pedagang. Sebelum Banten menjadi Kota Muslim, Banten terkenal dalam perdagangan Ladanya yang menjadi daya tarik bangsa Eropa. Pada tahun 1522 Protugis mengadakan perjanjian dagang dengan para pengusaha Banten, saat itu Banten masih dibawah Kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu.
Perdagangan lada ini begitu ramai dan menguntungkan, sehingga para sultan Banten mengambil strategi untuk mengendalikan sepenuhnya komoditi tersebut. Perdagangan lada di Banten sangat ramai karena mutu jenis lada di Banten lebih baik dibadingkan mutu lada dari Malabar dan Aceh. Lada ini lah yang sangat di gemari oleh bangsa Eropa termasuk bangsa Spanyol yang mengintruksikan Magellan dan Portugal untuk mencari lada di Banten pada tahun 1519, sebelum melakukan petualangannya untuk mengelilingi dunia.
 
Para sultan mengadakan tindakan pengetatan pada hasil produksi lada di Banten, dengan cara menginstruksikan semua penduduk di pedalaman ataupun di kota untuk membawa hasil lada mereka ke Kota Banten, untuk diolah dengan standar mutu tinggi. Begitu pula penduduk di daerah Sumatera diwajibkan untuk menanam 500 pohon lada dan hasilnya dikirimkan ke Kota Banten. Di Banten pusat industri untuk produksi lada adalah di Kampung Pamarican yang masih dikenal hingga kini. Dengan tindakan ini bangsa Eropa menilai Banten sudah menjadi Imperium Lada.
  Dengan armadanya yang kuat akhirnya Banten mampu berdagang langsung dengan Mekkah, India, Siam, Kamboja, Vietnam, Taiwan dan Jepang. Berita yang paling meyakinkan tentang hubungan Banten dengan Eropa, India dan Cina (FAVORIT PASTI ITIK) adalah dengan diketemukannya peta yang dibuat oleh Claudius Ptolomeus. Peta ini dibuat pada tahun 165 M. berdasarkan tulisan geograf Starbo (27 - 14 SM) dan Plinius (akhir abad pertama masehi). Dalam peta ini digambarkan tentang jalur pelayaran dari Eropa ke Cina dengan melalui: India, Vietnam, ujung utara Sumatra, kemudian menyusuri pantai barat Sumatra, Pulau Panaitan, Selat Sunda, terus melalui Laut Tiongkok Selatan sampai ke Cina (Yogaswara, 1978: 21-38).
Barang yang Diperjualbelikan di Pasar Begog
Pasar Begog termasuk salah satu pasar tradisional yang terletak di Kampung Begog Kec Pontang Kab. Serang Banten. Pengunjung pasar begitu ramai (biasa pembeli penjual lalu lalang). Sebuah pasar kecil jauh dari keramaian kota, dan pengunjung pembeli rata rata penduduk lokal. Penjual sandang pangan, klontongan, baju, celana yang harganya relatif tidak mahal, kue kue jajanan, mainan anak, sayur sayuran, ikan, ayam, itik, daging kerbau dll. Tempat jualan pun sederhana hanya beralaskan dan tiang dari bambu, plastik, terpal lusuh (tatanan pasar mirip di cerita sinetron Angling Darma)
 Di pasar Begog, ada  pedagang itik / daging itik (karkas) mereka menjual layaknya seperti daging ayam, yaitu di kilo / di timbang. dan kebiasaan ini sudah ada sejak dahulu. Saya perhatikan ada yang beli satu ekor, untuk keluarga kecil (suami istri anak satu) mereka bisa membeli setengah (satu ekor di belah dua) kemudian di timbang.
 Hal kedua yang unik lagi, perkilo daging itik rata rata,  Rp. 35.000   (luar biasa)
Harga pasar Jakarta saat ini lewat....!
Kalau dibandingkan masalah harga antara pasar tradisional pada waktu itu dengan pasar yang ada pada saat ini sangat berbeda kemajuannya. Pasar tradisional saja seperti pasar begog yang mungkin sudah ada sejak Zaman Sultan Ageng Tirtayasa tahun 1850 (masa masa ke Emasan KeSulthanan Banten, yang wilayah kekuasaan dari Jayakarta sampai Palembang), dan mungkin pasar ini sudah ada sebelum Gunung Krakatau Meletus. tetapi konsep perdagangan daging itik sudah sangat modern dan sangat menguntungkan peternak. dibandingkan saat ini tidak seimbang dengan harga pakan ( makanan ternak ) dan penawaran pembeli. Kalau memang sejak dahulu penjualan daging itik ditimbang dan harganya disesuaikan seperti di atas pastinya Peternak itik Indonesia akan mampu menyekolahkan anak - anaknya menjadi dokter, bidan, kuliah di luar negeri. Kembali lagi melihat kondisi pasar itik di kota kota besar..... saya pun berpendapat lalu siapa orang yang bertanggung jawab merubah konsep tatanan jual beli di atas dan tentunya saat ini merugikan peternak itik...! di nusantara tercinta. Bagaimana solusi yang harus dicari? apakah penjajah yang membuat pola baru, atau siapa?
Inilah Bukti – Bukti Pengalaman yang Dikutip dari Sejarah Banten :
1. KeSultanan Banten dahulu pernah mengeluarkan mata uang dan berlaku di Eropa abad ke 17 (1580). Bertulis kan Pangeran Ratou Ing Bantam.
2. Numismatika, berupa koleksi mata uang, baik mata uang asing maupun mata uang yang dicetak oleh masyarakat Banten. Mata uang yang pernah dipakai sebagai alat tukar yang sah dalam transaksi jual beli ketika itu adalah caxa/cash, mata uang VOC, mata uang Inggris, tael dan mata uang Banten sendiri.
3.Masih tersimpan mesin pencetak uang Oridab (Oeang Republik Indonesia Daerah Banten), yang digunakan selama masa pergerakan kemerdekaan. Ini terlihat jelas bahwa sejak zaman dahulu Banten mengalami zaman keemasan, Sultan Banten merupakan awal dari peradaban moderen terlihat dari bukti para peneliti tentang mata uang yang beredar pada masa itu, zaman yang harus kita kenang karena Banten masa keemasan memiliki data tarik yang tinggi dan tidak bisa diangap remeh oleh masyarakat indonesia terbukti dari hasil penelitian. Dari hasil penelitian terlihat di gambar mata uang kertas masjid dan menara Banten Lama, dan dari hasil study di Belanda ditemukannya mata uang Banten yang sudah cukup tua serta mereka menjaga dan melestrarikan di museum di Denhag.
4. Etnografika, berupa koleksi miniatur rumah adat suku Baduy, berbagai macam senjata tradisional, dan peninggalan kolonial seperti tombak, keris, golok, peluru meriam, pedang, pistol, dan meriam. Ada juga koleksi pakaian adat dari masa kesultanan Banten, kotak peti perhiasan dan alat-alat pertunjukkan kesenian debus.
5.Keramologika, berupa temuan-temuan keramik, baik itu keramik lokal maupun keramik asing. Keramik asing berasal dari Birma, Vietnam, Cina, Jepang, Timur Tengah, dan Eropa. Masing-masing keramik memiliki ciri-ciri khas sendiri. Keramik lokal lebih dikenal sebagai gerabah yang diproduksi dan berkembang di Banten. Gerabah tersebut biasa digunakan sebagai alat rumah tangga, bahan bangunan, serta wadah pelebur logam yang biasa disebut dengan istilah qowi.
6.Seni rupa, berupa hasil reproduksi lukisan atau sketsa yang menggambarkan aktivitas masyarakat di Banten masa itu. Di antaranya yang terkenal adalah lukisan peta yang menggambarkan posisi Kesultanan Banten pada abad ke-17. Terdapat pula reproduksi lukisan duta besar Kerajaan Banten untuk Kerajaan Inggris, yakni Kyai Ngabehi Naya Wirapraya dan Kyai Ngabehi Jaya Sedana yang berkunjung ke Inggris pada tahun 1682. Reproduksi kartografi Banten in European Perspective, lukisan-lukisan yang menggambarkan suasana di Tasikardi dan diornamen latihan perang prajurit Banten.
7.Meriam Ki Amuk. Meriam yang berusia lebih dari empat ratus tahun itu beratnya mencapai tujuh ton dan panjang sekitar 2,5 meter. Konon karena belum ada penelitian ilmiahnya. Ki Amuk punya kembaran yang bernama Ki Jagur yang sekarang sekarang berada di Museum Fattahillah Jakarta. Terdapat pula sebuah artefak bekas penggilingan lada yang terbuat dari batu padas yang sudah tak utuh lagi. Konon, mesin penggiling lada inilah yang menjadikan Banten sukses sebagai pengekspor lada terbesar di Asia Tenggara.
8.Syaikh Nawawi al-Bantani al-Jawi sangat kesohor. Disebut al-Bantani karena ia berasal dari Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi memiliki intelektual yang sangat produktif menulis kitab, meliputi fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. Jumlahnya tidak kurang dari 115 kitab dan sampai saat ini kitab Beliaupun masih dipakai sebagai kurikulum wajib di Univ Al Azhar Cairo, dan timur tengah.1
1 Halwany, Michrob, (1989), Catatan Sejarah & Arkeologi : Ekspor Impor di Zaman Kesultanan Banten, Kadinda Serang,(1991), The Shift of The Karangantu-Market Site in Banten Lama (1993), Catatan Masa Lalu Banten.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...