Rabu, 16 Januari 2013

Kitab Al-Burhan Fi Ilmi Ushul Fiqh

Penerjemah: Abu Aisyah

Penulis :
Abu Al-Ma’ali Abdul Malik bin Abdullah bin Yusuf bin Muhammad bin Abdillah bin Haywiyyah Al-Juwaini, Imam Al-Haramain, salah seorang dari orang-orang jenius pada abad ke-5 Hijriyyah yang telah terkenal keilmuannya di penjuru dunia Islam.
Beliau dibesarkan di tengah iklim ilmiah dimana, dididik langsung di bawah pengawasan ayahnya Abdullah yang menggunakan laqab dengan rukun Islam. Ia adalah seorang yang memiliki pengetahui yang sempurna di bidang fiqh, ushul, tafsir dan adab. Kecerdasan Ali Abu Ma’ali muncul semenjak masih anak-anak. Ayahnya sangat takjub menyaksikan kecerdasan anaknya, mengaji secara talaqi (langsung) kepada ayahnya, kakeknya adalah seorang mujtahid pada Madzhab Syafi’i, Madzhab Khalaf dan termasuk ahli ilmu ushul.  
Ia memperoleh ilmu ushul fiqh dari gurunya Abu Al-Qasim Al-Iskafi Al-Asfarani, yang diperoleh dengan secara teratur hadir di majlisnya.
Ketika ayahnya wafat, Imam Al-Juwaini menggantikannya mengajar, ketika itu umurnya mendekati 20 tahun. Kesibukannya mengjara tidak menghalanginya untuk terus-menerus mengambil ilmu dari para ulama. Ia memiliki keinginan yang kuat, paling kuat keilmuannya di zamannya, maka dirujuk padanya pendapat, ahli ushul, ahli kalam, penyampai yang fasih, yang memiliki adab. Dalam pengetahuan dan keilmuan ia menjadi pribadi yang memukau para ulama, menjadi contoh bagi mereka. Ibnu Subki berkata : Barang siapa yang menyangka bahwa dalam madzhab yang empat tidak ada yang sesuai dengannya dan membenarkannya, maka ia tidak memiliki pengetahuan tentangnya. Demikian pula barang siapa yang menyangka bahwa pada kalangan penyusun kitab tidak ada yang kokoh ilmu balaghahnya maka ia tidak mengetahui apa yang diucapkan… dan tidak diragukan bagi orang-orang yang memiliki pengalaman bahwasanya yang paling mengetahui dari penduduk bumi dengan ilmu kalam dan ilmu ushul dan fiqh…
Imam Al-Juwaini tinggal di Mekkah dan Madinah selama empat tahun, dan menyibukkan diri di sana dengan mengajar , memberi fatwa dan menulis sehingga beliau mendapatkan gelar Imam Haramain. Ia belajar di Madrasah Nidzamiyah di Naisabur kurang lebih 30 tahun. Ia diserahi sebagai “pemilik” mihrab, mimbar, khutbah, pengajaran, dan majelis pengingat pada hari jumat dan diskusi. Hadirin yang hadir dalam majelisnya adalah ulama-ulama besar, para penuntut ilmu dalam jumlah banyak. Para jamaah yang mengikuti pengajarannya setiap hari mencapai 300 orang dari kalangan imam dan para penuntut ilmu.
Ia meninggalkan tulisan-tulisan di bidang fiqh, ushul, ilmu kalam, dan setiap yang diabadikan yang telah banyak disebutkan oleh para ulama sesudahnya, apabila tidak hilang ia menjadi sumber-sumber asli yang menjadi sumber mata air bagi para pembahas.
Para pengkaji telah tertarik dalam membahas pemikiran-pemikirannya saat ini, menikmati kitab-kitabnya dan melakukan tahqiq, dan nampak kitab-kitabnya bagi kita saat ini dan yang lainnya dalam versi baru. Dari kajian dan pembahasan ilmiyah yang telah dilakukan, mereka telah  menyingkap sisi-sisi baru dalam pemikirannya yang bisa kita nikmati.
DR. Abdul ‘Adzim Ad-Diib telah mencatat dan mentahqiq kitab Al-Burhan Fi Ushul Al-Fiqh dan Kitab Al-Ghiya Fi Al-Fiqh (Ghiyats Al-Umam Fi At-Tiyats Dzalam) para pembahas saat ini telah memberikan perhatian pada sisi keilmiahan yang bersumber dari Imam Haramain. Warisan ilmunya sangat banyak hingga seolah-olah warisan satu-satunya yang ada di belakangnya. Antara hasil-hasil ijtihad fiqhnya dan ushulnya jika dibandingkan memiliki jumlah yang kurang lebih sama, maka dikatakan:
Dari hasil-hasil ijtihadnya yang sampai kepada kita adalah mengenai kasus-kasus, memberikan keselamatan pada kehidupan kita, serta wawasan yang memerlukan adanya tashih (pembenaran). Oleh karena itu melihat kepada pandangan (Imam Haramain) dengan sifatnya sebagai ahli kalam dengan derajat pertama. Hal ini karena ilmu kalam adalah ilmunya yang awal, dan pembenaran pandangan ini adalah yang tampak bahwa setiap yang ditulisnya selalu menampakan zawiyyah atau sifat ini. Maka ketika saya mengikuti pendidikan di universitas (jami’ah) tidak mendapatkan hasil kecuali segi ini. Pada tahun yang sama 1948 Al-Marhum Ali Jabbar tiba (Suratnya) ke fakultas Ushuludin dengan judul “Imam Al-Haramain keluarga madrasah asy’ariyyah al-haditsah” dan judulnya tersingkap dari tema-temanya.
Pada tahun 1965 diterbitkan oleh DR. Fauqiyyah Mahmud pembahasan dengan judul “Al-Juwaini Imam Al-Haramain”, pada rangkaian biografi ulama Arab yang dikeluarkan oleh Kementerian Tsaqafah Mesir, akan tetapi hilang juga keahliannya pada sisi ilmi kalam yang dimiliki dengan sendirinya, itu terjadi pada dua bab : Pertama mengenai sejarah dan peninggalannya kedua : dengan Judul, Al-Juwaiani sebagai Ahli ilmu Kalam. Ketika muncul tulisan-tulisannya dan pengenalan-pengenala tentangnya, maka perhatian beberapa ahli berubah kepada yang ada darinya yaitu pada ilmu kalam dan yang berkaitan dengannya.
Ketika para pentahqiq dan penerbit berpaling pada kitab-kitabnya, maka tidak diketemukan kecuali kitab-kitab ilmu kalam yang disebarkan semisal Al-Aqidah An-Nidzamiyah, dengan tahqiq Al-Alamah Al-Marhum DR. Muhammad Yusuf Musa dan shahabatnya Syaikh Muhammad Abdul Mun’im, kemudian diterbitkan oleh DR. Fauqiyyah Mahmud  yaitu “Lam’ul Adillah Fi Aqaidi Ahlu Millah”, pada saat yang sama diterbitkan pula Asy-Syamil Fi Ushuluddin, dengan pengawasan DR Ali Sami Nashr. Demikianlah Imam Al-Haramain dikenal dengan ilmu kalamnya, padahal itu adalah keahliannya yang awal. Ia sendiri telah mengatakan secara jelas dalam pembukaan kitabnya Al-Ghiyatsi…
Kedudukannya dalam ilmu hadits dari atsar Abu Ma’aali dengan keilmiahan yang beraneka ragam disebutkan oleh DR. Abdul ‘Adzim Adiib dalam pembukaan kitab: Al-Burhan dan Al-Ghiyaatsi bahwasanya Imam Al-Juwaini memiliki 40 tulisan, adapun yang dikhususkan dengan fiqh, ushulnya, ilmu khilaf dan jidal, yaitu sebagai berikut :
Dalam bidang ilmu ushul fiqh : Al-Burhan, Al-Waraqat, dan At-Tuhfah
Dalam bidang Fiqh : Al-Ghiyaatsi, Nihayah Al-Mathlab, Mukhtashar An-Nihayah,
Dalam ilmu khilaf dan jidal : Al-Asalib Fil Khilafaat, Al-Kafiyah, Ad-Duratul madhiyyah fi ma waqa’a min khilaf baina Syafi’iyah dan Hanafiyah.
Sebagaimana diketahui bahwa Imam Al-Haramain juga memperhatikan bidang tafsir, hadits, dan adab. Ia juga memiliki kitab tafsir Al-Qur’an Al-Karim, dalam bidang hadits ada 40 hadits pilihan (Ahadits mukhtarat), dalam bidang adab: “Iktsir Adz-Dzahab Fi Shina’atil Adab”. Dari sini sangat jelas bahwa Imam Al-Haramain adalah kumpulan ilmiah dan tidaklah hilang warisan keilmiahannya sesuai dengan derajatnya dan merupakan ulama yang menakjubkan.
Negeri Naisaburi menangis dengan sangat, ketika beliau wafat mengakhiri hidupnya pada malam rabu tahun 478 H, semoga Allah memberikan rahmat padanya dan balasan dari Islam dan umat Islam balasan yang baik. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...