Jumat, 16 Mei 2014

Seri Disertasi: Lokasi Kampung Marunda Pulo

Oleh: DR. Misno

Kondisi wilayah Marunda Pulo berada pada pinggir pantai Teluk Jakarta dan Laut Jawa. Pada zaman dahulu, khususnya masa kolonial Belanda di mana kondisi pantainya masih bersih, ia dijadikan sebagai tempat wisata masyarakat yang tinggal di sekitarnya.[1] Saat ini kondisi pantainya telah mengalami abrasi bertahun-tahun lamanya sehingga untuk menahan ombak dan air pasang di bagian utara kampung dibangun tembok dam setinggi kurang lebih 2 meter.
Keadaan permukaan tanahnya berupa daratan yang dikelilingi oleh air payau dan sebagiannya berupa rawa-rawa yang ditumbuhi pohon bakau. Saat ini tumbuhan bakau ini hanya ada di bagian selatan dan barat dengan kondisi yang sangat memprihatinkan. Tinggi permukaan tanah yang berada di bawah permukaan air laut mengakibatkan wilayah ini akan tergenang air ketika laut mengalami pasang, bahkan tidak jarang memasuki rumah-rumah yang dibangun dengan tembok dan lantai yang tidak dibuat panggung.
Saat ini jalan-jalan di Marunda Pulo sudah disemen dengan pembangunan yang dilakukan berulang-ulang. Namun karena kondisi tanahnya yang mengalami penurunan terus-menerus maka tingginya terus berkurang.[2] Hal inilah yang mengakibatkan jalan-jalan tersebut selalu digenangi air ketika air laut pasang. Pada beberapa bagian kampung terutama pada ujung-ujung kampung jalan-jalan yang menghubungkan antara satu rumah dengan rumah lainnya menggunakan papan kayu yang ditopang dengan tiang-tiang di bawahnya sebagaimana rumah-rumah panggung mereka.   
Pada zaman dahulu seluruh model rumah mereka adalah panggung dengan tinggi antara1-2 meter.[3] Tiang-tiang panggung sebagian besar berada di atas air dengan bagian bawahnya terendam. Sebagian lainnya berada di tanah rawa yang datar seperti kita lihat saat ini yang menjadi lokasi rumah Si Pitung yang berada di depan pintu masuk kampung Marunda Pulo. Seiring perkembangan zaman rumah-rumah penduduk mengalami perubahan dengan pengurangan tinggi panggung dan penggunaan material pasir dan semen sebagai tembok dan pondasinya. Pada beberapa rumah menggunakan lantai semen pada bagian depannya sementara bagian tengah dan belakangnya tetap menggunakan panggung dengan tinggi kurang lebih 50 cm. 
Rumah-rumah di Marunda Pulo saat ini sebagian masih menggunakan panggung dari kayu dengan tambahan pada bagian bawahnya berupa cor-coran batu dan semen. Sementara sebagian lainnya mengecor lantai dengan tiang-tiang cor yang berada di bawahnya. Saat penelitian ini berlangsung di ujung kampung bagian selatan terdapat sebuah rumah yang sedang dibangun dengan pondasi permanen berada di atas tanah rawa-rawa yang diurug. Secara umum model dari rumah di Marunda Pulo berupa rumah sederhana dengan pembagian rumah sebagaimana arsitektur rumah Betawi pada umumnya. Pembagian rumah didasarkan kepada kebutuhan penghuni rumah yaitu berupa area publik (teras dan ruang tamu, area privat (ruang tengah dan kamar tidur) dan area service (dapur dan kamar mandi).
Kebiasaan masyarakat yang memiliki jiwa sosial tinggi menjadikan mereka membagi rumah ke dalam beberapa ruang yang akan memudahkan bagi penghuninya untuk beraktifitas. Sebagai contoh untuk ruang amben atau ruang tamu dibuat lebih besar dan bersambung dengan ruang tengah karena mereka terbiasa melakukan acara syukuran dengan mengundang para tetangga untuk makan bersama di rumahnya. Sehingga untuk ruang tamu dan ruang tengah memiliki keluasan yang lebih dibandingkan dengan kamar dan ruang lainnya. Sementara bale-bale atau beranda yang berada di depan rumah sebagai tempat untuk berbincang-bincang di waktu senggang atau sekadar duduk-duduk bagi pemiliknya.
Kondisi tanah di Marunda Pulo pada umumnya adalah tanah berwarna hitam yang didominasi oleh pasir laut. Saat ini kondisi tanah mengalami pencemaran yang cukup parah baik yang berada di daratan maupun di perairannya.[4] Hal ini menjadi salah satu sebab rusaknya ekosistem di wilayah ini, misalnya pohon bakau yang tinggal beberapa batang, daratan yang terus-menerus mengalami penurunan permukaannya dan punahnya binatang-binatang yang tinggal di sekitar wilayah ini.
Kondisi airnya tidak lebih baik dari daratannya, banyaknya sampah yang mengotori perairan ditambah dengan limbah industry yang berada di wilayah ini mengakibatkan air yang berada di permukaan dan air tanah-nya sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Kebutuhan akan air bersih warga untuk mencuci, dan kebutuhan rumah tangga lainnya disupply oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PAM) Jaya DKI Jakarta. Jumlah penduduk Marunda Pulo berdasarkan sensus tahun 2013 sebanyak 621 jiwa dengan 204 Kepala Keluarga.
Tabel: 13
Jumlah Penduduk di Kampung Marunda Pulo

RT
Jumlah Penduduk
L
P
1
325/101 KK
85
240
2
296/103 KK
189
98
Jumlah
621/204 KK
264
338

Wilayah Marunda Pulo terbagi menjadi dua Rukun Tetangga (RT) yaitu RT 001 RW 07 dan RT  002 RW 07. Saat ini yang menjadi Ketua RT 001 adalah Bapak H. Thirmidzi sedangkan yang menjadi Ketua RT 002 adalah Bapak Sugiyanto. Mayoritas penduduknya adalah masyarakat asli Marunda Pulo yang beretnis Betawi, sedangkan sebagian kecilnya adalah perantau yang mengontrak rumah di wilayah ini yang berjumlah tidak lebih 20 Kepala Keluarga. Sebagian mereka adalah pegawai yang bekerja di perusahaan-perusahaan pelabuhan di sekitar Marunda Pulo.
Terdapat satu mushala yang bernama mushala Nurul Jannah yang berada di RT 001 RW 002, ia dijadikan tempat untuk shalat berjamaah bagi warga yang berlokasi di sekitarnya. Pada sebelah kiri masjid terdapat Majelis Taklim Ibu-ibu yang dilaksanakan setiap hari selasa. Sebuah madrasah terdapat di seberang masjid yaitu TPQ A Saniyah, namun hingga saat ini tidak difungsikan, sementara satu buah TK berdiri di ujung kampung yang dikelola oleh warga secara swadaya. Kantor Markas Unit Ditpolair Marunda dibangun di ujung kampung sebelah barat.
Tabel: 13
Sarana keagamaan dan sosial di Marunda Pulo

RT
Mushola
MT
Sekolah
PKK
Posyandu
Kesehatan
1
Ada satu: Nurul Jannah
Ada satu: TPQ A Saniah
Tidak ada
Tidak ada
Ada satu
Tidak ada
2
Tidak ada
Tidak ada
Ada 2 TK dan PAUD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Kondisi perkampungan kelihatan kumuh karena sampah terdapat hampir di setiap sudut kampung, apalagi pada bagian air yang tergenang. Pada bagian barat kampung yang merupakan Dam menumpuk sampah yang berasal dari sisa-sisa rumah tangga warga. Upaya untuk menjaga kebersihan sudah dilakukan dengan menempatkan tempat sampah di beberapa sudut kampung. Namun sepertinya belum sesuai yang diharapkan di kampung tersebut. Beberapa rumah yang berada di barisan paling pinggir dan menghadapi pantai sering sekali kena luapan air pasang, demikian pula rumah yang tidak panggung dan berada di bawah permukaan air laut. Sementara rumah yang menggunakan panggung akan terbebas dari air pasang ini. Secara umum rumah-rumah di Marunda Pulo terbagi menjadi beberapa jenis yaitu rumah panggung, panggung dengan semen dan rumah semen.




[1] Jepri, Pengembangan Estuaria Marunda Sebagai Kawasan Tujuan Wisata, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2011).
[2] Wawancara dengan Bapak Yanto Ketua RT 02/01 Marunda Pulo pada 17 Januari 2013.
[3] Serly Listiyanti, Transformasi Rumah Panggung pada Pemukiman Pesisir Jakarta Utara, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2011), hlm 68.
[4] Lihat Mustaruddin, Model Penyebaran Logam Berat Akibat Cemaran Industri Pada  Erairan Umum Dan Pengaruhnya Terhadap Nilai Ekonomi Air (Studi Kasus Pada Kali Cakung Dalam Di Rorotan-Marunda, Jakarta Utara), (Bogor: Institut Pertanian Bogor, 2005).  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...