Senin, 08 Juli 2013

Wisata Syariah di Kampung Adat

Oleh : Abdurrahman MBP*

 Menarik statement yang disampaikan Bapak Walikota Bandung Ridwan Kamil pada saat menghadiri acara Indonesia Halal Expo Jabar (Indhex) 2013 di Lapangan Gasibu Bandung. Beliau menyatakan bahwa Bandung akan menjadi kota Wisata Syariah, alasan utamanya adalah banyaknya wisatawan muslim yang datang ke Bandung. Sebagian wisatawan tersebut berasal wilayah Asia dan Timur tengah yang menginginkan layanan wisata berbasis nilai-nilai Islam. Tentu saja statement ini mengundang kontroversi, apalagi membawa-bawa nama syariah yang notabene terkesan sektarian dan memihak hanya pada satu agama tertentu saja.
Terlepas dari kontroversi tersebut, ternyata Program Wisata Syariah telah dicanangkan oleh pemerintah Indonesia melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) pada mediu Desember 2012 lalu. Alasanan utama dikembangkannya program ini adalah karena meningkatnya minat masyarakat baik lokal maupun internasional terhadap Wisata Syariah. Kemenparekraf mencatat, setidaknya kunjungan wisatawan Muslim ke Indonesia saat ini mencapai 1.270.437 orang per tahun yang antara lain berasal dari Arab Saudi, Bahrain, Malaysia, dan Singapura. Seperti juga negara-negara lain di dunia, produk dan pelayanan wisata dengan nilai-nilai syariah ini diminati oleh wisatawan muslim yang populasinya mencapai 1,8 milyar atau 28% total populasi dunia.
Wisatawan muslim dunia berkontribusi sekitar US$ 126 miliar pada tahun 2011. Para ahli telah membuat perkiraan, jika wisata syariah dikategorikan sebagai segmen, maka turis muslim akan membelanjakan US$ 192 miliar tahun 2020; itu merupakan 13,4% dari pengeluaran wisatawan global; wisman muslim diproyeksikan delapan tahun ke depan ini tumbuh 4,8% per tahun, sementara wisman global diproyeksikan pertumbuhannya 3,8%. Dan 50% dari penduduk muslim di dunia yang saat ini berjumlah 1,8 miliar berada di usia kurang dari 25 tahun. Sebagian besar berarti usia produktif dan potensial bepergian menjadi wisman.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporannya menyebutkan bahwa jumlah wisatawan mancanegara muslim yang masuk Indonesia per Oktober 2012 sebanyak 1.270.437 juta. Mereka berasal dari Singapura, Malaysia, Rusia, Arab Saudi, Bahrain, Uni Emirat. Total jumlah perjalanan wisman muslim tahun lalu sebanyak 239 juta perjalanan dengan spending money Rp 158 triliun. Potensi dalam negeri juga tidak bisa dipandang remeh, mayoritas muslim Indonesia  pada 2011 telah menghabiskan uang (spending money) sebesar Rp 139 triliun atau 16,6 miliar dolar AS untuk berwisata. Hingga saat ini banyak wisatawan yang menuntut jaminan kehalalan dan suasana keislaman di daerah-daerah wisata.
Berangkat dari fakta-fakta ini maka konsep dari Wisata Syariah sejatinya sangat layak untuk dikembangkan, hanya saja penetapan wilayah memerlukan adanya pertimbangan khusus termasuk pertimbangan budaya masyarakat di mana area Wisata Syariah itu berada. Kampung Adat menjadi pilihan tepat untuk dijadikan obyek Wisata Syariah, tradisi yang masih dipegang teguh oleh masyarakatnya dan kondisi wilayahnya yang asri dan eksotik adalah keunggulan yang bisa “dijual” kepada wisatawan domestik dan manca negara. Sebagaimana disebutkan oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar  bahwa Wisata Syariah adalah paket wisata yang mensyaratkan tidak ada kemungkaran dan maksiat, kemusyrikan dilokasi obyek wisata, tersedia mushola dan toilet basah yang bersih , tersedia resto dan cafe halal di hotel, tersedia hiburan yang tidak pornografi, bila ada kolam rengan wanita dan pria dipisah, massage sesama jenis, fitnes terpisah yang intinya membuat orang Islam merasa nyaman dan tidak takut wisatanya melanggar aturan syariat Islam.
Penelitian yang penulis lakukan di beberapa Kampung Adat di Jawa Barat seperti Kampung Naga, Kampung Pulo, Kampung Dukuh, Kampung Kuta, Kampung Mahmud, Kampung Urug dan beberapa kampung adat lainnya menunjukan bahwa adat-istiadat mereka senantiasa didasarkan kepada nilai-nilai Islam yang mereka anut. Sebagai contoh masyarakat Kampung Naga akan memisahkan antara tamu laki-laki dan perempuan ketika akan menginap, demikian juga jika kita akan menginap di Kampung Dukuh maka adat mereka mengatur mengenai pakaian yang boleh dan tidak boleh dikenakan di sana. Pada kampung adat yang memiliki adat-istiadat karuhun yang cukup kuat seperti Cigugur Kuningan dan Cipta Gelar Sukabumi juga memiliki tradisi yang selaras dengan nilai-nilai syariah tersebut.
Tentu saja para pelaku wisata konvensional tidak perlu khawatir dengan Program Wisata Syariah ini, karena program ini tidak akan menggantikan bisnis wisata konvensional tapi merupakan pilihan bagi para wisatawan untuk menikmati obyek wisata sesuai dengan kepercayaannya masing-masing. Selain itu program ini juga menjadi jaminan keberadaan masyarakat adat di sekita obyek wisata sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal ke 5 “Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan”.



* Mahasiswa S3 Hukum Islam Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung dan Pemerhati Budaya Kampung Adat Sunda Jawa Barat 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...