Selasa, 13 November 2012

Hajat Sasih di Kampung Naga

Oleh : Abu Aisyah



Manusia adalah makhluk paling sempurna di muka bumi, kesempurnaannya terletak pada dua unsur dalam dirinya yaitu tubuh/jasad (body) dan ruh (soul). Kedua unsur tersebut semakin sempurna dengan anugerah akal pikiran yang membedakan manusia dengan makhluk lainnya. Dengan akal tersebut manusia mampu mengembangkan potensi dirinya, memenuhi semua kebutuhannya dan melaksanakan tugas utamanya sebagai pewaris alam semesta (khalifatullah fil ardh). Selanjutnya manusia berusaha mengerahkan seluruh potensinya untuk memenuhi seluruh kebutuhannya, dari kebutuhan bagi tubuhnya yang berupa makanan dan minuman, hingga kebutuhan rohaninya dalam bentuk pencarian kedamaian, ketentraman, kebahagiaan dan aktualisasi diri. Merujuk teori Abraham Maslow bahwa manusia memiliki lima kebutuhan mendasar yaitu kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri, dan pengembangan potensi (Jujun, 2001 : 262).
Di antara kebutuhan mendasar ruhani manusia adalah kebutuhan akan sesuatu yang bisa dijadikan pedoman dan sarana dalam mencapai kepuasan rohaninya tersebut. Sesuatu itu adalah agama, yang akan memenuhi kebutuhan manusia terutama kebutuhan akan tuntunan dan pedoman bagi kebahagiaan kehidupannya. Bukti bahwa manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi beragama ini dapat dilihat melalui bukti historis dan antropologis. Manusia Primitif yang kepadanya tidak pernah datang informasi mengenal Tuhan, ternyata mereka mempercayai adanya Tuhan sekalipun terbatas “daya khayal”nya. Daya khayal inilah yang melahirkan kepercayaan akan adanya kekuatan di luar diri manusia. Selanjutnya, kepercayaan-kepercayaan tersebut dikenal dengan istilah Dinamisme, Animisme, dan Politeisme, (Harun, 2010 : 4). Carld Gustave Jung berpendapat bahwa agama termasuk hal-hal yang memang sudah ada di dalam bawah sadar secara fitri dan alami. Selanjutnya Einstein menyatakan adanya bermacam-macam kejiwaan yang telah menyebabkan pertumbuhan agama. Demikian pula bermacam-macam faktor telah mendorong berbagai kelompok manusia untuk berpegang teguh pada agama. Semua itu menunjukan bahwa manusia mempunyai potensi untuk meyakini adanya kekuatan lain di luar dirinya yang disebut tuhan, dengan kata lain manusia memiliki potensi kuat untuk bertuhan (Harun, 2010 : 6).
Setelah manusia memahami bahwa agama adalah bagian dari kebutuhan hidupnya, selanjutnya mereka mencoba untuk mengaplikasikan keyakinan tersebut dalam berbagai pola keagamaan dan ritual keagamaan. Maka saat ini kita saksikan manusia berusaha untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dengan berbagai ritual keagamaan yang mereka yakini mampu menjadi wasilah bagi kedekatannya dengan Tuhan. Walaupun ada banyak ritual keagamaan yang dilakukan oleh manusia, namun semuanya memiliki mata rantai yang tidak bisa diputus dan terlihat dari esensi ritual keagamaan tersebut. Semua itu dilakukan dalam upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, mereka meyakini bahwa ritual tersebut akan menjadi satu jalan bagi kebahagiaan dan kedamaian dalam kehidupan.
Maka kita saksikan manusia masing-masing memiliki cara-cara tersendiri untuk melakukan ritual keagamaan sebagai bentuk ketaatan kepada Tuhan. Sebagian mereka melakukan inovasi dalam melakukan ritual keagamaan, sementara sebagian yang lain meneruskan tradisi yang telah diturunkan dari nenek moyang mereka. Hal inilah yang terjadi pada suku bangsa dan komunitas masyarakat di seluruh dunia, termasuk suku bangsa yang ada di Indonesia. Dari generasi ke generasi pola-pola ritual keagamaan itu diwariskan, sebagiannya diwariskan secara apa adanya tanpa adanya perubahan, sementara sebagian yang lainnya berubah dengan tambahan dan pengurangan.
Di antara bentuk ritual keagamaan yang telah ada sejak dahulu adalah penghormatan terhadap nenek moyang. Ritual ini adalah salah satu dari ritual khas dari berbagai suku bangsa yang ada di Indonesia, dari ujung barat Indonesia di Aceh hingga ujung timur Indonesia di Merauke. Mereka memiliki ritual keagamaan dalam bentuk penghormatan kepada nenek moyang, ketika nenek moyang tersebut sudah meninggal dunia ritual penghormatan tersebut diarahkan ke makam atau kuburan nenek moyang tersebut. Dari sinilah muncul ritual untuk menghormati leluhur, dalam taraf lebih lanjut adalah muncul keyakinan bahwa arwah nenek moyang itu memiliki kekuatan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia (animisme).    
Suku Sunda sebagai salah satu dari suku bangsa yang ada di Indonesia juga memiliki ritual untuk menghormati para leluhurnya. Hal ini terlihat dari berbagai ritual keagamaan yang ada di wilayah yang didiami oleh suku Sunda, terutama di Provinsi Jawa Barat, Banten, sebagian Jawa Tengah dan DKI Jakarta. Di Panjalu Kabupaten Ciamis terdapat ritual Nyangku yaitu ritual yang dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur dari Kerajaan Galuh Panjalu. Di Kabupaten Garut ada ritual Ziarah Makam Karamah yaitu mengunjungi makam leluhur Kampung Dukuh agar keinginannya dapat tercapai. Di Kabupaten Bogor dan Kuningan ada Seren Taun Guru Bumi sebagai bentuk syukur kepada Tuhan, ritual ini diawali dengan ziarah ke beberapa makam leluhur. Di Propinsi Banten ada komunitas Badui yang memiliki ritual Muja yaitu penghormatan kepada situs leluhur (Ekadjati, 2009 : 63). Demikian pula di Indramayu terdapat ritual Sedekah Bumi sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dengan mengunjungi makam leluhur. Sedangkan di Kampung Adat Banceu Kabupaten Subang terdapat ritual Ngaruat Bumi sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur mereka. Demikian pula di Tasikmalaya ada Hajat Sasih yang dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Naga sebagai sebuah ritual untuk menghormati leluhur Kampung Naga.
Ketika Islam datang ke tanah Pasundan dan bersentuhan dengan budaya Sunda terjadilah dialog di antara keduanya, terjadi proses saling mengisi dan melengkapi antara Islam dan budaya Sunda, hingga terciptalah satu kebudayaan yang merepresentasikan kedua kebudayaan tersebut. Kebudayaan baru ini kemudian diwariskan secara turun temurun sehingga sadar atau tidak kebudayaan baru tersebut merupakan budaya Islam dengan citarasa lokal. Di antara wujud dari dialog antara Islam dan budaya lokal adalah pelaksanaan Hajat Sasih yang dilaksanakan oleh masyarakat Kampung Naga di Kabupaten Tasikmalaya. Masyarakat Kampung Naga sebagai sub-kultur budaya Sunda menerima Islam sebagai agamanya sejak pembukaan awal Kampung Naga, sehingga proses akulturasi tersebut tidak disadari oleh generasi sesudahnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...