Kamis, 28 November 2013

Disertasi: Agama Baduy

Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro 

Agama sebagai satu system kepercayaan diyakini oleh masyarakat Baduy sebagai sesuatu yang sangat pribadi. Masyarakat Baduy hingga saat ini “belum” beragama Islam, hal ini didasarkan pada pola kepercayaannya yang masih memegang teguh agama Slam Sunda Wiwitan.[1] Sistem kepercayaan dasar religi orang Baduy ialah penghormatan kepada ruh nenek moyang dan kepercayaan kepada satu kuasa yaitu Batara Tunggal. Keyakinan mereka itu disebut Sunda Wiwitan atau agama Sunda Wiwitan. Orientasi, konsep-konsep dan kegiatan-kegiatan keagamaan ditujukan kepada pikukuh agar orang hidup menurut alur itu dalam menyejahterakan kehidupan Baduy dan dunia ramai (orang Baduy dari hirarki tua dan dunia ramai keturunan yang lebih muda). Mereka bertugas menyejahterakan dunia melalui tapa (perbuatan, bekerja) dan pikukuh apabila Kanekes sebagai inti jagat selalu terpelihara baik, maka seluruh kehidupan akan aman sejahtera.
Gangguan terhadap inti bumi ini berakibat fatal bagi seluruh kehidupan manusia di dunia. Konsep keagamaan dan adat terpenting yang menjadi inti pikukuh Baduy tanpa perubahan apa pun, seperti dikemukakan oleh peribahasa “Lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambung” (panjang tak boleh dipotong, pendek tak boleh disambung). Konsep-konsep itu tidak berada dalam diri orang Baduy sendiri yang kekuatannya tergantung dari tindakan atau perbuatan seseorang. Konsep pikukuh merupakan pengejawantahan dari adat dan keagamaan yang ditentukan oleh intensitas konsep mengenai karya dan keagamaan. Dengan melaksanakan semuanya itu orang akan dilindungi oleh kuasa tertinggi, Batara Tunggal, melalui para guriang yang dikirim oleh karuhun dan Batara Tunggal karena orang tidak patuh kepada pikukuh, hakikat agama Sunda Wiwitan.
Para puun itu bukan hanya pemimpin tertinggi tetapi keturunan karuhun, yang langsung mewakili mereka di dunia. Ada beberapa konsep yang merupakan kewajiban puun dalam rangka pikukuh, yaitu memelihara Sasaka Pusaka Buana; memelihara Sasaka Domas atau Parahyang; mengasuh dan memelihara para bangsawan/pejabat; bertapa bagi kesejahteraan dunia; berbakti kepada Dewi Padi dengan berpuasa pada upacara, memuja nenek-moyang, dan membuat laksa untuk bahan pokok Seba.[2]



[1] Wawancara dengan Jaro Sami Maret 2013
[2] Judistira K Garna, Orang Badui, hlm. 86. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...