Senin, 21 Januari 2013

Road To Badui... Part 1

Oleh: Abdurrahman


  
Siapa yang tak mengenal Badui? Sebuah komunitas adat yang sangat terkenal memegang teguh tradisi. Sebuah komunitas yang tinggal nun jauh di tengah hutan kawasan Lebak banten. Kehidupan yang begitu menyatu dengan alam sehingga filosofi hidup merekapun selaras dengan alam.
Rasa penasaran saya terhadap suku ini mengantarkan saya menuju perkampungan mereka, walaupun di tengah kesibukan yang luar biasa namun kuatnya keinginan untuk melihat dengan mata kepala menjadikan saya “nekat” berangkat ke sana. Ditemani oleh seorang teman beserta kenalannya yang tinggal di wilayah tersebut akhirnya niat saya menuju ke sana kesampaian juga.
Perjalanan yang sulit menuju lokasi sudah saya dengar sebelumnya, bahkan sebagian berita mengatakan bahwa perjalanan membutuhkan waktu kurang lebih 5-6 jam. Semua itu tidak menyrutkan niat untuk berangkat ke sana. Pukul 07.00 saya berangkat dari rumah, dengan memakai motor saya menuju kea rah barat kota Bogor. Mampir sebentar di STAI Al-Hidayah menyelesaikan beberapa pekerjaan kemudian perjalanan dilanjutkan ke Cigudeg tempat teman saya berada. Sampai di sana berbincang sebentar dan kami memutuskan untuk berangkat dengan naik kendaraan umum. Tadinya sebenarnya mau menyewa mobil, namun karena hanya sedikit orang yang ikut akhirnya saya berdua naik mobil angkutan umum kea rah Parung Panjang. Perjalanan dilanjutkan naik kereta menuju Rangkas Bitung.
Sesampai di sana, kami menunggu sebentar seorang teman yang akan menjemput. Sempat jalan-jalan sebentar ke Rabinsa akhirnya teman itu datang dan memberitahu kami untuk naik angkot menuju Terminal Aweh. Sebenarnya kalau mau menuju ke Badui dari Stasiun Rangkasbitung ada mobil Elf yang langsung menuju ke sana. Namun karena waktunya sudah lewat dhuhur dan janji dengan teman untuk menuju ke rumahnya akhirnya kami berdua menuju rumah kawan tersebut di Cisimeut.
Sebuah awal perjalanan yang menarik sekaligus sebagai uji coba sebelum perjalanan panjang menuju Badui. Setelah naik mobil kurang lebih dua jam dari terminal Aweh, kami sampai di Cisimeut, karena mobil angkot hanya sampai di situ akhirnya kami lanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki kurang lebih 7 KM. Lumayan juga buat latihan betis, di luar dugaan perjalanan menuju ke rumah teman tersebut benar-benar memberikan pengalaman baru yang belum pernah terpikir sebelumnya. Dari mulai perjalanan yang super becek, (nggak ada ojek…), menemukan bebatuan yang menurut saya adalah batuan dari dasar lautan, jalan yang sangat sepi, cerita tentang goa-goa yang berada di bawah tanah yang sedang kami tapaki hingga yang luar biasa adalah sesampainya di rumah ternyata ayah dari teman saya itu adalah seorang da’I dengan anak 15 orang… sungguh luar biasa. Kami menginap di masjid dan menikmati hidangan dari tuan rumah. Ada banyak hal sebenarnya yang bisa saya ceritakan namun lain kali bisa saya lanjutkan.
Pukul 07.00 WIB kami bersepakat untuk memulai perjalanan menuju ke Badui, hujan yang terus mengguyur tidak menyurutkan niat kami untuk memulai petualangan ini. Kondisi jalan yang becek juga menjadikan sebagian kami membuka alas kaki, syukurlah atas kebaikan teman perjalanan dilanjutkan dengan naik motor menuju Ciboleger sebagai pintu gerbang menuju Badui.
Sesampai di Ciboleger dan memasuki Kampung Kadu Ketu kami mengisi buku tamu dan menyelipkan uang Rp. 10.000,- sebagai biaya administrasi. Sebelumnya kami bertemu dengan seorang warga Badui dalam yang juga akan pulang ke rumahnya. Belakangan diketahui ia bernama Anas dan dsebut juga Ayah Nanih. Setelah berfoto sebentar kami segera memulai perjalanan, seperti yang telah diceritakan perjalanan menuju ke Kampung Badui Dalam sungguh luar biasa, tanjakan, tikungan tajam, turunan, dan lengkap dengan licin dan beceknya jalan. Maklum saja saat itu sedang musim hujan hingga jalan banyak digenangi air. Jangan dikira jalan yang dilewati adalah jalan raya atau jalan setapak, ini adalah jalan gunung yang hanya bisa dilewati oleh satu orang yang lain harus berada di belakangnya mengikuti. Atas saran Ayah Nanih kami memutuskan untuk langsung menuju Kampung Cibeo badui dalam, tentu saja ini menjadi tantangan tersendiri karena selama perjalanan kami tidak akan memasuki kampung. Ditambah lagi jalan yang ditempuh adalah jalan tembus yang hanya orang-orang badui yang seirng melewatinya, sehingga medannya lagi-lagi luar biasa.
Di tengah perjalanan banyak hal luar biasa yang belum pernah kami saksikan, dari mulai orang-orang badui luar dan dalam yang memikul Durian (kadu) menuju ke Ciboleger hingga anak-anak badui yang bermain di alam bebas. Hal yang sangat menarik bagi saya adalah di antara orang-orang yang memikul durian tersebut banyak di antara mereka adalah anak kecil yang abru berumur kurang lebih 6-8 tahunan. Mereka membawa durian berjumlah 10 buah memikulnya dan membawanya dengan perjalanan hingga 15-20 KM. Pemandangan yang sangat luar biasa bagi saya, anak-anak perempuan juga tidak ketinggalan membawa durian di punggung-punggung mereka. Kalau jalannya mulus mungkin masih mending, ini jalannya becek licin dan gerimis lagi…
Di perjalanan ketika hampir mencapai kampung Cibeo kami berpapasan dengan banyak anak-anak kecil yang sedang bermain di hutan. Dengan golok di pinggang mereka terlihat bahagia bermain bersama teman-temannya. Ketika mereka diminta berfoto sebagian mereka mau dan sebagian yang lainnya malu-malu….
Perjalanan kami benar-benar melelahkan, namun sepertinya sebanding dengan apa yang kami dapatkan di Badui dalam, mau tahu? Insya Allah bersambung….






































Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...