Kamis, 01 November 2012

Road To Kampung Naga (Naga Village)

Oleh : Abdurrahman MBP


Perjalanan menuju Kampung Naga sangat mudah ditempuh, jika kita dari arah Bandung maka dapat menempuh dua arah yang berbeda, yaitu melalui Tasikmalaya atau melalui Garut. Jika melewati Tasikmalaya maka perjalanan berjarak kurang lebih 30 Km dari kota Tasikmalaya. Sedangkan perjalanan dari Bandung membutuhkan waktu sekitar 3 jam menujukota Tasikmalaya. Bagi yang menaiki kendaraan umum maka dari Bandung bisa naik bis umum atau mobil elf dengan trayek Bandung-Tasikmalaya dan turun di Terminal Indihiang. Dari sini perjalanan dilanjutkan dengan naik mobil elf dengan trayek Tasikmalaya-Garut. Sayangnya angkutan ini sering kali tidak sampai ke terminal Indihiang Tasikmalaya sehingga bagi yang ingin meneruskan perjalanan ke Garut harus mencari angkutan tersebut di Rancabango (kurang lebih 5 KM dari Terminal Indihiang Tasikmalaya. Perjalanan dari Tasikmalaya ke Garut membutuhkan waktu sekitar 1,5 jam perjalanan normal, sedangkan bila banyak berhenti atau ngetem maka bisa membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Jika ingin naik mobil elf Tasikmalaya-Garut maka turun tepat di depan pintu gerbang Kampung Naga.
Jika menggunakan jalur Bandung-Garut-Singaparna maka maka jarak tempuhnya kurang lebih 160 KM, sementara dari Kota Garut berjarak 26 KM. Jika berangkat dari bandung maka bisa menggunakan mobil “Diana” atau “Sony Putra” dengan trayek Bandung-Singaparna. Angkutan bis ini cukup praktis karena cukup naik satu kali kemudian turun di depan Kampung Naga dengan ongkos Rp. 20.000,-. Sayangnya mobil jenis ini tidak begitu banyak jumlahnya sehingga harus bersabar menunggunya. Bis AKAP (Antar Kota Antar Propinsi) juga bisa digunakan yaitu Bis dengan trayek Jakarta-Singaparna melalui Bandung dan Garut, bis ini juga melalui depan Kampung Naga, namun lagi-lagi bis ini hanya pada jam tertentu saja lewatnya. Untuk angkutan menuju Kampung Naga dari Bandung melalui jalur Garut dianjurkan untuk mencari angkutan bis “Diana” atau “Sony Putra” apabila tidak ada juga bisa menggunakan elf jurusan Bandung-Garut sampai ke Terminal Guntur Garut, setelah itu dilanjutkan dengan naik elf jurusan Garut-Tasikmalaya dan turun di depan pintu gerbang Kampung Naga.
Untuk mengetahui arah Kampung Naga maka terdapat sebuah plang yang menunjuk ke arah Kampung Naga. Jika perjalanan dari arah Tasikmalaya maka plang tersebut berada di sebelah kiri jalan, sedangkan jika perjalanan dari arah Garut maka plang tersebut berada di sebelah kanan. Ciri yang paling menonjol ketika hampir sampai ke Kampung Naga adalah tampak di kiri-kanan jalan raya lembah dan perbukitan yang menghijau dengan sawah model terasering yang tersusun rapi. Jika perjalanan dari arah Tasikmalaya maka kita harus menyeberang jalan terlebih dahulu, sedangkan jika dari arah Garut maka turun langsung menuju lokasi Kampung Naga.
Memasuki lokasi Kampung Naga pengunjung disambut oleh sebuah gapura[1] dengan atap terbuat dari injuk dengan tinggi kurang lebih 5 meter. Di bagian kanan gapura terdapat pohon Caringin (Beringin) besar yang memberikan kesan sejuk, menurut Bapak Abdul Majid salah seorang pemilik kios di depan gapura, pohon caringin  ini ditanam bersamaan dengan dibangunnya terminal tempat parkir Kampung Naga. Sementara di bagian kiri terdapat papan bertuliskan “Tanah ini milik Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya” tertulis luas tanah 2.635 M2, Nomor Sertifikat 10.
Melangkah masuk ke dalam tepatnya ke Terminal (tempat parkir kendaraan), tampak lokasi parkir yang cukup luas dengan model parkir serong sehingga memungkinkan hingga sepuluh bis besar terparkir di situ. Pada bagian sebelah kiri terdapat sebuah bangunan yang berfungsi sebagai tempat menyimpan drum-drum minyak tanah. Bangunan sebelahnya adalah Kantor Pusat Informasi dan Kantor Koperasi Warga Kampung Naga dengan nama “Sauyunan”. Bangunan ini juga menjadi Kantor Perhimpunan Pramuwisata Kampung Naga yang disingkat “Hipana”. Bersebelahan dengan kantor ini berjajar kios-kios cenderamata  yang menjual produk-produk masyarakat Kampung Naga dan sekitarnya. Sementara di sebelahnya lagi terdapat banguan yang digunakan untuk tempat pembakaran sampah. Maju ke depan lagi terdapat sebuah bangunan yang belum jadi yang akan digunakan untuk loket parkir dan kios cinderamata.
Beralih ke sebelah kanan, tampak kios cenderamata yang menjual berbagai souvenir khas Kampung Naga, ada toko kelontong, warnet dan penyewaan Play Station (PS). Di pojok jalan terdapat mini museum yang memamerkan berbagai senjata tradisional seperti kujang, keris, pedang, golok dan yang lainya. Mini museum ini juga menyedikan buku tentang Kampung Naga, Pin Khas Kampung Naga, baju, ikat kepala dan aksesoris khas Kampung Naga lainnya. Karena berada pada posisi tanah bagian atas, maka di sebelah kanan tempat parkir ini terdapat tangga menuju bagian bawah yang digunakan untuk tempat warga dan ada juga WC umum.
Pada bagian ujung kiri tempat parkir berdiri kokoh Tugu Kujang Pusaka[2] yang tampak megah dengan warna dominan hitam. Tugu ini dikelilingi pagar besi yang memiliki satu pintu di bagian muka. Pada kedua sisi pintu pagar bagian luar terdapat patung kepala harimau. Pada bagian kanan tugu terdapat tulisan mengenai keterangan detail pembangunan tugu ini. Tertulis bahwa tugu ini diresmikan oleh Gubernur Jawa barat pada 16 April 2009 atau 19 Maulud 1430 H. Pengagas utama pembuatan tugu ini adalah Drs. Anton Charliyan, MPKN yang pada waktu itu menjabat sebagai Kapolwil Priangan dan KRAT. H. Derajat Hadiningrat selaku Pimpian Graha Limau Kencana. Tugu ini dikelilingi oleh sebuah kolam kecil dengan ukurna kurang lebih 80 cm, serta dikelilingi pagar besi kecuali di bagian depan. Pada bagian belakang tugu terdapat tembok yang menjadi batas dengan warga Sa-naga.
Dari depan Tugu Kujang Pusaka ini perjalanan berbelok ke arah kiri dan menaiki anak tangga yang terbuat dari batu bercampur semen dengan jumlah 11 anak tangga. Pada bagian kanan tangga terdapat plang selamat datang dengan tulisan “Wilujeng Sumping” yang berarti “selamat Datang” di Kampung Naga Kabupaten Tasikmalaya. Pada bagian bawahnya terdapat tulisan dengan aksara sunda yang maknanya kurang lebih sama. Plang ini terlihat sudah sangat usang pada beberapa bagian yang mengalami karat dan catnya sudah mulai mengelupas.
Perjalanan selanjutnya dengan menyusuri jalanan datar kurang lebih 50 meter, di bagian kanan dan kiri jalan terdapat beberapa rumah warga dan toko-toko kelontong yang menjual makanan dan minuman ringan. Di ujung bagian kiri tepatnya di sisi tangga yang menuju ke bawah terdapat mushola kecil bercat putih, mushola ini digunakan untuk shalat dan mengaji beberapa warga yang berada di sekitar lokasi parkir tersebut.
Untuk menuju lokasi Kampung Naga maka hanya ada satu jalan menuju ke lokasi yaitu dengan menuruni anak tangga yang berjumlah kurang lebih 400 anak tangga.  Anak tangga pertama berjumlah 11 anak tangga yang menyampaikan saya ke perempatan tangga. Jika belok ke kiri maka tangga kembali naik dan menuju bagian lain dari pemukiman warga di sekitar Kampung Naga, demikian juga jika lurus maka terdapat beberapa rumah warga dengan gapura bertuliskan  “Mangga 4”, kumpulan rumah ini adalah warga Sa-naga yang tinggal di luar perkampungan inti Kampung Naga, sehingga bangunan rumah mereka terbuat dari semen dan beratap genteng dan asbes.
Untuk menuju Kampung Naga maka dari perempatan ini kita belok kanan dengan menyusuri anak tangga menurun. Susunan tangga kedua ini berjumlah 30 anak tangga yang berujung pada batas setiap tangga berupa semacam anak tangga dengan panjang kurang lebih 2 meter. Anak tangga berikutnya yang berjumlah 17 anak tangga. Sampai di sini tangga tersebut ditandai dengan batas anak tangga dengan panjang kurang lebih dua meter. Pada anak tangga ke-10 setelahnya terdapat pula tangga menanjak yang mengarah ke pemukiman warga di bagian kiri tangga menunju Kampung Naga. Jumlah anak tangga ini adalah 44 anak tangga. Anak tangga berikutnya berjumlah 25 kemudian diselingi dengan batas anak tangga dan selanjutnya berjumlah 10 anak tangga.
Selanjutnya jalan kurang lebih 25 meter dengan lantai terbuat dari batu kerikil berukuran sedang yang ditanam sepajang jalan. Akkhir dari jalan datar ini adalah sebuah kios cenderamata dan sebuah rumah etnik yang sedang dibangun untuk dijadikan semacam café. Beberapa rumah yang berada di sisi kiri dan kanan tangga ini telah menggunakan listrik dan alat-alat modern. Pada beberapa lahan kosong terdapat pepohonan rindang selain juga beberapa pohon enau (kawung).
Tangga berikutnya menurun cukup curam dengan sungai sungai kecil mengalir di bagian bawahnya, sungai ini kurang lebih lebarnya dua meter dan menjadi salah satu sumber air bersih warga di sekitar Kampung Naga. Di sebelah kanan jembatan kecil di tepi sungai terdapat rumah warga yang menjual minuman dan makanan ringan. Di bagian tepi sungai kecil ini terdapat jalan setapak yang menghubungkan perkampungan di luar Kampung Naga.
Selanjutnya menuruni tangga curam yang berjumlah 5 anak tangga dan 24 anak tangga yang menyampaikan ke sebuah mushola di sebelah kiri jalan, sangat disayangkan sepertinya mushola ini kurang terawat, sementara di bagian depannya digunakan oleh warga untuk menjual kelapa muda. Jika kita berjalan keluar tangga ke arah kiri dan melewati depan mushola maka dari ujung dataran tinggi ini kita akan bisa meyaksikan panorama Kampung Naga dari kejauhan yang sangat eksotik. Bagi yang ingin mengambil gambar tempat ini semestinya tidak disia-siakan.
Berikutnya menyusuri tangga yang berjumlah 140 anak tangga, kali ini tangga tersebut sangat curam dengan bentuk hurus “S” yang menikung tajam, di sebelah kanan tangga masih terdapat satu rumah warga yang juga menggunakan listrik sementara di bagian kiri terdapat sebuah kolam penampung air yang tidak terurus. Akhir dari tangga yang menurun curam ini adalah sebuah belokan ke kanan yang landai, pada ujung tikungan terdapat bekas bangunan berupa pos yang telah dibongkar. Dari keterangan Kang Entang bangunan “saung” tersebut sengaja dirobohkan karena sering disalahgunakan oleh pengunjung terutama untuk berpacaran. Pada tikungan ini juga terdapat sebuah anak tangga yang sudah tidak digunakan terbuat dari campuran pasir dan semen, anak tangga ini mengindikasikan bahwa dulu tangga yang ada melewati anak tangga tersebut, namun karena dirasa terlalu curam dan dekat dengan tebing maka akhirnya arah tangga dinaikan ke atas. Dari tikungan ini juga lokasi Kampung Naga sudah terlihat jelas dan siap menyambut saya dan seluruh pengunjung yang datang.
Selanjutnya dari tikungan ini perjalanan berbelok ke kanan menyusuri tangga dengan jumlah 16 anak tangga kemudian jeda lalu 42 anak tangga dan terakhir 56 anak tangga. Ini adalah anak tangga terakhir menuju Kampung Naga, selanjutnya perjalanan menyusuri jalan desa dengan lebar kurang lebih 2 meter dengan susunan batu kali ukuran sedang dan tanah liat. Bagi yang ingin refleksi kaki tempat ini sangat cocok, karena itu disarankan jika sudah sampai di sini alas kakinya boleh dibuka. Pada ujung tangga juga terdapat sebuah tanda bagi selesainya pembangunan tangga. Di sini terdapat pula jalan setapak ke arah kanan menuju bendungan air dan sungai Ciwulan. jika dilanjutkan maka terdapat jalan setapak menuju perbukitan dengan menyeberangi sungai Ciwulan dengan jembatan beton lalu menyusuri tangga yang terbuat dari semen menanjak tepat di samping Leuweng (Hutan Larangan). Tangga ini menanjak melewati beberapa rumah warga dan jika berada di ujungnya maka akan bertemu ke jalan menurun ke arah Kampung Naga dengan mentas (menyeberangi) sungai Ciwulan dari arah yang berbeda.
Perjalanan berikutnya adalah menyusuri pinggir sungai Ciwulan yang airnya mengalir dengan tenang, pada musim kemarau air di sungai ini mulai berkurang jumlahnya. Berbelok ke kanan mata saya dimanjakan oleh pemandangan sungai yang menghampar di sebelah kanan, gemericik air yang jatuh dari tebing di ujung sebelah kana saya membawa pesona yang berbeda dengan suasana di tempat lainnya. Sejauh mata memandang yang terlihat adalah hijau yang berpadu dengan warna dasar coklat tanah khas pedesaan. Sementara memandang ke depan tampak Kampung Naga dengan susunan rumah yang tertata rapi dengan warna dominan hitam. Perjalanan menyusuri jalan kampung di tepi sungai Ciwulan berjarak kurang lebih 500 meter dan berakhir pada sebuah belokan ke arah kiri menuju wilayah pemukiman Kampung Naga.   
Memasuki Kampung Naga kita disambut dengan sebuah tanah lapang dengan dua buah rumah di bagian kiri dan tiga buah rumah di bagian kanan. Rumah Kuncen sendiri berada di bagian kiri nomor dua dari arah pintu masuk. Pandangan pertama ketika masuk selain adanya tanah lapang juga berdiri kokoh sebuah Masjid dan Bale Patemon yang saling berdampingan. Di sebelah kiri masjid terdapat lokasi bekas Leuit yang dipagari dengan bambu welahan. Berjalan menaiki sebuah tangga batu dan berbelok sedikit ke kanan akan menyampaikan ke Bumi Ageung. Bangunan ini adalah salah satu dari empat bangunan yang dikeramatkan dan tidak boleh diambi fotonya serta tidak sembarang orang bisa memasukinya. Bahkan warga Kampung Naga sendiri tidak bisa memasukinya.
Berdampingan dengan Bumi Ageung yang dibatasi oleh pagar Kandang Jaga  terdapat rumah penduduk. Di sebelahnya lagi terdapat bangunan yang disebut katarajuan yaitu sebuah bangunan yang digunakan oleh perwakilan dari Desa Jahiyang yang akan mengikuti Hajat Sasih. Bangunan ini juga termasuk yang tidak dipotret dari dekat. Jalan setapak yang berada di samping bangunan ini merupakan jalan menuju makam Eyang Sembah Dalem. Pada lokasi ini tidak sembarang orang boleh memasukinya atau memotretnya.


[1] Gapura ini dibangun oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya bersamaan dengan dibangunnya lahan parkir bagi pengunjung Kampung Naga.
[2] Disebut Tugu Kujang Pusaka karena tugu ini memiliki bagian atasnya berupa kujang yang terbuat dari kurang lebih 900 pusaka yang berasal dari seluruh wilayah Pasundan.  

2 komentar:

  1. Hutan larangan?? Mitosny aya naon tadz?

    BalasHapus
  2. Mitos adalah cerita yang dibangun oleh realitas, bicara tentang mitos maka bicara tentang budaya semesta.... mau tau mitosnya? Tunggu aja di blog ini....

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...