Minggu, 27 Januari 2013

Ya Allah… Sungguh saya Munafiq

Oleh: Abu Aisyah


Jika ada yang mengatakan bahwa manusia itu adalah tempatnya salah dan lupa maka itu adalah keadaan sebenarnya dari manusia. Lupa atau lalai dari berbuat ketaatan tentu saja dalam beberapa kesempatan bisa dimaafkan. Misalnya saja seseorang tanpa sengaja melakukan kesalahan atau dosa, atau seseorang terpaksa melakukan hal yang dilarang agama. Namun bagaimana jika ternyata seseorang itu melakukan sebuah kesalahan akan tetapi ia sadar bahwa itu adalah salah.  Apakah ini bisa dimaafkan? Atau ia juga harus mendapatkan hukuman?
Berbicaramengenai memaafkan atau menghukum seseorang, itu adalah hak prerogratif Allah ta’ala. Manusia hanya bisa melaksanakan apa yang sudah ditetapkanNya dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi yang mulia. Jika kesalahan itu dilakukan dengan penuh kesadaran maka sudah selayaknya ia akan mendapatkan hukuman, seorang pencuri yang mengambil harta orang lain dan dia sadar bahwa perbuatannya itu adalah dilarang maka pencuri itu harus mendapatkan hukuman dari perbuatannya. Demikian juga ketika ada seseorang yang berbuat dosa padahal dia sadar bahwa perbuatan tersebut akan membawa murka Allah ta’ala maka baginya sesuai dengan hukum yang disyariatkanNya.
Jika itu terjadi pada orang lain tentu kita akan dengan segera menyatakan bahwa orang yang melakukan kesalahan itu harus dihukum, pencuri itu harus dipotong tangannya, atau bentuk-bentuk kutukan lainnya yang intinya kita ingin menegakan hukum-hukumNya.
Bagaimana kalau ternyata kesalahan atau dosa itu kita sendiri yang melakukannya? Apakah kita dengan ikhlas akan mengatakan “Hukumlah saya, karena saya telah melakukan perbuatan dosa!” Jangan-jangan kita akan segera menyembunyikan kesalahan itu, pura-pura tida tahu atau lebih dari itu merasa tidak melakukan kesalahan. Dalam kondisi yang sangat mengkahwatirkan justru seseorang itu merasa tidak melakukan kesalahan padahal jelas-jelas perbuatan yang dilakukannya bertentangan dengan nilai-nilai Islam.
“Ya Rasulallah, Handzalah telah menjadi orang munafik” begitulah ucapan seorang shahabat nabi yang mulia ketika merasa bahwa dirinya jauh dari ketaatan ketika berjauhan dengan rasul yang mulia. Naik turunnya iman telah mengakibatkan Handzalah merasa dirinya begitu hina dan mengaggap ia telah berbuat munafik. Bagaimana dengan anda? Bagaimana dengan kita? Bagaimana dengan saya?
“Ya Allah… saya munafiq… “ itulah jeritan batin yang saat ini saya rasakan. Saya merasa bahwa terlalu hina untuk disebut ahli agama, karena mudah sekali saya berbuat dosa. Apalagi jika yang jelas-jelas dosa itu kita anggap sesuatu yang biasa. Astagfirullah… Ya Allah ampuni hamba… ternyata bukan hanya bibit-bibit kemunafikan yang mulai tumbuh di hati hamba. Ia telah tumbuh mengakar dan seolah-olah sebuah kebaikan adanya.
“Ya Allah… saya munafiq…” terlalu banyak kesalahan yang seringkali terulang, kesalahan yang membawa catatan hitam dalam lembaran-lembaran kehidupan. Kesalahan yang menjadikan ridha Ar-Rahman tertahan, kesalahan yang membuat rizqi tak lagi ditebarkan… kemunafikan yang saya rasakan adalah merasa diri sudah benar, merasa diri sudah mendapatkan hidayah hingga jeratan syetan perlahan dipasang untuk menjerat setiap tingkah dan amalan.
“Ya Allah… saya munafiq…” ucapan ini sangat pantas untuk hamba haturkan padaMu, karena hanya padamu diri ini bisa mengadu. Manusia bisa mulia melihatku, padahal diri ini tak lebih dari sekadar debu, debu yang terombang-ambing sang bayu mengangkasa hingga ke laut biru…  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...