Rabu, 15 Januari 2014

Disertasi: dari Sindrome Anthropologi hingga Nyeri Sendi

Oleh: Abdurrahman MBP, MEI

Menulis disertasi ternyata bukan hanya bermodal kecerdasan saja, lebih dari itu ia membutuhkan seluruh potensi diri kita termasuk kesiapan mental dalam menghadapinya. Selain itu semangat yang membara sering juga berdampak negative pada kesehatan kita. Oleh karena itu seharusnya sebelum seorang kandidat doktor harus menyiapkan semuanya, dari mulai kecerdasan hingga kekuatan mental spiritual. Hal yang disebutkan terakhir menjadi energy luar biasa untuk menyelesaikan tulisan disertasi dan yang semisalnya. Setelah itu kesiapan mental dalam bimbingan dan terakhir kecerdasan kita dalam mencari sumber-sumber referensi.
Pengalaman saya menulis disertsi sangat luar biasa, dari mulai syndrome anthropologi hingga nyeri sendi. Bahkan saya bisa mengatakan bahwa disertasi saya benar-benar bersimbah darah dan air mati. Agar lebih runtut saya tulis satu-satu, pertama syndrome antropologi. Entah salah atau tidak istilah ini yang pasti karena penelitian disertasi saya berkenaan dengan masyarakat lokal maka mau tidak mau saya harus berinteraksi dengan mereka, membaur dengan mereka dan lebih dari itu makan, minum dan tidur bersama mereka. sebenarnya waktu penelitian saya tidak terlalu lama, dimulai dari tahun 2012 dan insya Allah agar berakhir pada 2014 ini. Namun interaksi saya yang  intensif dengan obyek penelitian saya mengakibatkan perasaan saya ikut membaur dan menyatu dengan mereka. sehingga saya merasa bahwa mereka adalah bagian dari saya dan sayapun menganggap bukan siapa-siapa mereka dalam arti saya merasa bagian dari mereka. Intensitas interaksi inilah yang memunculkan syndrome anthropologi tersebut, rasa cinta dan kagum saya kepada obyek peneltian saya menjadikan saya juga melibatkan emosi di dalamnya. Maka tidak heran jika beberapa kali saya mengalami syndrome ini, dari mulai kebersamaan dengan mereka yang begitu indah hingga sakit gara-gara memikirkan dan ingin selalu bersama dengan mereka.
Sepertinya memang aneh, tapi inilah yang saya rasakan. Saya merasa bahwa mereka begitu istimewa hingga saya ingin selalu bersama dengan mereka. menikmati sunyinya subuh di tengah-tengah kampung, mendengarkan gemericik air yang mengalir dengan tenang hingga mendengarkan dendang binatang malam yang saling bersahutan. Belum lagi menelusuri pemikiran masyarakatnya yang masih polos dan tidak terkontaminasi pemikiran luar. Suasana itu benar-benar menjadikan saya begitu menikmati penelitian ini hingga tidak terasa air mata mengalir ketika harus meninggalkan kampung tempat penelitian saya ini. Bahkan hingga berbulan-bulang keinginan untuk kembali ke kampung it uterus saya rasakan hingga membuat pikiran saya sering membayangkan bisa kembali ke sana lagi. Bisa jadi kenangan di tempat penelitian telah masuk kea lam bawah sadar saya hingga sering hadir dalam mimpi. Lebih dari itu sepertinya hati ini benar-benar terpikat dengan obyek penelitian saya hingga perngorbanan apapun saya untuk bisa hadir ke sana. Jika tidak ada peraturan adat yang melarangnya mungkin saya sudah menjadi bagian dari komunitas mereka. mungkin gak ya? Sindrome antrhopolog…
Kembali ke menulis disertasi, waktu yang berhari-hari untuk mengetik dan berada di depan note book dengan posisi yang tidak banyak gerak menjadikan seluruh tubuh saya kram hingga persendian di sekujur tubuh saya terasa kaku. Posisi duduk yang bersila karena notebook berada di meja kecil di lantai memaksa saya duduk dengan posisi perut dan dada tertekan. Akibatnya perut saya terasa “enek” dan dada juga sakit, bagian tulang punggung juga terasa sakit. Bahkan saat menulis tulisan ini saya dalam keadaan berdiri karena menahan rasa “enek” di lambung. Mata tidak usah ditanya lagi, terasa pegal sekali karena dari jam 05.00 pagi atau setelah shubuh langsung memandangi huruf demi huruf disertasi hingga malam hari. Istirahat sebentar untuk shalat dan mendinginkan computer. Intinya sendi-sendi di sekujur tubuh saya terasa nyeri sekali. Kerja otak yang meningkat juga mengakibatkan saya sepertinya tidak peduli dengan lingkungan sekitar hingga diri sendiri. Sehingga jadwal mandi pun dikurangi demi disertasi. Menginjak akhir penulisan dan target yang harus dicapai di akhir Januari 2014 memaksa saya lebih intensif lagi dalam menulis.
Efeknya? Alhamdulillah… perbaikan niat yang terus menerus bahwa menulis disertasi dan kuliah adalah amal sholeh yang diniatkan karena Allah ta’ala dan mencari keridhaanNya menjadikan hingga saat ini aktifitas saya berjalan lancar. Jika ada gangguan karena pikiran yang terpikat dengan lokasi penelitian dan nyeri sendi yang tak terhakankan maka saya menganggapnya sebagai sebuah pengorbanan dalam menulis disertasi. Tentu saja masih banyak pengorbanan untuk menyelesaikan disertasi ini hingga akhir perkuliahan, semoga saya bisa menyelesaikannya dengan “sempurna”, Ya Allah jadikanlah seluruh aktifitas saya adalah ibadah untuk mendapatkan ridhaMu dan  jannahMu… amin. Wallahu a’lam.


Pasirtengah, Sukaharja, Cijeruk, Bogor
14 Januari 2014 Pukul 17.35 WIB   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...