Selasa, 27 Agustus 2013

Baduy: You are on Baduy's Land

AYU MAHARANINGTYAS


        Baduy terletak di Pulau Jawa bagian barat, meskipun tidak jauh dari kota besar seperti Jakarta, suku Baduy tetap menjunjung tinggi adat istiadatnya. Mereka bermukim di pegunungan Kendeng, kecamatan Leuwidamar, Kab. Lebak – propinsi Banten dengan ibukota Rangkas-bitung. Baduy memiliki tiga desa yang dihuni oleh penduduknya, yaitu Cikeusik, Cikartawara, dan Cibeo. Masing – masing dari desa tersebut dihuni oleh suku Baduy dalam dan Baduy luar. Kepala suku hanya dimiliki Baduy dalam dimana seorang kepala suku dipilih secara langsung oleh masyarakat suku Baduy yang dirasa handal, cakap, dan bisa memerintah atau menggerakkan masyarakat desa baik suku Baduy Dalam maupun suku Baduy Luar. Kepala suku bergelar Pu’un yang tinggal di Badui dalam bertugas untuk mengawasi masyarakat Badui dan memimpin upacara keagamaan maupun adat – istiadat.
            Suku Baduy terletak di pegunungan dimana topografi tanah tidak rata dan berbatuan. Pada wilayah perkampungan Baduy selalu diguyur hujan sehingga mempunyai tanah yang subur. Banyak pepohonan besar dan pohon bambu disana, sehingga rumah, peralatan, sampai jembatan juga terbuat dari bambu. Akan tetapi penggunaan paku ataupun skrup sangat terlarang digunakan oleh baduy dalam. Dalam membangun bangunan rumahya maupun sarana masyarakat suku baduy dalam, menggunakan pasak kayu untuk menyambungkan. Selain menggunakan pasak kayu penggunaan tali juga dipergunakan untuk mengikat sambungan bambu maupun kayu. Adapula jembatan penyebrangan antar sungai dengan menggunakan akar pohon yang keluar dari tanah di dua sisi sungai. Dalam pembuatan rumah masyarakat suku Baduy dalam maupun luar bergotong royong bekerja sama dalam membangun rumah seseorang keluarga. Rumah penduduk suku baduy dalam, berbahan dasar anyaman bambu pada dindingnya, lonjoran bambu pada bagian lantai dan tangga dan pada bagian atap dipergunakan daun pohon yang dikeringkan, penggunaan kayu digunakan pada tiang rumah. Diseluruh desa masing – masih memiliki tempat untuk menyimpan padi atau biasa disebut lumbung. Jumlah lumbung sendiri yang memiliki paling banyak adalah suku Baduy luar dibanding suku baduy dalam.
 Pada setiap rumah penduduk Baduy Dalam memiliki peraturan dalam membangun rumah (hukum dan adat larangannya) yaitu tidak boleh menggeser apapun benda alam (batu), hanya terdiri dari satu pintu tanpa ada jendela, jendela hanya diperuntukkan rumah seorang PU’UN yang digunakan sebagai alat pengamatan masyarakat Baduy jika ada yang melanggar adat harus diusir dari Baduy Dalam. Saat membangun rumah suku Baduy dalam, dilarang untuk memindahkan, meratakan, maupun merubah letak bebatuan yang sudah ada di area consisting rumah. Jadi dalam pembangunan rumah mereka menggunakan panggung sebelum mendirikan rumah. Di setiap rumah, baik itu suku baduy dalam maupun luar, diatas atap bagian ujungnya ada penangkal balak yang berbentuk V maupun berbentuk lingkaran atau O.
            Pada rumah suku Baduy luar, sebuah rumah terdiri dari pintu, jendela dan penangkal balak diatapnya. Perbedaannya adalah pada desa suku baduy luar, rumah masyarakat boleh menggunakan paku ataupun sekrup, dapat memindahkan batu maupun meratakan tanah sehingga panggung yang digunakan tidak terlalu tinggi. Jikalau ada seseorang maupun seluruh anggota keluarga yang melarang peraturan dan adat – istiadat baduy dalam, mereka akan diusir dan menjadi Baduy luar. Walaupun diantara mereka banyak yang menyambut pengusiran dengan penuh suka cita.
            Untuk membedakan suku baduy dalam dan luar adalah melalui baju seragam yang dikenakkan mereka. Laki laki maupun perempuan sama. Yang pertama adalah suku Baduy dalam, mereka bercirikan menggunakan baju dan ikat kepala bewarna putih serta menggunakan sarung bewarna hitam atau biru tua, dimana baju, ikat kepala, dan sarung tersebut terbuat dari kain tenun tangan. Untuk wanita suku badui dalam tidak menggunakan aksesoris maupun penghias wajah. Kemudian untuk baduy luar menggunakan seragam yang terbuat dari kain tenun tangan juga, namun memiliki warna yang berbeda yaitu warna hitam atau biru tua untuk ikat kepala, baju dan sarung.Pada suku Bady luar juga sering didapati masyarakat yang sudah memakai kemeja atau kaos, karena suku Baduy luar lebih sering berinteraksi ke masyarakat di luar suku Baduy sendiri. Tidak jarang suku baduy luar yang wanita sudah  menggunakan lipstik, bedak dan perhiasan emas.
            Kebutuhan protein masyarakat Baduy adalah melalui memancing disungai (ikan), ayam (sebagai hadiah jika menyelenggarakan hajatan). Dan untuk karbohidratnya mereka mengkonsumsi beras yang mereka tanam sendiri melalui sistem ladang. Jumlah padi yang melimpah membuat penduduk badui membuat gubug untuk menyimpan padi selama 50 th. Mereka membuat sebuah gubug yang memiliki panggungm sehingga tikus tidak bisa masuk, kemudian penambahan dedaunan khusus untuk mengusir serangga/hama padi yang disimpan.Dengan sistem ladang mereka memperoleh karbohidrat dari padi, setelah mereka membuat sistem ladang dan kesuburan tanah mulai berkurang, mereka melakukan pembakaran hutan setelah panen raya agar kesuburan tanah muncul kembali. Dan apabila kesuburan dirasa berkurang sedikit mereka menggunakan sampah rumah tangga mereka dan membakar untuk dijadika pupuk.
            Saat berladang mereka menggunakan Tugar, yaitu sebuah tongkat yang tajam dan diberi lubang untuk menaruh bibit padi. Akan tetapi hasil panen padi tersebut tidak boleh dijual diluar, dan hanya boleh dikonsumsi sendiri. Lauk pauk setiap hari adalah ikan, nasi (merah/ putih), dan garam. Mereka tidak mengerti akan bumbu lainnya. Garam diperoleh dari suku baduy luar yang lebih banyak berinteraksi dengan suku lain.
            Berbagai produk yang dijual dan sering dijumpai di suku Baduy adalah Kain tenunnya, Daun palem yang dikeringkan untuk nantinya dijadikan ijuk, produk keranjang anyaman bambu, Gula jawa berasal dari pohon nira – dimasak – dicetak – kemudian dijual. Senjata tradisional (golok, pisau) dibuat secara tradisional oloeh para laki – laki suku baduy dalam, alat musik (seruling, angklung, gendang dan zitar) dibuat namun bukian untuk sebagai alat upacara adat istiadat maupun upacara keagamaan, melainkan hanya untuk dimainkan saja.
            Terkadang masyarakat baduy dalam maupun luar menjual alat – alat dapur, senjata tradisional, serta kain tenun ke luar area baduy (Jakarta). Mereka berjalan dari desa ke kota, lalu menjualnya pada teman – teman yang mereka ketahui (yang pernah datang ke Baduy). Hasil penjualan tersebut untuk membeli keperluan sehari – hari, seperti garam, ikan asin, pinang sirih, dan rokok.

            Dikutip dari:
Hadipurnomo. Artikel 206 UC You are on Baduy's Land
Film Dokumenter You are on Baduy’s Land

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...