Jumat, 22 Februari 2013

Peran Orang Tua dalam Pendidikan Berkarater Islami

Disusun oleh: M.H. Ginanjar, M.Pd.I [1]

A.  Pendahuluan
Banyak anggapan bahwa kewajiban dan peran ayah hanyalah bekerja mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, sedangkan ibu mendidik anak serta mengurusi pekerjaan rumah tangga, padahal seharusnya orang tua (ayah—ibu) harus dapat berkerja sama untuk mendidik anak-anaknya, dalam arti tugas mendidik anak bukan hanya tanggungjawab ibu saja, karena ayah merupakan pemandu, pendidik, pelindung dan pemimpin atau kepala keluarga. Adapun kewajiban dan tanggungjawab ibu adalah menjaga, memelihara, dan mengelola keluarga di rumah suaminya, terlebih lagi mendidik dan merawat anaknya.
Pada generasi sebelumnya, pengasuhan anak cenderung dilimpahkan pada ibu saja. Namun, saat ini telah terjadi pergeseran konsep, dari pengasuhan motherhood menjadi parenthood. Konsep parenthood menitikberatkan pada peran kedua orang tua atau ayah—ibu. Secara psikologis, anak memerlukan figur ayah dan figur ibu secara komplementatif bagi pengembangan karakternya. Ayah yang menjalankan peran pengasuhan  dan pendidikan secara Perguruan Tinggi ternyata sangat mempengaruhi perkembangan dan pembentukan karakter anak.
Dalam pandangan Islam, anak merupakan amanah Alloh l atas kedua orang tua. Untuk itu, orang tua berkewajiban menjaga dan mendidik anaknya supaya selamat dunia dan akhirat. Bahkan keselamatan kehidupan keluarga juga merupakan tanggung jawab orang tua. Sebagaimana firman Alloh dalam surat At-Tahrim, ayat : 6:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR ……
Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”

Para ulama menafsirkan ayat di atas dengan “Peliharalah diri kalian, yaitu dengan menjauhi apa yang dilarang oleh Alloh l Ali bin Abi Thalib a mengatakan, “ajarkanlah diri dan keluarga kalian kebaikan.” (HR.Hakim dalam al Mustadrak). Al Muqatil menafsirkan ayat itu sebagai perintah dari Alloh kepada setiap orang tua untuk mendidik diri dan keluarganya kepada kebaikan dan dan melarang mereka dari kejahatan.  Begitu juga pendapat Imam Ibnu Qayyim v, makin menguatkan tentang tanggung jawab besar ini dengan mengatakan, “Sesungguhnya Alloh akan meminta pertanggungjawaban para orang tua tentang pendidikan anak-anak mereka—kelak pada hari kiamat—sebelum Alloh l meminta pertanggung jawaban anak terhadap orang tua mereka. Sebagaimana orang tua mempunyai hak atas anak-anak mereka, anak juga mempunyai hak atas orang tua mereka. Kemudian beliau (Ibnu Qayyim v) mengatakan, “Barangsiapa yang meremehkan pendidikan anaknya dengan tidak memberikan kepada mereka pendidikan yang akan bermanfaat pada hari tuanya, maka ia telah memperlakukan anaknya dengan perlakuan yang jelek”.
Pendapat-pendapat di atas tentang penafsiran firman Alloh tersebut, kita bisa menarik benang merahnya, bahwa Islam membebankan tanggung jawab pendidikan anak kepada kedua orang tua dan semua orang yang akan menggantikan posisi keduanya agar tidak masuk kedalam siksa api neraka.
Pada prinsipnya, setiap orang tua pasti menginginkan keberhasilan dalam pendidikan anak-anaknya. Keberhasilan dalam mendidik tentunya tidak akan dapat terwujud tanpa adanya usaha keras dan peran dari orang tua itu sendiri. Hal ini sebagaimana yang dikatakan Rasulullah n:

Artinya : “Tiada manusia lahir (dilahirkan) kecuali dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan ia (kafir) yahudi, nasrani atau majus”. (Muttafaqun’Alaih)[2]
           
Hadits tersebut mengandung pengertian bahwa orang tua mempunyai peranan yang sangat penting terhadap pembentukan karakter anak serta memberikan pengaruh yang sangat besar dalam keberhasilan pendidikannya. Mengingat begitu urgennya peran orang tua ini, Zakiah Darajat mengatakan, “pembinaan moral bagi anak-anak terjadi melalui pengalaman dan kebiasaan-kebiasaan yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua. Mulai dengan pembiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral yang ditirunya dari orang tua dan mendapat latihan-latihan untuk itu”.[3] Senada dengan pendapat Darajat, Mustofa al’Adawi mengemukakan, kesalehan jiwa dan perilaku orang tua memiliki andil besar dalam membentuk kesalehan anak. Bahkan, akan membawa manfaat bagi anak, baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya, perilaku buruk yang dimiliki orang tua bisa membawa pengaruh tidak baik dalam pendidikan anak.[4]
Pada dasarnya, setiap manusia mempunyai potensi untuk menerima kebaikan atau keburukan, termasuk yang terjadi pada anak-anak. Hal ini dijelaskan Alloh, sebagaimana dalam firman-Nya:
$ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ   $ygyJolù;r'sù $yduqègéú $yg1uqø)s?ur ÇÑÈ   ôs% yxn=øùr& `tB $yg8©.y ÇÒÈ   ôs%ur z>%s{ `tB $yg9¢yŠ ÇÊÉÈ    
Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciPerguruan Tinggiaan-Nya). Maka Alloh mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan/potensi) kefasikan dan ketaqwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”. (QS. Asy-Syams/91:7-10).

Kesucian (fitrah) seorang anak akan dapat dipertahankan, apabila anak tersebut mendapat bimbingan, arahan dan pengawasan/pemeliharaan yang benar sesuai ajaran Islam, akan tetapi seorang anak akan ternodai kesucian fitrah dan tauhidnya, apabila kedua orang tuanya salah dalam mengarahkan dan membimbing anaknya, bahkan bisa lebih celaka jika pendidikan karakter diabaikan dengan sengaja. Rasulullah menegaskan bahwa misi utama dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character).
Sebagai upaya pembentukan karakter, ajaran Islam harus dikenalkan dan diajarkan sejak dini kepada anak, karena Islam adalah sumber nilai yang paling utama, petunjuk dan pedoman hidup yang paling sempurna, menjelaskan prinsip-prinsip yang benar dan yang salah, halal dan haram, wajib dan sunnah, makruh, mubah dan sebagainya.  
Tulisan ini dimaksudkan untuk mengingatkan kita khususnya para orang tua akan pentingnya membangun kesadaran untuk menciPerguruan Tinggiakan keseimbangan peran-peran orang tua dalam pembentukan karakter anak. Bahkan bukan sebatas pada pembentukan karakter, akan tetapi lebih mendasar lagi sampai pada penanaman keyakinan atau aqidah yang shahih.



[1]     Penulis adalah dosen tetap Jurusan Tarbiyah STAI Al Hidayah Bogor dan pengasuh rubrik Tarbiyatul Aulad di Radio Fajri 99,3 FM.
[2]     Mukhtarul Hadits, 1979:382.
[3]     Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 1972), hlm.84
[4]     Mustofa al’Adawi, Fiqh Pendidikan Anak, (Jakarta: Qisti Press, 2006), hlm.20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...