Jumat, 14 Juni 2013

Intelektual Al-Mawardi

Oleh: DR. Munir dan DR. Ramdhan

            Sumber yang diriwayatkan Musṭafa al-Saqa dan Sayyid ‘Abdul Maqṣud,[1] memberikan keterangan bahwa al-Mawardi hidup pada masa peradaban Islam mencapai puncak keemasannya (fî azhâr al-Suhûr al-Ṡaqâfaṫ al-Islâmiyyaṫ). Ketika Daulah ‘Abbasiyaṫ mencapai derajat yang tinggi dalam kemajuan ilmu pengetahuan (Darâjaṫ al-‘A1iyyaṫ fî Ruqqi al-Ilm,), melahirkan ulama, dan cendekiawan dalam berbagai disiplin ilmu dan sebagai transformator ilmu-ilmu klasik.[2]
            Al-Mawardi merupakan seorang pemikir Islam, fȃqîh dan ḥâfiẓ terbesar mażhab Šafi‘i, pakar politik pemerintahan ‘Abbasiyaṫ, cendekiawan dalam berbagai cabang keilmuan, pemikirannya obyektif, metodologi ilmu yang akurat, dan mewariskan kepada umat Islam karya-karya master-piece sebagai bagian dari akumulasi peradaban Islam.
            Riwayat ini dapat membuktikan kualitas intelektual dan religius al-Mawardi yang diperoleh sebagai hasil dari fase-fase pendidikan, baik pada tingkat dasar maupun level tertinggi semasa hidupnya. Selain itu, aktivitas dan mobilitas al-Mawardi ikut mendukung dalam membentuk kepribadiannya sebagai seorang ulama sekaligus cendekiawan dalam subyek keilmuan yang beragam.
            Berdasarkan literatur-literatur klasik dan modern,[3] al-Mawardi menerima pendidikan dasar di Baṣraṫ. Ia belajar ḥadiṡ  kepada ulama-ulama terkemuka waktu itu, antara lain, al-Hasan Ibn Ali bin Muhammad al-Jaballi (Sahabat ‘Abu Ḣalifaṫ   al-Faḍl Ibn Ḥubab al-Jahmi al-Muhaddiṡ al-Lugawi), Muhammad Ibn ‘Adiy bin Zuhar al-Muqri, Muhammad Ibn al-Ma‘ala al-Azdi, Ja‘far Ibn Muhammad Ibn al-Faḍil al-Bagdadi, dan belajar fiqh kepada ‘Abu al-Qasim ‘Abd al-Wahid Ibn Muhammad al-Ṣaimiri al-Qaḍi, seorang faqih terkemuka Mażhab Šafi‘i.
            Dalam literatur-literatur tersebut tidak dijelaskan secara rinci masa al-Mawardi menerima pendidikan pada level dasar di Baṣrah. Riwayat ini didukung oleh catatan Muṣṭafa a1-Saqa dan Sayyid ‘Abd. Al-Maqsud,’[4] al-Mawardi beberapa tahun kemudian bersama dengan orang tuanya pindah ke Bagdad dan di sana ia dibesarkan. Al-Mawardi  kemudian melanjutkan studinya pada level tertinggi di Bagdad yang saat itu sebagai pusat kajian ilmu pengetahuan dan filsafat,  khususnya, bidang fiqh kepada ‘Abu Ḥamid ’Ahmad bin Abi Ṭahir al-Isfiraini (w. 406 H).[5]
            Riwayat lain berasal dari Jamil ’Ahmad,[6] al-Mawardi pindah ke Bagdad untuk melanjutkan studi  hukum, tata bahasa, dan kesusasteraan kepada ‘Abdullah al-Baqi dan al-Isfiraini. Materi-materi kuliah yang diberikan oleh gurunya itu dalam waktu singkat telah dikuasai oleh a1-Mawardi mencakup bidang  ḥadiṡ , fiqh, politik, etika, dan sastera.
            Sumber lain berasal dan Harun Nasution,[7] studi lanjut al-Mawardi di Bagdad untuk belajar kepada ulama-ulama terkemuka dalam kurikulum ilmu-ilmu agama, seperti al-Hasan Ibn ’Abu al-Ḥambali, Muhammad lbn al-Ma‘alIa al-’Azdi, Ja‘far Ibn Muhammad Ibn al-Faḍal al-Bagdadi, dan Abu Ḥamid al-Isfiraini.
            Literatur terlengkap yang memberikan riwayat tentang guru-guru Al-Mawardi tersebar dalam sumber-sumber sejarah klasik yang memuat biografi para tokoh yang dikumpulkan ‘Abdul Maqsud[8] dengan subyek yang dipelajari al-Mawardi, yaitu:
1)      Belajar Fiqh dan Uṣȗl Fiqh kepada ‘Abu al-Qasi ‘Abdul Wahid bin Ḥusain al-Baṣri a1-Ṣaimiri (w. 386 H).
2)      Belajar Fiqh kepada ‘Abu Hamid Ahmad bin Muhammad Ibn Ahmad al-Isfiraini (w. 406 H).
3)      Belajar Fiqh kepada ‘Abdullah Muhammad Al-Bukhari, al-Syaikh al-imȃm  ‘Abu Muhammad a1-Baqi‘ (w. 398 H).
4)      Belajar Ḥadiṡ  kepada al-Hasan Ibn Ali Ibn Muhammad aJ-Jabali.
5)      Belajar Ḥadiṡ  kepada Ja’far Ibn Muhammad al-Faḍl Ibn ‘Abdillah ‘Abu al-Qasim al-Daqaq al-Maristani a1-Bagdadi (w. 387 H).
6)      Belajar Ḥadiṡ  kepada Muhammad Ibn Adly Ibn Zuhr al-Munqari.
7)      Belajar al-‘Ulum a1-‘Arbiyyaṫ kepada Muhammad Ibn al-Ma‘aIla Ibn ‘Ubaidillah, ’Abu ‘Abdillah a1-Asadi al-Azdi al-Nahwi al-Lugawi.

            Perlu dicatat, Al-Mawardi belajar fiqh kepada al-Isfiraini. Di antara guru-gurunya yang lain, al-Isfiraini inilah yang amat berpengaruh pada diri al-Mawardi. Riwayat dari As-Subḥi, lbn Jawzi, dan Ḣatib Bagdad[9] memberikan catatan bahwa al-Isfiraini adalah seorang Hafiẓ ala-Mażhab a1-Šafi‘i wa Imâmih. Pada gurunya tersebut, al-Mawardi mendalami mażhab Šafi‘i dalam kuliah rutin yang diselenggarakan di sebuah masjid terkenal, Masjid ‘Abdullah Ibn Mubarok di Bagdad.[10]
            Literatur yang berasal dari Ibn ‘Aṡîr[11] meriwayatkan bahwa al-Isfiraini, seorang Imâm Aṣhab Šafi‘i  memberikan kuliah rutin di Masjid ‘Abdullah Ibn Mubarak dengan seke1ompok fuqaha dan dihadiri oleh 400 mahasiswa. Bahkan, menurut Ahmad Salabi, [12] perkuliahan ‘Abu Ḥamid al-Isfiraini dihadiri antara 300 sampai 700 mahasiswa.
            Dalam sejarah pendidlikan Islam, pendidikan pada tingkat dasar berlangsung dalam kuttab[13] dengan sejumlah kurikulum yang diajarkan.[14] Kemudian melanjutkan pada pendidikan level tertinggi di ḥalaqaṫ-ḥalaqaṫ[15] dalam masjid, sampai ia sendiri menguasai subyek kurikulum tertentu lalu menjadi Šaiḣ dan membuka halaqahnya sendiri.
            Biasanya, pendidikan tingkat tinggi ini yang menentukan kualitas dan mobilitas intelektual ulama dalam memperoleh popularitas. Sehingga tidak mengherankan, demikian Ḥasan Aš‘ari,[16] para penulis biografi dan sejarahwan hanya memberikan riwayat secara detail tentang pendidikan seorang tokoh dan karirnya sebagai sarjana dibandingkan dengan informasi tentang pendidikannya pada level yang lebih rendah. Dengan kata lain, ketika sejarahwan mencoba merekonstruksi pendidikan Islam masa lalu, gambar yang tercipta terfokus pada pendidikan tertinggi. Hal inilah yang juga tercermin pada fase pendidikan al-Mawardi.
            Berdasarkan keterangan dari sumber di atas, basis intelektual dan spiritual al-Mawardi dapat ditinjau dan fase pendidikan di Baṣrah dan di Bagdad. Analisis demikian cukup penting untuk memberikan kerangka dasar dalam memahami pemikirannya.
            Pertama, dalam peradaban Islam, Baṣrah dan Bagdad merupakan pusat kajian ilmiah dalam berbagai disiplin ilmu dan filsafat. Fasilitas keilmuan yang tersedia, dukungan para penguasa, dan kajian-kajian ilmiah oleh para ilmuwan dan cendekiawan sangat memungkinkan munculnya wacana ilmiah dengan iklim akademis yang tinggi.[17]  Tidak mengherankan apabila fenomena tersebut memberikan kontribusi penting terhadap pemikiran a1-Mawardi dalam menganalisis hukum melalui qiyâs dan menuangkan gagasan-gagasan sosial-politiknya.
            Kedua, literatur-literatur klasik yang ditulis Ibn Aṣîr, Ḣaṭîb Bagdad, dan al-Subḥi meriwayatkan bahwa al-Mawardi berprofesi sebagai Hakim Agung (Qaḍi al-Quḍât) untuk berbagai wilayah dan menjadi duta keliling untuk menyelesaikan berbagai persoalan politis yang menimpa Dinasti ‘Abbasiyaṫ.[18] Ini bisa berarti bahwa basis pendidikan intelektual al-Mawardi adalah ilmu-ilmu religius dan pengalaman profesi dan mobilitasnya di pemerintahan.[19]
            Ketiga, secara khusus, sumber-sumber klasik tidak menyebutkan basis intelektual al-Mawardi dalam teologi, filsafat, ataupun ilmu-ilmu sosial. Namun, wacana keilmuan di Bagdad dapat memfasilitasi al-Mawardi untuk mengkaji dan mendalaminya. Tinjauan ini cukup signifikan, sebab dalam beberapa karyanya, Ia mengutip dan memberikan analisis tentang pemikiran-pemikiran filosof (ahlu al-ḥikmaṫ).[20]
            Keempat, Al-Mawardi memperoleh kedudukan yang tinggi pada posisi intelektual dan spiritual yang iakui oleh para penguasa ‘Abbasiyaṫ, ulama, cendekiawan, dan masyarakat luas. Ia mengakui sebagai eksponen terbesar  mażhab Šafi‘i yang menguasai mażhab dan berbagai cabang keilmuan.[21] Al-Mawardi,  demikian halnya, sejak dini  memiliki kecerdasan istimewa dan bakat besar untuk menguasai hampir setiap subyek atau materi yang dipelajari dalam fase pendidikannya.
            Sejauh ini, habar yang lengkap tentang kurun waktu dan lamanya belajar yang dilalui al-Mawardi belum ditemukan. Beberapa literatur hanya memberikan keterangan tentang mobilitas, aktivitas, dan profesi al-Mawardi sebagai ‘pengajar’ (teacher) di Baṣrah dan di Bagdad serta peranannya dalam panggung politik Bagdad.[22] Kehidupan intelektual dan spiritual al-Mawardi dengan basis kurikulum ilmu-ilmu re1igius dan penguasaannya atas filsafat dan cabang-cabang ilmu pengetahuan, ḣususnya, ilmu politik dan ilmu sosial. Otoritasnya yang tinggi dalam pemerintahan ‘Abbasiyaṫ, rezim Buwaihiyaṫ, dan masyarakat luas menjadikan al-Mawardi sebagai tokoh penting yang memiliki pengikut dan murid-murid kenamaan.
            Catatan yang diriwayatkan ‘Abu Ishaq al-Šairazi,[23] memberikan keterangan tentang aktivitas pengajaran AI-Mawardi, yang tinggal di Dâr al-Z‘afarani, di Bagdad, dengan subyek kurikulum meliputi Fiqh, Tafsir, Uṣul Fiqh, dan Adab.
            Musṭafa al-Saqa dan ‘Abdul Maqsud[24] secara rinci menyatakan mahasiswa al-Mawardi antara lain sebagai berikut:
1)       ʼAbu Bakar Ahmad Ibn Ṡabit bin Ahmad Ibn Mahdi a1-Ḣatîb al-Bagdadi (w. 463 H). Ia seorang Ḥuffaẓ, pakar Ḥadiṡ  dan al-Imȃm  al-Kabir pada zamannya.
2)       ‘Abu al-Faḍl Ahmad bin al-Husain lbn Ḣairan, Ibn al-Baqilani (w. 463 H).
3)       ‘Abd  ul Malik bin Ibrahim bin Ahmad ʼAbu al-Faḍal al-Hamażani al-Muqaddasi (w. 489 H).
4)       ‘Ali bin al-Husain Ibn ‘Ahdillah al-Rabi‘i, lbn ‘Arabiyaṫ (w. 502 H).
5)       Muhammad Ibn Ahmad Ibn ‘Abdul Baqi Ibn a1-Ḥusain Ibn Muhammad Ibn Tuqa ‘Abu al-Faḍa’il al-Rabi‘i al-Mauṣuli (w. 494 H).
6)       ‘Ahmad Ibn ‘Abdillah Ibn Muhammad Ibn Ahmad Ibn Hamdan, lbn Kadisy al-Bagdadi (w. 526 H).
7)       Ahmad Ibn Ali Ibn Badran ʼAbu Bakar al-Halwani (w. 507 H). Ia belajar Ḥadiṡ  kepada Al-Mawardi.
8)       ‘Abd  al-Rahman Ibn ‘Abd  aI-Karim Ibn Hawazin ‘Abu Mansyur al-Qušairi (w. 482 H). Ia belajar Ḥadiṡ  kepada Al-Mawardi.
9)       ‘Abd  al-Wahid Ibn ‘Abd  al-Karim Ibn Hawazin ‘Abu Mansyur al-Qušairi (w. 494 H).
10)   ‘Abd al Ghani Ibn Nazil Ibn Yahya Ibn al-Hasan Ibn Šahi al-Alwahi ʼAbu Muhammad al-Bashri (w. 486 H). Ia belajar Ḥadiṡ  kepada al-Mawardi.
11)   ‘Ali bin Sa‘îd Ibn ‘Abd  a1-Rahman Ibn Muharraz Ibn Abi Uṡman Abi Hasan al-‘Abdari (w. 493 H). Ia belajar Ḥadiṡ  kepada al-Mawardi.
12)   Muhammad bin Ahmad bin ‘Umar ʼAbu ‘Umar al-Nahawandi. al-Hanafi (w. 497 H). Ia belajar Ḥadiṡ  kepada al-Mawardi.


                [1] A1-Saqa, Op. Cit.. h. 1 dan ‘Abdul Maqsûd, Ibid., h. 9.
                [2] Yang dimaksud dengan ilmu-ilmu klasik (‘ulum al-qudama’ atau ‘ulum al-awwal) adalah filsafat dan ilmu-ilmu alam yang berasal dan Yunani, Persia, dan daerah peradaban kuno lainnya. Ilmu-ilmu klasik merupakan satu bagian Dari kirikulum madrasah pada abad keemasan Islam, di samping ilmu-ilmu keagamaan (‘ulum al-diniyaṫ) dan ilmu-ilmu bahasa dan sastera (‘ulum al-adâb). Lebih Ianjut tentang kurikulum madrasah dapat dibaca Iḣwan Al-Ṣafa, Rasâ’il Iḣwan Al-Ṣafa, wa al-Wafa‘, (Mesir: Maṭba‘ah al-Sa‘adah, 1932), vol. I, h. 202-203.
                [3] Al-Syairazi. Ṭabaqât al-Fuqahâ. (Baghdad: t.p., 1937), h. 110.
                [4] Al-Saqa, Ibid.. ‘Abdul Maqsud, Ibid., Jamil Ahmad, Ibid., Harun Nasution, dkk., Ibid.
                [5] Hanna Mikhail, Ibid.
                [6] Jamil Ahmad, Loc.Cit.
                [7] Harun Nasution, dkk, Loc.Cit.
                [8] ‘Abdul Maqsud, Op. Cit., h. 10-11.
                [9] A1-Subḥi, Op.Cit. vol. iv, h 61.
                [10] Jamil Ahmad, loc.Cit.,  Harun Nasution, dkk, Loc.Cit
                [11] Ibn Aṣîr, Ibid.
                [12] Ahmad Taalabi, Târîḣ al-Tarbiyyaṫ al-Islâmiyyaṫ, (Cairo: Maktabah al-Nahḍah al-Mishriyaṫ, 1976), vol. 1V., h  304-305.
                [13] Kuttab atau maktab adalah lembaga pendidikan dasar yang memberikan pengajaran tulis baca, berhitung, dan dasar-dasar agama. Secara historis, kuttab sudah ada sejak masa Jahiliyah. Kuttab ini biasanya terletak di rumah guru ataupun di luar dan di dalam masjid. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Rosda Kaya. 1994) h. 60, dan Ḥasan Aš‘ari, Op.Cit., h. 17-18.
                [14] Ibn Ḣaldûn mengklasiflkasikan kurikulum yang diajarkan di kuttab untuk berbagai wilayah, yaitu: I) di Maghrib (Maroko) menekankan pengajaran al-Qur’ân, 2) di Spanyol (Andalus) rnengutamakan rnenulis dan membaca, 3) di Afrika Utara menitikberatkan baca al-Qur’ân dan qira’at, seni kaligrafi, dan hadits, 4) di Timur Tengah , Iran, Asia Tengah, dan India menganut kurikulum campuran, dengan al-Qur’ân sebagai inti. lbn Ḣaldûn, al-Muqaddimaṭ., Beirut; Dâr al-Fikr, t.t, h. 594-595. Bandingkan dengan Nakosteen, Ibid., h. 62-63 dan Ḥasan Aš‘ari, Ibid., h. 17-18.
                [15] Secara harfiaṫ, halaqah adalah suatu perkumpulan melingkar (pengajian yang dilakukan dengan duduk melingkar). Seorang Šaiḣ biasanya duduk di dekat dinding atau pilar masjid, sementara para mahasiswa duduk didepannya membentuk setengah lingkaran. Lingkaran tersebut berdasarkan tingkat pendidikan mahasiswa di mana mahasiswa dengan level tertinggi duduk paling dekat dengan Šaiḣ. Namun, mahasiswa secara akadernis dapat berpindah-pindah lingkaran mencari Šaiḣ yang tepat ataupun meninggalkan. Nakosteen, Ibid., h . 60-62.
                [16]  Ḥasan A‘šy’ari, Op.Cit., h. 8.
                [17] Bukti yang relevan mengenal institusi pendidikan Islam, peranan ḣalîfaṫ dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan filsafat dan berbagai sarana akademis, antara lain didirikan bait al-Ḥikmaṫ (215 H/830 M) sebagai tempat pengajaran dan penterjemahan karya-karya filsafat dan pengetahuan asing dan berbagai bahasa perpustakaan, masjid, observatorium, rumah sakit, madrasah, lembaga-lembaga sufi (ribaṭ, zawiyaṫ, dan ḣanqaṫ). Secara lengkap baca Nakosteen, Op. Cit., h. 60-70.
                [18] Ḣaṭîb Bagdad, Op.Cit., vol. XII, h. 102-103.
                [19] Nakosteen, Op. Cit.. h. 73,
                [20] Al-Mawardi tentang akal (al-‘aql) dan hubungannya dengan wahyu, ataupun polemik dalam kewajiban menetapkan pemimpin (imâmaṫ). Al-Mawardi, Adâb al-Dunyâ wa al-Dîn, Op. Cit., h. 1-11 dan Al-Mawardi, al-Aḥkâm al-Sulṭâniyyaṫ, (Befrut: Dâr al-Fikr, 1996), h. 5.
                [21] Al-Subḥi, Loc.Cit.
                [22] Al-Subḥi, Ibid., vol.III, h, 31. 41, 223, 237, 249. 284, 298 303, Ibn Aṡîr, Ibid., h. 384, dan Khatib Baghdad. Ibid.
                [23] Al-Šairazi, Op.Cit., h. 110.
                [24] Al-Saqa, Ibid., h. 4. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...