Sabtu, 02 November 2013

Pola Pemukiman Kampung Naga Tasikmalaya

Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro



Pola pemukiman penduduk di Kampung Naga memiliki ciri khas yang tidak didapati di wilayah lainnya. Terdapat pembagian tiga wilayah yang saling terpisah dan dibatasi oleh Jaga Kandang pada masing-masing areanya. Area pertama adalah area yang digunakan untuk hal-hal yang sifatnya kotor seperti jamban (pacilingan), balong, kandang kambing, saung lisung dan di bagian timur terdapat sungai Ciwulan dengan leuweung karamatnya. Kawasan hutan ini juga diyakini merupakan kawasan kotor karena merupakan tempat bagi dedemit dan jurig yang dikalahkan dan ditempatkan di sana oleh Sembah Dalem. Area berikutnya adalah kawasan pemukiman penduduk, kawasan ini merupakan tempat bagi penduduk Kampung Naga untuk mendirikan bangunan bumi/imah sebagai tempat tinggal. Terdapat 113 bangunan dengan 108 rumah penduduk, sisanya adalah masjid[1], Bale Patemon[2], Bumi Ageung[3], Leuit[4], dan Katarajuan[5]. Di area ini juga terdapat lapangan besar yang digunakan untuk menjemur padi dan tempat bermain anak-anak. Di samping masjid terdapat lokasi bekas leuit yang ditandai dengan pagar keliling terbuat dari awi (bambu), sementara di belakang rumah Kuncen atau di depan sebelah kanan masjid dan Bale Patemon berjarak 25 meter terdapat Peshalatan atau Depok[6] yang juga dikelilingi oleh pagar bambu keliling tanpa pintu.
Penempatan rumah-rumah warga diatur sedemikian rupa dengan pertimbangan nilai-nilai kekeluargaan, misalnya rumah harus berhadap-hadapan diharapkan akan terjadi interaksi yang intensif antar warga terutama ketika mereka duduk-duduk di tepas imah. Pola bangunan rumah yang menempatkan dapur di bagian depan dengan dinding sasag[7] juga memungkinkan tetangga di depan rumahnya mengetahui apakah tetangganya tersebut masak atau tidak sehingga jika ada tetangga yang tidak memasak karena tidak ada persediaan lebih cepat diketahui dan bisa membantunya. Dinding sasag juga akan dengan mudah melihat dalam rumah ketika terjadi kebakaran atau kecelakaan yang berada di rumah. Jarak antar rumah yang satu dengan rumah sebelahnya kurang lebih 1 meter, sementara jarak berhadapan antara satu rumah dengan rumah yang lainnya bervariasi, dari 2,5 meter hingga 1,5 meter. Seluruh rumah di Kampung Naga menggunakan sistem panggung dengan jarak 60-80 cm dari permukaan tanah. Tipe rumah panggung terbukti tahan terhadap gempa dan bebas dari gangguan binatang melata.
Area ketiga yaitu kawasan makam yang dianggap suci oleh masyarakat Kampung Naga. Lokasinya di sebelah barat pemukiman berupa bukit kecil dengan semak belukar di sekelilingnya serta ditumbuhi pohon-pohon kecil dan sedang. Kawasan ini merupakan hutan tertutup yang tidak sembarang orang bisa memasukinya (leuweung larangan). Kawasan ini juga disebut leuweung karamat karena disinilah letak makam Eyang Sembah Dalem yang menjadi leluhur masyarakat Kampung Naga, selain itu terdapat pula beberapa makam dari para pengikut beliau. Kawasan ini berada di luar pemukiman dengan batas kandang jaga dan di bagian depannya terdapat pintu yang terbuat dari bambu.
Kampung Naga terletak di sebuah lembah yang subur yang dikelilingi oleh sawah di bagian utara dan selatan, sementara di bagian barat terdapat sebuah bukit, sedangkan di bagian timur terdapat sungai Ciwulan dan sebuah dataran tinggi di atasnya. Jumlah penduduknya sebanyak 314 jiwa dengan 108 Kepala Keluarga.  Secara administrasi kampung ini masuk ke dalam wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya Propinsi Jawa Barat. Saat ini seluruh keluarga tersebut menjadi satu Rukun tetangga (RT) yaitu RT 01 RW 01. Menurut Pak Uron selaku Ketua RT di Kampung Naga, “Sebenarnya dahulu Kampung Naga terdapat 4 RT kemudian dikurangi lagi menjadi 2 RT dan sekarang disatukan menjadi satu Rukun Tetangga”.


[1] Kampung Naga memiliki satu buah masjid yang menjadi pusat kegiatan keagamaan dan peringatan hari-hari besar Islam. 
[2] Bale Patemon adalah sebuah bangunan sebagai tempat untuk menerima tamu, bermusyawarah dan kegiatan yang bersifat massal.
[3] Bumi Ageung secara bahasa berarti rumah Rumah Besar, ia adalah sebuan bangunan berbentuk rumah yang dikelilingi oleh pagar bambu dua lapis dengan susunan bersilang. Bumi Ageung diyakini sebagai bangunan keramat oleh masyarakat Kampung Naga sehingga tidak boleh dimasuki oleh setiap orang kecuali sesepuh Kampung Naga.
[4] Leuit atau lumbung padi adalah sebuah bangunan kecil yang digunakan untuk menyimpan padi sebagai persiapan di masa yang akan datang.
[5] Katarajuan adalah sebuah bangunan yang digunakan untuk menginap warga Kampung Naga yang berasal dari Desa Jahiyang yang akan mengikuti Hajat Sasih
[6] Depok berasal dari kata padepokan, tempat ini dahulunya adalah bekas tempat untuk shalat yang menjadi satu-satunya peninggalan dari leluhur Kampung Naga.
[7] Dinding Sasag terbuat dari bambu yang disusun secara simultan sehingga menghasilkan desain khas Kampung Naga. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...