Kamis, 16 Mei 2013

Tritangtu Di Bumi Di Kampung Naga : Melacak Artefak Sistem Pemerintahan (Sunda)

Drs. Agus Heryana


ABSTRAK
Tritangtu di bumi adalah sistem pemerintahan tradisional di tatar Sunda yang membagi kekuasaan dalam tiga peran yaitu Rama (Tuhan), Prabu (manusia), dan Resi (alam). Keberadaannya masih dapat dilacak di kampung-kampung adat, salah satunya adalah Kampung Naga. Penelitian ini menggunakan metode deskripsi yang mampu menjelaskan secara rinci perihal perikehidupan masyarakat Kampung Naga. Di samping itu, penelusuran terhadap teks naskah-naskah Sunda Kuna masa pra-Islam telah memberikan informasi lengkap terdapat keberadaan konsep pemerintahan Sunda masa lampau. Tujuan penelitian ini adalah menemukenali prinsip-prinsip pemerintahan tradisional dalam kerangka memahami kepemimpinan orang Sunda. Kampung Naga dalam kesehariannya dewasa ini lebih kental dan menonjol unsur keagamaannya, yaitu agama Islam. Akibatnya adalah konsep tritangtu nyaris hilang dan tak dikenal lagi. Hasil penelusuran pada tatanan pemerintahan dan ’artefak’ fisik Kampung Naga ciri pemerintahan tradisional masih terlihat dalam bentuk lain.
Kata kunci: Tritangtu, rama, prabu, resi, leuweung (hutan), kampung naga.

PENDAHULUAN
Keberadaan Kampung Adat, khususnya di Jawa Barat, yang memiliki kekhasan dan kemandirian sikap sangat menarik untuk dikaji. Kita tidak bisa menutup mata akan kemampuan mereka mempertahankan diri di tempat yang jauh dari keramaian, bahkan seringkali mencengangkan orang lain dan dianggap memiliki nilai budaya yang tinggi. Misalnya makna yang dapat diambil dari ‘pikukuh’ (adat, aturan) orang Kanekes (Baduy) yang berbunyi : Najan nepi ka mupak alam dunya, adat mah teu wasa dirobah, lojor teu meunang dipotong, pandak (pondok) teu meunang disambung, sajadina bae (Walau hingga alam dunia hancur, adat tak kuasa diubah, panjang tak boleh dipotong, pendek pun tak boleh di sambung). Ungkapan ini memberi petunjuk akan pola pikir positif yang merupakan dasar normatif bagi kaedah dan hukum sebagai pedoman hidup warga masyarakat (Garna, 1994/1994:4).
Namun hal terpenting bagi kita dalam kaitannya dengan keberadaan kampung adat adalah menjadikan kampung adat sebagai "prototipe" masyarakat Sunda. Artinya keberadaan kampung adat cukup representatif guna mewakili tata kehidupan orang Sunda masa silam. Dalam pengertian, -walau tidak secara utuh- dapat memberikan pemahaman atas sejumlah persoalan mengenai adat-istiadat, kepercayaan (religi), pemerintahan, seni budaya, sistem pertanian dan berbagai aspek kehidupan orang Sunda.
Kesalahan yang tidak disengaja ketika sosok orang Sunda mencari jati dirinya adalah mengabaikan peranan masyarakat adat. Ketika seorang budayawan berbicara tentang budaya Sunda, seringkali menafikan atau mengabaikan tatanan kehidupan masyarakat yang berada di kampung adat. Padahal tidak mustahil pada diri mereka sebenarnya letak semua jawaban atas pertanyaan yang dicari orang Sunda masa kini. Berdasarkan pendataan Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional terdapat beberapa kampung adat yang memiliki pendukung cukup besar, salah satunya adalah Kampung Naga di Tasikmalaya. Secara administratif kampung ini masuk wilayah Kecamatan Salawu Desa Neglasari dan berada di tepi Sungai Ciwulan.
Penelaahan atas buku atau laporan penelitian mengenai Kampung Naga telah banyak dilakukan, terutama dari sisi kultur dan sosial-budaya. Misalnya, Murniatmo G. et al. (1987) mengenai Kehidupan Sosial Budaya Orang Naga, Salawu Tasikmalaya Jawa Barat; Oyon Sofyan Umsari, dkk. (1985/1986) mengenai Bahasa Sunda Kampung Naga; A. Suhandi Sumamihardja mengenai Kesenian, Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga Jawa Barat; di bidang lingkungan penelitian tercatat dilakukan oleh Sony Suhandono (1996) tentang Etnobotani Orang se Naga yang mengemukakan tumbuh-tumbuhan obat. Penelitian-penelitian lain pun yang berkaitan dengan Kampung Naga masih banyak dan (sebaiknya) dijadikan acuan dalam meneliti berbagai persoalan di Kampung Naga.
Persoalan lain yang tak kalah menarik adalah sistem pemerintahannya, yakni pikukuh tilu atau hukum tangtu yang merupakan sistem pemerintahan tradisional ala Sunda. Konsep pemerintahan tersebut baik tersirat dalam sisa-sisa budaya maupun tersurat dalam naskah-naskah Sunda menjadi pijakan awal dalam penelusuran sistem (organisasi) pemerintahan masa lampau. Jadi, masalah yang akan dikaji adalah apakah pikukuh tilu (Tritangtu di Bumi) - yang merupakan konsep pemerintahan Sunda masa lalu - masih digunakan oleh penduduk Kampung Naga ? Atas dasar tersebut maka tujuan penelitian adalah menemukenali prinsip-prinsip pemerintahan dan kepemimpinan orang Sunda.
Selanjutnya, guna mencapai tujuan yang diharapkan, penelitian menempuh pendekatan kualitatif (Maryaeni, 2005: 3) yaitu memahami fakta yang ada di balik kenyataan yang dapat diamati atau diindra secara langsung. Dengan bahasa lain penelitian kualitatif adalah medan penemuan pemahaman yang merupakan kegiatan yang tersusun atas sejumlah wawasan, disiplin, maupun wawasan filosofis sejalan dengan kompleksitas pokok permasalahan yang digarap. Sementara itu Surakhmad, (1982:139) mengemukakan metode deskriptif-kualitatif adalah suatu cara yang digunakan untuk menyelidiki dan memecahkan masalah yang tidak terbatas pada pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi meliputi analisis dan interpretasi data sampai kepada kesimpulan yang didasarkan atas penelitian. Atas uraian tersebut metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.


PENUTUP
Konsep Tritangtu di bumi merupakan rucita kepemimpinan masyarakat Sunda yang sangat tua. Embaran-embaran mengenai Tritangtu di bumi ini ditunjang atau didasarkan pada naskah-naskah Sunda Buhun dan perikehidupan masyarakat kampung adat yang kini masih dapat kita saksikan salah satunya di Kampung Naga. Sementara itu, embaran naskah yang memuat rucita Tritangtu di bumi dapat ditelusuri pada naskah Siksa Kanda ng Karesian (1518), Carita Parahyangan (1580), dan Sewekadarma (masih abad ke-15).
Secara rinci Tritangtu di bumi terdiri atas 3 (tiga) unsur yairu : raja/ratu (prabu), rama, dan resi. Kekuatan Tritangtu terletak pada kekukuhan atau keteguhannya pada masing-masing unsur. Tidak ada diantara ketiga unsur tersebut saling berebut kekuasaan, tetapi masing-masing berjalan pada tempatnya sesuai dengan kapasitas dan profesialismenya masing-masing. Tujuannya adalah untuk menyentosakan pribadi (seseorang). Ia harus sentosa bagaikan raja, ucapannya harus dapat dipegang bagaikan petuah para tetua (rama), sedangkan budinya haruslah bagaikan budi seorang resi.
Tritangtu Di Bumi adalah sistem kepemimpinan Sunda secara tradisional, yaitu sistem kepemimpinan yang dilakukan oleh tiga orang (Rama - Resi - Prabu). Meskipun tidak sama persis, karena telah mengalami perubahan istilah dan ada sedikit perbedaan dengan aslinya, sistem ini pada saat ini masih dipertahankan dan dijalankan oleh warga Kampung Naga. Sistem organisasi pemerintahan Kampung Naga yang terdiri atas tiga perangkat, yaitu Kuncen, Lebe dan Punduh telah mengindikasikan penggunaan konsep tritangtu di bumi. Di samping itu, penerapan tritangtu di bumi tidak terbatas dalam sistem pemerintahan saja, tetapi juga telah merambah ke bidang kosmologi dan tata letak perkampungan.
Selanjutnya, guna memahami lebih mendalam mengenai peran tritangtu pada masyarakat Sunda tidak ada salahnya disarankan untuk melakukan 2 (dua) hal berikut.
Penelusuran atas sejumlah kampung adat secara integral dan terpadu dari berbagai aspek kehidupan sosial budaya, termasuk sejarah di dalamnya tidak menutup kemungkinan akan memperjelas peranan tritangtu sesungguhnya.
Dalam cakupan lebih luas konsep Tritangtu di bumi adalah konsep dasar dari berbagai sistem dan subsistem budaya Sunda. Setiap budaya (Sunda) nyaris tidak bisa dilepaskan dengan konsep yang dimaksud. Oleh karena itulah, upaya penggalian dan penelusuran Tritangtu hakikatnya menelusuri benang merah kebudayaan Sunda yang terputus selama ini. Dengan kata lain, konsep tritangtu dapat disarankan untuk dijadikan media dalam memahami kearifan dan nilai filosofis yang terkandung pada sebuah produk budaya Sunda.


DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, Kusnaka dkk. 1984.
Sistem Kepemimpinan di dalam Masyarakat Pedesaan Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
------------------. 1986.
Kesadaran Budaya Tentang Ruang Pada Masyarakat di Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional

Ahman Sya,M,dkk. 2008.
Sejarah Kampung Naga. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat Balai Pengembangan Kemitraan dan Pelatihan Tenaga Kepariwisataan. Al-Bustomi, Ahmad Gibson. Kamis, 30 Januari 2003.
Islam-Sunda Bersahaja di Kampung Naga. Pikiran Rakyat, Ayatrohaedi. 2002.
Kepemimpinan Dalam Masyarakat Sunda Berdasarkan Naskah. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
--------------- 1987.
Masyarakat Sunda Sebelum Islam: Data Naskah. Laporan penelitian untuk Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
--------------- 2001.
Nganjang ka Kalanggengan. Makalah disampaikan pada Konferensi Internasional Budaya Sunda. Bandung
Asal usul Kebudayaan dan Perkembangan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen Kebudayaan Depdikbud.
Djati Sunda, Anis.2002. (Makalah)
Teuleu Tangtu Kepemimpinan Tradisional Masyarakat Adat Urang Rawayan dan Pancer Pangawinan. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Danasasmita, Saleh. 1984.
Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, 4 jilid. Bandung: Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat.
Danasasmita, Saleh dan Anis Djatisunda. 1986.
Kehidupan Masyarakat Kanekes. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Danasasmita, Saleh dkk. 1987.
Sewakadarma, Sanghyang Siksa-kandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Garna, Judistira .1993.
Budaya Daerah Sebagai Sumber Daya Dalam mengatasi arus modernisasi (makalah). Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Ditjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Depdikbud
Maria, Siti dkk. 1995.
Sistem Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola Lingkungan Hidup (Studi tentang Pantangan dan Larangan). Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen Kebudayaan
Murniatmo G. et al. (1987).
Kehidupan Sosial Budaya Orang Naga, Salawu Tasikmalaya Jawa Barat. Ditjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Yogyakarta.
Maryaeni, 2005.
Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sucipto, Toto. 2005,
Masyarakat Adat, Kampung Adat, dan Kampung Khas. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.

Suhandono, Soni dkk. 1996.
Etnobotani orang se-Naga - Tasikmalaya Jawa Barat: Suatu telaah Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Tumbuhan. Bandung: ITB.

Sumamihardja, A. Suhandi. 1984.
Organisasi dan Struktur Sosial Masyarakat Sunda. Jakarta: Girimukti Pasaka.

----------------. 1991.
Pola Hidup Masyarakat Indonesia. Bandung: Fasa Unpad

----------------.1991/1992.
Kesenian, Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga Jawa Barat. Depdikbud Proyek Pembinaan Media Kebudayaan Ditjen Kebudayaan.

Umsari, Oyon Sofyan dkk. (1985/ 1986).
Bahasa Sunda Kampung Naga. Depdikbud Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Barat.

DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, Kusnaka dkk. 1984.
Sistem Kepemimpinan di dalam Masyarakat Pedesaan  Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
------------------. 1986.
Kesadaran Budaya Tentang Ruang Pada Masyarakat di Daerah Jawa Barat. Depdikbud Ditjen Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional
Ahman Sya,M,dkk. 2008.
Sejarah Kampung Naga. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Barat Balai Pengembangan Kemitraan dan Pelatihan Tenaga Kepariwisataan.
Al-Bustomi, Ahmad Gibson. Kamis, 30 Januari 2003.
Islam-Sunda Bersahaja di Kampung Naga .Pikiran Rakyat,
Ayatrohaedi. 2002.
Kepemimpinan Dalam Masyarakat Sunda Berdasarkan Naskah. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
--------------- 1987.
Masyarakat Sunda Sebelum Islam: Data Naskah. Laporan penelitian untuk Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.
--------------- 2001. Nganjang ka Kalanggengan. Makalah disampaikan pada Konferensi Internasional Budaya Sunda. Bandung

Asal usul Kebudayaan dan Perkembangan. Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen Kebudayaan Depdikbud.
Djati Sunda, Anis.2002. (Makalah)
Teuleu Tangtu Kepemimpinan Tradisional Masyarakat Adat Urang Rawayan dan Pancer Pangawinan. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Danasasmita, Saleh. 1984.
Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat, 4 jilid. Bandung: Proyek Penerbitan Sejarah Jawa Barat.
Danasasmita, Saleh dan Anis Djatisunda. 1986.
Kehidupan Masyarakat Kanekes. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Danasasmita, Saleh dkk. 1987.
Sewakadarma, Sanghyang Siksakandang Karesian, Amanat Galunggung: Transkripsi dan Terjemahan. Bandung: Bagian Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi) Ditjen Kebudayaan Depdikbud
Garna, Judistira .1993.
Budaya Daerah Sebagai Sumber Daya Dalam mengatasi arus modernisasi (makalah). Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Ditjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional. Depdikbud
Maria, Siti dkk. 1995.
Sistem Keyakinan pada Masyarakat Kampung Naga dalam Mengelola Lingkungan Hidup (Studi tentang Pantangan dan Larangan). Jakarta : Proyek Pengkajian dan Pembinaan Nilai-nilai Budaya Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Dirjen Kebudayaan
Murniatmo G. et al. (1987).
Kehidupan Sosial Budaya Orang Naga, Salawu Tasikmalaya Jawa Barat. Ditjen Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Yogyakarta.
Maryaeni, 2005.
Metode Penelitian Kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Sucipto, Toto. 2005, 
Masyarakat Adat, Kampung  Adat, dan Kampung  Khas. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Bandung.
Suhandono, Soni dkk. 1996.
Etnobotani orang se-Naga - Tasikmalaya Jawa Barat: Suatu telaah Pemanfaatan Sumberdaya Hayati Tumbuhan. Bandung: ITB.
Sumamihardja, A. Suhandi. 1984.
Organisasi dan Struktur Sosial Masyarakat Sunda. Jakarta: Girimukti Pasaka.
----------------. 1991.
Pola Hidup Masyarakat Indonesia. Bandung: Fasa Unpad
----------------.1991/1992.
Kesenian, Arsitektur Rumah dan Upacara Adat Kampung Naga Jawa Barat. Depdikbud Proyek Pembinaan Media Kebudayaan  Ditjen Kebudayaan.
---------------. 1992/1993.
Umsari, Oyon Sofyan dkk. (1985/1986).
Bahasa Sunda Kampung Naga. Depdikbud Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Jawa Barat.

Diterbitkan dalam Patanjala Volume 2, No 2 / Juni 2010

1 komentar:

  1. Pasca Maklumat Prabu Siliwangi yang menghebohkan, Tatanan Sunda yang Adi Luhung, Global & Universal dalam pengawalan Sistem Pajajaran tinggal cerita, tenggelam dan hanya menyisakan nama. Maklumat tersebut diantaranya berbunyi: “SEJAK HARI INI PAJAJARAN MENGHILANG DI ALAM KEHIDUPAN. HILANG STRUKTUR FISIK IBU KOTANYA, HILANG TATANAN NEGARANYA. PAJAJARAN TIDAK AKAN MENINGGALKAN JEJAK, KECUALI NAMA BAGI YANG MENAPAK TILAS”.
    Maklumat yang dahsyat ini memberi pelajaran bahwa peradaban di masa Prabu Siliwangi, sudah sampai pada tingkat “reaktor atom” dimana EKSISTENSI FISIKAL dirubah menjadi EKSISTENSI ENERGI.
    Fasca Maklumat ini TATANAN ADI LUHUNG SUNDA menghilang DISELAMATKAN OLEH SISTEM ILMU AGAR SELALU ORIGINAL & TIDAK TERKONTAMINASI dengan tatanan DESTRUKTIF.
    Hingga suatu saat akan muncul “BUDAK ANGON” yang menemukan dan merekonstruksikannya kembali.
    Dalam tatanan kehidupan Manusia, Sunda menganut Sistem Fitrah TRI TANGTU DI BUWANA.

    TIGA KONSTRUKSI TATANAN MANUSIA SUNDA GLOBAL
    (Teks di bawah ini dipetik dari situs Sajatining Angin) sbb:
    1. TATANAN MANUSIA PARAHYANGAN.
    Memiliki kompetensi; LUHUR, LUNGGUH, LUHUNG (harus terjelaskan secara sempurna).
    Parahyangan adalah manusia MANUNGGALING DIRI YG TERKONEKSITAS BERSAMA ALAM RAYA SECARA NYATA, yang menjalankan amanah FILOSOFIS, IDEOLOGI, SPIRITUAL.
    Parahyangan adalah MANUSIA YG MEMEGANG OTORITAS TERHADAP PAKEM DAN KEBIJAKAN BAGI PERWUJUDAN KESEMPURNAAN TATANAN KEHIDUPAN SUNDA DALAM CAKUPAN GLOBAL & UNIVERSE atau DUNIA & PASCA DUNIA.
    MANUSIA PARAHYANGAN ADALAH MAJELIS AGUNG YG BERPUSAT DI PARAHYANGAN TENGAH.

    2. TATANAN MANUSIA PAJAJARAN.
    Memiliki kompetensi RAMA, RATU, RESI (harus terjelaskan secara sempurna).
    Pajajaran adalah manusia PENYELENGGARA NEGARA yg menjalankan amanah STRATEGIS, TAKTIS, POLITIS
    Tatanan Pajajaran adalah JAJARAN MANUSIA YG MENERIMA MANDAT DARI PARAHYANGAN, MENYANDANG AMANAH UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN & KESEJAHTERAAN UMAT MANUSIA DISELURUH DUNIA. PAJAJARAN ADALAH LEMBAGA FORMAL KENEGARAAN.

    3. TATANAN MANUSIA SILIWANGI.
    Memiliki kompetensi; TUHU, TULUS, TUKUH (harus terjelaskan secara sempurna).
    Siliwangi adalah manusia KHALAYAK RAMAI KEBANGSAAN yg menjalankan amanah; SOSIAL, HUMANIS, PRAKTIS.
    Siliwangi adalah manusia semesta dlm cakupan Bumi, atau SELURUH MANUSIA DI PERMUKAAN BUMI YG BERHAK MENDAPATKAN JAMINAN KEADILAN & KESEJAHTERAAN DLM HIDUP & KEHIDUPANNYA DARI PUSAT NEGARANYA MASING2.

    semoga kita dapat memahami lebih dalam tentang PARAHYANGAN – PAJAJARAN – SILIWANGI
    dalam konstruksi TATANAN SUNDA GLOBAL.

    Teks TIGA KONSTRUKSI TATANAN MANUSIA SUNDA GLOBAL dipetik dari situs SAJATINING ANGIN, yang merupakan kesimpulan dari Ceramah Filsafat Spiritual dgn Narasumber Mandalajati Niskala.

    Terima kasih.
    Sandi Kaladia

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...