Senin, 06 Januari 2014

Fleksibilitas Hukum Islam


Fleksibilitas dipahami sebagai sifat lentur dan mudah menyesuaikan diri dengan unsur lain yang ada di sekitarnya.[1] Fleksibilitas hukum Islam berarti kelenturan hukum Islam dalam menghadapi berbagai permasalahan yang ada di masyarakat. Kondisi masyarakat yang terus berubah menjadikan hukum Islam harus mampu menjawab berbagai persoalan yang muncul, terutama berkaitan dengan masalah-masalah kontemporer yang belum pernah terjadi sebelumnya. Selain itu fleksibilitas hukum Islam juga dihadapkan dengan berbagai permasalahan baru yang dihadapi oleh hukum Islam karena kondisi waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Jika pada awal kemunculannya hukum Islam dihadapkan pada adat kebiasaan masyarakat Arab, maka ketika Islam menyebar ke seluruh penjuru dunia hukum Islam berhadapan dengan adat dari berbagai suku bangsa di dunia. Adat kebiasaan yang berlaku di masyarakat menguji bagaimana sifat hukum Islam yang fleksibel dan mampu menyesuaikan diri dengan keadaan di sekitarnya.
Beberapa kaidah yang telah dirumuskan oleh ahli hukum Islam menunjukan bagaimana sifat dari hukum Islam yang fleksibel, diantaranya adalah:
الْحُكْمُ يَدُوْرُ مَعَ عِلَّتِهِ وُجُوْدًا وَعَدَمًا
“Hukum itu berputar bersama illat (sebab)-nya, ada dan tidaknya.”
Hukum itu akan senantiasa ada bersama dengan adanya sebab, jika sebab itu sudah tidak ada maka hukum tersebut tidak lagi ada. Ini berkaitan dengan hukum yang berkaitan dengan sebab-musabab suatu kejadian entah itu waktu ataupun tempat. Kaidah fiqhiyah lainnya menyebutkan:
لاَيُنْكَرُ تَغَيُّرُ الأحْكاَمِ بِتَغَيُّرِ الأزْماَن
Tidak dapat diingkari adanya perubahan hukum lantaran berubahnya masa.
Kaidah ini sebagai penguat dari kaidah sebelumnya bahwa perubahan waktu itu akan mempengaruhi perubahan hukum. Selain hukum, fatwapun bisa berubah dengan perubahan zaman, sebagaimana disebutkan dalam sebuah kaidah: 
لا يُنكَرُ تغيُّرُ الفتوى بتغيُّر الأزمان
Tidak dapat diingkari adanya perubahan fatwa lantaran berubahnya masa.
Fatwa sebagai hasil dari ijtihad seorang mufti untuk menjawab suatu permasalahan umat dihasilkan dari istidlal al-ahkam dari nash al-Qur’an dan al-Hadits. Jika tidak ditemukan pada keduanya maka didasarkan kepada metode ijtihadnya, dalam hal ini yang menjadi pertimbangan adalah waktu, tempat, keadaan dan adat kebiasaan di wilayah tersebut. Sebagaimana dalam sebuah kaidah dirumuskan:
تغير الفتوى بتغير الزمان والمكان والأحوال والعادات
Perubahan fatwa terjadi dengan berubahnya zaman, tempat, keadaan, dan adat kebiasaan.
Para ahli hukum Islam selanjutnya mengembangkan kaidah ini dengan menambahkan adanya unsure niat dan individu yang meminta fatwa:
تغير الفتوى بتغير الأزمنة والأمكنة والأحوال والأشخاص والنيات والعوائد
Perubahan fatwa terjadi dengan berubahnya zaman, tempat, keadaan, individu, niat dan adat kebiasaan.
Berdasarkan kaidah tersebut maka sejatinya hukum Islam akan fleksibel dalam menghadapi berbagai keadaan masyarakat. Selain adanya nash-nash hukum yang menunjukan kelenturan hukum Islam, perkembangan fiqh di beberapa wilayah juga menunjukan bahwa hukum Islam sangat fleksibel dengan keadaan masyarakat. Sebagai contoh corak hukum Islam di Saudi Arabia akan berbeda dengan corang hukum Islam yang ada di mesir, Sudan, Afganistan, Pakistan dan Indonesia.
Adanya perbedaan hukum bukan menunjukan bahwa hukum Islam tidak konsisten, sebaliknya dalam ranah fiqh maka Islam memberikan toleransi yang tinggi untuk dilaksanakan sesuai dengan keadaan masyarakat di mana hukum Islam dilaksanakan. Jika selama ini muncul satu opini bahwa antara hukum Islam dan adat kebiasaan masyarakat selalu bertentangan maka berdasarkan karakteristik dari hukum Islam yang fleksibel seharusnya hal tersebut bisa diminimalisir.
Pertanyaan selanjutnya apakah hukum yang fleksibel itu pada keseluruhan hukum Islam atau hanya pada hukum yang bersifat dzanny? Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa perubahan hukum dapat terjadi pada seluruh bidang hukum Islam baik yang bersifat qath’i ataupun yang dzanny. Subhi Mahmasani berpendapat bahwa hukum yang bisa berubah adalah hanya yang berkaitan dengan hukum dzanny yang dipengaruhi oleh adat kebiasaan dan  hukum yang bersumber dari negara.


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia,  

2 komentar:

Please Uktub Your Ro'yi Here...