Jumat, 19 Juli 2013

Rizqi itu sudah dibagi-bagi

Oleh: Abdurrahman


Iman kepada takdir baik dan buruk adalah salah satu dari rukun iman dalam Islam, sehingga setiap muslim wajib meyakini takdir tersebut. Keimanan ini tercermin dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku dalam menyikapi setiap hal yang menimpa dirinya dan juga menimpa orang lain di sekitarnya. Jika hal-hal yang baik itu yang menimpa kita tentu kita akan berbahagia, namun jika ada hal yang terasa berat berubah musibah, atau ketidakberuntungan maka rasa sesak seringkali muncul dalam dada. Maksudnya adalah seolah-olahmusibah atau ketidakberuntngan itu adalah bencana yang menyusahkan manusia.
Demikian pula jika dalam sebuah kesempatan yang sama ternyata orang lain mendapatkan sesuatu yang lebih dari kita, atau seseorang mendapatkan sesuatu sementara kita yang memiliki kesempatan yang sama dengan orang tersebut ternyata tidak bisa mendapatkannya. Sebagai contoh konkrit jika kita dan seorang teman sedang berjalan ke suatu tempat untuk mendapatkan sesuatu. Dengan kompetensi yang sama dan kesempatan yang sama ternyata kita tidak bisa mendapatkan sesuatu tersebut sementara teman itu mendapatkannya. Maka apa yang ada dalam diri kita? Jawaban normatifnya adalah itu sudah menjadi rizqinya. Terlalu sederhana jika hal tersebut adalah jawabannya, tentu saja jika tidak ada hal lain yang mempengaruhinya. Berikutnya terindikasi bahwa teman kita tersebut melakukan hal-hal yang sifatnya curang dalam mendapatkan sesuatu tersebut. Apa yang ada dalam pikiran kita? Tidak suka padanya? Meyakini bahwa itu adalah juga rizqinya? Atau kita menyalahkan diri kita yang tidak bisa mendapatkan sesuatu tersebut?
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa rizqi Allah itu sudah dibagi-bagikan kepada semua hambaNya tanpa sedikitpun salah. Hal ini berarti bahwa walaupun teman yang mendapatkan sesuatu tersebut dengan cara yang curang, berbohong dan hal-hal lainnya maka tetap saja itu memang sudah menjadi takdirnya. Kecurangan, tindakan dia yang berbohong dan segala hal salah yang ia lakukan akan menjadi “dosa” baginya. Demikian pula karena kita tidak bisa mendapatkan sesuatu itu maka itu adalah bukan rizqi kita. Keyakinan ini harus terpatri dalam jiwa sehingga kita tidak lagi merasa bahwa Allah tidak memberikan sesuatu pada kita. Karena ada banyak sesuatu lain yang telah ditetapkan bagi kita. Lantas, bagaimana dengan usaha manusia, Apakah ia berkontirbusi dengan rizqi yang ia dapatkan? Wallahu a’lam. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...