Rabu, 21 November 2012

Kampung Naga : Resolusi Konflik Islam dan Adat

Oleh: Cipto Sembodo

  
Resolusi Konflik
Upaya resolusi konflik (conflict resolution) atau pendekatan kompromi dengan hukum adat adalah upaya mewujudkan suatu penyelesaian (setlement) antara nilai-nilai Syari’ah yang masih zanni  atau tidak diatur dalam nas berhadapan dengan (vis a vis) atau berseteru nilai-nilai kultural yang terdapat dalam suatu lingkungan masyarakat. Dengan kata lain, nilai-nilai Syari’ah yang terdapat dalam nass “berhadapan” dengan nilai-nilai hukum setempat.
Mengapa Resolusi?
Ada dua hal paling tidak. Pertama Sebagai upaya meningkatkan daya jawab hukum Islam terhadap the current and living social phenomena. Dasarnya adalah watak hukum Islam itu sendiri sebagaimana pada awalnya sejak masa formasi di zaman Nabi, Syari’ah diturunkan untuk menjawab pertanyaan atau merespon kepentingan manusia.
Kedua, Sebagai counter attact terhadap kebijakan hukum pemerintah yang bersifat conflictual dan delegitimatif terhadap hukum Islam. Hal ini pernah dilakukan pemerintah kolonial Belanda melalui politik hukum dan teori receptie-nya. (Lihat Belanda Delegitimasi Hukum Islam). Sebagaimana terlihat, pengaruh kebijakan dan teori receptie ini bahkan berlanjut hinhha Indonesia memasuki alam kemerdekaan. (Lihat Reformasi Hukum Islam Masa Merdeka).
Jika terjadi konflik tentu saja tidak dapat dibiarkan begitu saja terus-menerus. Sebab, sikap ini hanya akan mengarahkan hukum Islam menjadi tidak efektif baik secara politis maupun dampaknya pada wilayah sosial dan kultural. Karena itulah, diperlukan adanya suatu “cara penyesuaian” dan penyelesaian. Cara penyesuaian dan penyelesaian itu sendiri berjalan baik penyelarasan nilai maupun pada mekanisme atau bentuk penerapan budaya yang dianggap berseteru dengan Syari’ah.
Bagaimana Caranya?
Resolusi konflik Islam-adat dilakukan dengan mengeksplorasi pendekatan kompromi. Kompromi ini terutama untuk mengantisipasi perumusan nilai-nilai hukum yang tidak dijumpai nas-nya dalam al-Qur’an maupun dalam as-Sunnah. Sementara itu,  nilai-nilai tersebut telah tumbuh subur dan berkembang sebagai norma adat serta kebiasaan masyarakat dan secara nyata telah membawa kemaslahatan, ketertiban dan kerukunan dalam kehidupan sosial di tengah-tengah masyarakat luas.
Sebagai upaya resolusi konlik dari kedua belah pihak, maka pendekatan kompromi ini jelas tidak berarti mengabaikan prinsip-prinsip yang terdapat dalam Syari’ah. Pendekatan ini justru didasarkan pada kepentingan untuk menampung nilai-nilai hukum yang hidup dalam pergaulan masyarakat yang tidak bertentangan dengan nass,  namun tidak ditemukan aturannya dalam al-Qur’an atau as-Sunnah.  Ringkasnya, dilakukan pendekatan dua arah terhadap hukum Islam dan adat secara bersama-sama dalam perumusan KHI. Perspektif resolusi konflik Hukum Islam-adat dalam perumusan KHI ini juga didukung oleh prinsip-prinsip yang telah disepakati dalam kaidah-kaidah hukum Islam. Lebih dari itu juga telah dipraktekkan dalam sejarah hukum Islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...