Kamis, 27 Juni 2013

Teori Penyerapan Hukum Islam di Indonesia

Oleh: Abdurrahman MBP

Teori penyerapan hukum Islam di Indonesia yang pertama adalah Di teori receptio in complexu yang dirumuskan oleh Lodewijk Willem Cristian Van Den Berg (1845-1927).[1] Sebelumnya teori ini juga disebutkan oleh H.A.R. Gibb, Menurut teori ini bagi orang Islam yang berlaku penuh adalah hukum Islam sebab dia telah memeluk Islam walaupun dalam pelaksanaannya masih terdapat penyimpangan-penyimpangan. Dalam faktanya teori Berg lebih rinci dibandingkan teori yang dikemukakan Gibb, sebab prakteknya hingga sekarang umat Islam di Indonesia masih banyak yang belum taat dalam menjalankan ajaran Islam. Ketaatan mereka masih terbatas pada shalat lima waktu, zakat, puasa dan haji, sedangkan ajaran Islam lainnya masih kurang diperhatikan misalnya ajaran Islam tentang ekonomi dan perbankan Islam.
Teori penerimaan hukum ini kemudian dikenal dengan istilah receptie in complexu yaitu penerimaan hukum Islam secara keseluruhan oleh masyarakat yang beragama Islam. Karakteristik dari teori receptie in complexu adalah:
1.      Hukum Islam dapat berlaku di Indonesia bagi pemeluk Islam
2.      Umat Islam harus taat pada ajaran Islam
3.      Hukum Islam berlaku universal pada berbagai bidang ekonomi, hukum pidana dan hukum perdata.
Teori ini menjadi acuan dalam kebijakan-kebijakan pemerintah penjajah waktu itu dengan dikeluarkannya peraturan dalam Regeering Reglement (RR) th.1855, Statsblad 1855 Nomor 2. RR merupakan Undang-Undang Dasar Hindia Belanda. Bahkan dalam ayat 2 pasal 75 RR itu ditegaskan: ”Dalam hal terjadi perkara perdata antara sesama orang Indonesia itu atau dengan mereka yang dipersamakan dengan mereka maka mereka tunduk kepada hakim agama atau kepala masyarakat mereka menurut undang-undang agama (godsdienstige wetten) atau ketentuan-ketentuan lama mereka”.
Teori ini kemudian digantikan oleh teori receptie yang menyatakan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku apabila hukum adat menghendaki hal tersebut. Teori ini merupakan hasil dari penelitian Christian Snouck Hurgronye (1857-1936) yang dilakukan di Aceh dan Gayo. Ia menyimpulkan bahwa hukum Islam di Indonesia baru berlaku ketika telah diterima (receptie) oleh hukum adat. Teori ini tidak lepas dari kepentingan bangsa penjajah waktu itu yang ingin melemahkan perjuangan umat Islam di Indonesia. Teori ini kemudian dikuatkan oleh kebijakan pemerintah kolonial dengan dikeluarkannya Wet op De Staatsregeling (IS) atau IS (Indische Staatsregeling) tahun 1929 Pasal 134 ayat (2) yang berbunyi: ”Dalam hal terjadi masalah perdata antar sesama orang Islam, akan diselesaikan oleh Hakim agama Islam apabila hukum adat mereka menghendakinya”.



[1] Sajuti Thalib, Receptio A Contratrio, Hubungan Hukum Adat dan Hukum Islam. (Jakarta:  Bina Aksara, 1985), c et. Kelima, hlm. 5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...