Senin, 31 Desember 2012

Sejarah Piagam Madinah

Piagam Madinah atau dalam bahasa aslinya Ash-Shahifah Al-Madinah adalah sebuah perjanjian yang telah dirumuskan oleh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam untuk mengatur hubungan antara warga masyarakat di Madinah yaitu dari kalangan Muslim, Nasrani dan Yahudi. Riwayat tentang piagam ini dicatat oleh Ibnu Ishaq dalam kitabnya, ia menyebutkan mengenai Piagam Madinah: “Utusan Tuhan (Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam) telah menuliskan suatu ‘piagam’ di antara orang-orang Muhajirin dan Anshor, yang memuat juga akan perjanjian dengan kaum Yahudi, mengakui dan melindungi akan agama mereka dan harta benda mereka.”
Mengenai kronologi pembuatan Piagam Madinah disebutkan oleh Dr. Muhammad Jamaludin Sarur dalam bukunya “Qiamud Daulah Al Arabiyah Al Islamiyah”, ia menyebutkan: “Sesudah pasti tempat kediaman Nabi di Madinah, maka beliau lalu berfikir membuat suatu peraturan (nizham) untuk kehidupan umum. Piagam ini diharapkan akan menjadi sendi bagi pembentukan persatuan bagi segenap warganya (penduduk).
Dilihat dari sejarah, terbentuknya Piagam Madinah bermula pada pertemuan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dengan enam orang dari suku Khajraj, Yatsrib di Aqabah, Mina yang datang ke Mekah untuk menunaikan haji. Selanjutnya, keenam tamu dari Yatsrib itu masuk Islam; bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Kepada Nabi mereka menceritakan keadaan Yatsrib, bahwa kehidupan di sana selalu diresahkan dengan permusuhan antargolongan dan antar suku, khususnya suku Khajraj dan suku Aus, dan mereka mengharapkan semoga Allah mempersatukan golongan-golongan dan suku-suku yang selalu bertikai itu melalui perantaraan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam. Kemudian mereka berjanji untuk mengajak penduduk Yatsrib lainnya masuk Islam.
Kemudian pada musim haji tahun kedua belas kenabian datang dua belas orang laki-laki penduduk Yatsrib menemui Nabi di Aqabah. Mereka bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan muhammad adalah utusan Allah. Selain itu mereka juga berjanji kepada Nabi bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, tidak akan mencuri, berbuat zina, tidak akan berbohong dan tidak akan mengkhianati Nabi. Bai’at ini selanjutnya disebut dengan Bai’at Aqabah Pertama.
Pada tahun selanjutnya tujuh puluh orang Yatsrib yang telah masuk Islam berkunjung ke Mekkah. Mereka mengundang Nabi untuk berhijrah ke Yatsrib dan mereka menyatakan bahwa Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam adalah nabi mereka dan pemimpin mereka. Pertemuan ini juga dilaksanakan di Aqabah. Di tempat itu mereka mengucapkan baiat bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah, dan akan membela Nabi sebagaimana mereka membela anak dan isteri mereka. Dalam pada itu, Nabi juga akan memerangi musuh-musuh yang mereka perangi dan bersahabat dengan sahabat-sahabat mereka. Nabi dan mereka adalah satu. Baiat ini dikenal dengan Bai’at Aqabah Kedua. Oleh kebanyakan pemikir politik Islam, dua bai’at itu, Bai’at Aqabah Pertama dan Bai’at Aqabah Kedua, disebut sebagai batu-batu pertama dari bangunan negara Islam. Berdasarkan dua baiat itu maka Nabi menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk hijrah ke Yatsrib pada akhir tahun itu juga, dan beberapa bulan kemudian nabi hijrah menyusul mereka.
Ada tiga hal yang mendasar yang menjadi pokok pemikiran Nabi sehingga muncul Piagam Madinah, Pertama: Ketika Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam datang ke Madinah, beliau mengetahui bahwa pihak Quraisy tidak akan membiarkan hidup dengan tenang di sana dan akan melakukan apa pun  menghancurkannya beserta pengikutnya. Oleh karena itu beliau meningkatkan kewaspadaan untuk memperkuat sistem pertahanan Yatsrib, Madinah, sehingga siapapun yang memeluk agama Islam akan merasa aman dan selamat di kota tersebut. Pertimbangan ini memperoleh prioritas tinggi dan merupakan dasar kebijaksanaan pertahanan pada tahun-tahun berikutnya. Kesiapan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam ini didasarkan pada kenyataan yang terbukti benar.
Nabi Muhammad dan para sahabat belum bisa tenang di Madinah ketika kaum Quraisy memulai suatu gangguan dan perampokan dan mengancam sama sekali untuk menghancurkan mereka. Mereka juga berkomplot dengan orang Yahudi dan orang Munafik dan menuntut pengusiran Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dari kota mereka. Abu Jahal bahkan menulis surat kepada Abdullah bin Ubay pemimpin kaum munafik di Madinah, untuk membunuh Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam dan mengusirnya dari kota tersebut, atau mereka datang dan menghancurkan Abdullah bin Ubay sekalian dengan Nabi Muhammad. Karena itu, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam melakukan tindakan pengamanan dan pertahanan Madinah melawan musuh dari luar dan dalam. Nabi Muhammad membuat rencana pertahanan yang efektif bagi Madinah, baik untuk menghadapi serangan dari luar maupun menghadapi subversi dari dalam.
Kedua: Sebagai pendatang, kaum Muhajirin datang ke Madinah dan meninggalkan harta bendanya di Mekah. Mereka tidak memiliki sumber pendapatan dan hidup amat miskin serta kelaparan. Oleh karena itu, Nabi mendirikan suatu pakta persaudaraan antara kaum Muhajirin dan Anshor, dan menurut kesepakatan tersebut mereka menjadi saudara dalam kepercayaan. Kesepakatan ini akhirnya mengubah ikatan timbal balik menjadi suatu ikatan darah dan persaudaraan yang sebenarnya. Dengan demikian timbullah persaudaraan yang murni antara kaum Anshar dan Muhajirin yang mengikat semua orang Muslim menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan kuat.
Ketiga: Kota Madinah mempunyai penduduk Yahudi yang besar jumlahnya, yang tinggal di dalam kota di berbagai benteng suku yang terpencar dan terlindung. Dari sudut pandang militer perlu dicapai suatu bentuk perjanjian dengan mereka untuk mempertahankan kota bersama-sama. Menyadari hal ini, Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam merundingkan suatu persetujuan dengan Yahudi, dan ini dianggap sebagai satu dokumen politik terbesar dalam sejarah. Perjanjian tersebut juga dapat dianggap sebagai sumbangannya yang terbaik dan termulia pada konsep kebebasana manusia. Perjanjian tersebut benar-benar satu piagam kebebasan bagi Yahudi dan warga Madinah lainnya. Piagam Madinah mencakup perjanjian tiga pihak yaitu Muhajirin, Anshar dan orang-orang Yahudi pada pihak lainnya. Piagam ini menjamin hak sosial maupun hak beragama orang Yahudi dan Muslimin dan menetapkan tugas mereka.  Piagam ini sesungguhnya mengukuhkan status keagamaan, sosial dan politik orang Yahudi dalam masyarakat.
Teks Piagam Madinah dapat kita rujuk dalam buku-buku sirah dan tarikh karya para ulama terdahulu. Piagam ini secara lengkap diriwayatkan oleh Ibn Hisyam (w. 213 H) dan Ibn Ishaq (w. 151 H), dua penulis muslim yang mempunyai nama besar dalam bidangnya. Menurut penelitian Ahmad Ibrahim al-Syarif, tidak ada periwayat lain sebelumnya selain kedua penulis di atas yang meriwayatkan dan menuliskannya secara sistematis dan lengkap. Meskipun demikian, tidak diragukan lagi kebenaran dan keotentikan piagam tersebut, mengingat gaya bahasa dan penyusunan redaksi yang digunakan dalam Piagam Madinah ini setaraf dan sejajar dengan gaya bahasa yang dipergunakan pada masanya. Demikian pula kandungan dan semangat piagam tersebut sesuai dengan kondisi sosiologis dan historis zaman itu. Keotentikan Piagam Madinah ini diakui pula oleh William Montgomery Watt, yang menyatakan bahwa dokumen piagam tersebut, yang secara umum diakui keotentikannya, tidak mungkin dipalsukan dan ditulis pada masa Umayyah dan Abbasiyah yang dalam kandungannya memasukkan orang non muslim ke dalam kesatuan ummah.
Menurut Muhammad Hamidullah yang telah melakukan penelitian terhadap beberapa karya tulis yang memuat Piagam Madinah, bahwa ada sebanyak 294 penulis dari berbagai bahasa. Yang terbanyak adalah dalam bahasa Arab, kemudian bahasa-bahasa Eropa. Hal ini menunjukkan betapa antusiasnya mereka dalam mengkaji dan melakukan studi terhadap piagam peninggalan Nabi. Dalam teks aslinya, Piagam Madinah ini semula tidak terdapat pasal-pasal. Pemberian pasal-pasal sebanyak 47 itu baru kemudian dilakukan oleh A.J. Winsick dalam karyanya Mohammed en de joden te Madina, tahun 1928 M yang ditulis untuk mencapai gelar doktornya dalam sastra semit. Melalui karyanya itu, Winsick mempunyai andil besar dalam memasyarakatkan Piagam Madinah ke kalangan sarjana Barat yang menekuni studi Islam. Sedangkan pemberian bab-bab dari 47 pasal itu dilakukan oleh Zainal Abidin Ahmad yang membaginya menjadi 10 bab.
Disebut piagam karena isinya mengakui hak-hak kebebasan beragama dan berkeyakinan, kebebasan berpendapat, dan kehendak umum warga madinah supaya keadilan terwujud dalam kehidupan mereka, mengatur kewajiban-kewajiban kemasyarakatan dan kesatuan semua warga dan prinsip-prinsip untuk mengatur kepentingan umum dan dasar-dasar sosial politik yang bekerja untuk membentuk suatu masyarakat dan pemerintahan sebagai wadah persatuan penduduk madinah yang majemuk tersebut. Baik disebut sebagai “perjanjian” ataupun “piagam “ dan kontittusi bentuk dan muatan shahifat dapat mencakup semua pengertian ketiga istilah tersebut. Artinya kandungan shahifat itu dapat mencakup semua pengertian ketiga istilah tersebut, sebab ia adalah dokumen perjanjian persahabatan antara Muhajirin, Anshor dan Yahudi dan sekutunya bersama Nabi yang menjamin hak-hak mereka, menetapkan kewajiban-kewajiban mereka dan memuat prinsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental yang bersifat mengikat untuk mengatur pemerintahan dim bawah pimpinan Nabi.
Piagam Madinah disebut sebagai konstitusi karena merupakan aturan dasar dalam sebuah kehidupan bermasyarakat. Konstitusi menurut Budiarjo adalah suatu piagam menyatakan cita-cita bangsa dan merupakan dasa organisasi kenegaraan suatu bangsa, di dalamnya terdapat berbagai aturan pokok yang berkaitan dengan kedaulatan, pembagian kekuasaan, lembaga-lembaga Negara, cita-cita dan ideology Negara, masalah ekonomi dan sebagainya. Namun mengenai unsur ketetapannya tidak ada keseapakatan di kalangan para ahli. Unsur-unsur yang lebih luas dikemukakan oleh Budiardjo yaitu ketentuan tentang organisasi Negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislative, eksekutif, yudikatif, tentang hak asasi manusia, tentang prosedur mengubah undang-undang dasar, tentang cita-cita rakyat dan asas ideology Negara.
Dari keterangan tersebut maka suatu konstitusi adalah himpunan peraturan-peraturan pokok mengenai penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu masyarakat yang berkaitan dengan organisasi Negara, kedaulatan Negara dan pembagian kekuasaan antara bidang-legislatif eksekutif dan yudikatif, hak-hak  dan kewajiban rakyat dan pemerintah dan di bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya, cita-cita dan ideology Negara. Berdasarkan hal tersebut, maka harus diakui bahwa Piagam Madinah tidak dapat memenuhinya secara sempurna, karena di dalamnya tidak dapat ditemui penjelasan tentang pembagian kekuasaan antara badan legislative, eksekutif dan yudikatif. Tetapi ia menetapkan adanya pemegang hukum tertinggi. Tetapi ia dapat disebut sebagian konstitusi , karena cita-cita lain dapat ia penuhi yaitu ia dalam bentuk tertulis, mengenai dasar organisasi pemerintahan masyarakat madinah sebagai suatu umat, adanya kedaulatan Negara yang dipegang oleh Nabi dan adanya ketetapan prindsip-prinsip pemerintahan yang bersifat fundamental, yaitu mengakui kebisaan-kebisaaan masyarakat madinah. Mengakui hak-hak mereka dan menetapkan kewajiban-kewajiban madinah. Ia bercita-cita mewujudkan persatuan dan kesatuan semua golongan menjadi satu umat yang bermoral, menjunjung tinggi hukum dan keadilan atas dasar iman dan taqwa. Jadi shahifat atau  Piagam Madinah tersebut berkedudukan sebagai kontitusi yang mengatur seluruh kehidupan masyarakat madinah yang majemuk sehingga dapat dikatakan sebagian sebuah Negara dengan Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam  sebagai pemimpinnya.
         Penggolongan Piagam Madinah sebagai konstitusi baru lahir setelah ilmu yang mempelajari tentang hukum mulai lebih berkembang sejak masa Renaissance di Eropa sampai masa kini. Berikut ini adalah beberapa definisi konstitusi dari berbagai sumber.
1.      Constitution: law determining the fundamental political principles of a government ‘Konstitusi: hukum yang menetapkan prinsip-prinsip politik fundamental dari sebuah pemerintahan’. (http://www.thefreedictionary.com/constitution)
2.      Kostitusi adalah segala ketentuan dan aturan mengenai ketatanegaraan (undang-undang dasar). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1998)
3.      “Konstitusi” (“Dustur”): undang-undang yang menentukan bentuk negara, mengatur sistem pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan wewenang badan-badan pemerintahan. “Undang-undang” (“i]Qanun[/i]”): ketetapan-ketetapan dan peraturan-peraturan yang dibuat oleh pemerintah dan mempunyai kekuatan yang mengikat dalam mengatur hubungan sosial masyarakat.
Dengan mengacu pada definisi “konstitusi” yang telah dituliskan dan dibandingkan dengan isi dari Piagam Madinah, dapat disimpulkan bahwa Piagam Madinah adalah sebuah konstitusi yang mendasari penyelenggaraan sebuah negara-kota yang bernama Madinah. Komponen bentuk negara terlihat pasal 2 (didasarkan pada pembagian pasal oleh A.Guillaume dalam bukunya The Life of Muhammad) yang menjelaskan Madinah adalah negara di suatu wilayah unik dan spesifik. Dalam pasal-pasal berikutnya maupun berdasarkan pada dokumen-dokumen tertulis tentang praktek Piagam Madinah, dapat dianalisis bahwa Madinah adalah negara berstruktur federal dengan otoritas terpusat. Praktek bentuk federasi mini ini adalah membagi Madinah dalam 20 distrik yang masing dipimpin oleh seorang naqib, kepala distrik, dan ‘arif, wakilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...