Senin, 20 April 2015

Asas-asas Hukum Acara Perdata Peradilan Agama



Sebagai landasan Hukum Acara Peradilan Agama, perlu dipedomani Asas-asas Hukum Acara Peradilan Agama sebagai berikut :

1.      Peradilan Agama adalah Peradilan Negara (pasal 3 ayat (1) Undang-undang No. 4 Tahun 2004, pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo Undang-undang Nomor 3 tahun 2006.
2.      Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam (pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
3.      Peradilan Agama menetapkan dan menegakkan hukum berdasarkan keadilan berdasarkan Pancasila (pasal 3 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
4.      Peradilan Agama memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara berdasarkan hukum Islam (pasal 2, 49 dan Penjelasan Umum Undang-undang Nomor 3 tahun 2006).
5.      Peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa (pasal 4 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 57 ayat (1) Undang-undang Nomor 3 tahun 2006).
6.      Peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan (pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 57 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
7.      Peradilan dilakukan menurut hukum dan tidak membeda-bedakan orang (pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 58 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
8.      Peradilan dilakukan bebas dari pengaruh dan campur tangan dari luar (pasal 4 ayat (3) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
9.      Peradilan dilakukan dalam persidangan Majelis dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim dan salah satunya sebagai Ketua, sedang yang lain sebagai anggota, dibantu oleh Panitera Sidang (pasal 17 ayat (1), (2) dan (3) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
10.  Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap Hakim yang mengadili (pasal 29 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
11.  Beracara dikenakan biaya (pasal 121 ayat (1) HIR, pasal 145 ayat (4) RBg.).
12.  Hakim bersifat menunggu (pasal 49 Undang-undang Nomor 3 tahun 2006).
13.  Hakim pasif (pasal 118 ayat (1) HIR, pasal 142 ayat (1) RBg.)
14.  Persidangan bersifat terbuka untuk umum (pasal 19 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
15.  Hakim mendengar kedua belah pihak (pasal 121 HIR,pasal 145 RBg., pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 58 ayat (3) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
16.  Tidak harus diwakilkan (pasal 123 HIR, pasal 147 RBg.).
17.  Hakim wajib mendamaikan para pihak (pasal 130 HIR, 154 RBg, pasal 39 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974).
18.  Hakim membantu para pihak (pasal 5 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 58 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
19.  Hakim wajib menghadili setiap perkara yang diajukan kepadanya (pasal 16 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
20.  Putusan harus disertai alasan (pasal 25 ayat (1) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004, pasal 62 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, pasal 184 ayat (1)dan pasal 195 RBg.).
21.  Tiap putusan dimulai dengan kalimat “Bismillahir rahmaanir rahiim” diikuti dengan “Demi Keadilan Berdasarkan Ke Tuhanan Yang Maha Esa” (pasal 57 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
22.  Semua putusan Pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum (pasal 20 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
23.  Tiap-tiap pemeriksaan dan perbuatan hakim dalam penyelesaian perkara harus dibuat berita acara (pasal 186 HIR, pasa 96 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989).
24.  Terhadap setiap putusan diberikan jalan upaya hukum berupa banding, kasasi dan peninjauan kembali (pasal 21, 22 dan 23 Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).
25.  Pelaksanaan putusan Pengadilan wajib menjaga terpeliharanya peri kemanusiaan dan peri keadilan (pasal 36 ayat (4) Undang-undang Nomor 4 tahun 2004).


Asas-Asas Hukum Acara Perdata


1.      Hakim bersifat menunggu
Dalam perkara perdata, inisiatif untuk mengajukan perkara kepengadilan sepenuhnya terletak pada pihak yang berkepentingan.

2.      Hakim dilarang menolak perkara
Bila suatu perkara sudah masuk ke pengadilan hakim tidak boleh menolak untuk memeriksan dan mengadili perkara tersebut, dengan alasan hukumnya tidak atau kurang jelas.
Bila hakim tidak dapat menemukan hukum tertulis maka ia wajib menggali hukum yang hidup dalam masyarakat atau mencari dalam Yurisprudensi (Ps 14 ayat 1 UU No. 14/ 1970)

3.      Hakim bersifat aktif
Hakim membantu para pencari keadilan dan berusaha sekeras-kerasnya untuk mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

4.      Persidangan yang terbuka
Asas ini dimaksudkan agar ada kontrol sosial dari masyarakat atas jalannya sidang peradilan sehingga diperoleh keputusan hakim yang obyektif, tidak berat sebelah dan tidak memihak (Ps 17 dan 18 UU no 14/1970)

5.      Kedua belah pihak harus didengar
Dalam perkara perdata, para pihak harus diperlakukan sama dan didengar bersama-sama serta tidak memihak. Pengadilan mengadili dengan tidak membeda-bedakan orang, hal ini berarti bahwa didalam Hukum Acara Perdata hakim tidak boleh menerima keterangan dari salah satu pihak saja, pihak lawannya harus diberi kesempatan untuk memberikan keterangan dan pemeriksaan bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri oleh keduabelah pihak.

6.      Putusan harus disertai alasan
Bila proses pemeriksaan perkara telah selesai, maka hakim memutuskan perkara tersebut. Keputusan hakim harus memuat alasan-alasan yang menjadi dasar untuk mengadilinya. Alasan-alasan yang dicantumkan tersebut merupakan pertanggungjawaban hakim atas keputusannya kepada pihak-pihak yang berperkara dan kepada masyarakat sehingga mempunyai nilai obyektif dan mempunyai wibawa

7.      Sederhana, cepat dan biaya ringan
Sederhana yaitu acara yang jelas, mudah dipahami dan tidak berbelit-belit.

Cepat menunjuk pada jalannya peradilan banyak formalitas merupakan hambatan bagi jalannya peradilan (mis. Perkara tertunda bertahun-tahun karena saksi tidak datang atau para pihak bergantian tidak datang bahkan perkara dilanjutkan oleh ahli waris)
Biaya ringan maksudnya agar tidak memakan biaya yang benyak.

8.      Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap hakim tidak obyektif.

9.      Hak menguji tidak dikenal
Hakim Indonesia tidak mempunyai hak menguji undang-undang. Hak ini tidak dikenal oleh UUD. Dalam pasal 26 ayat 1 UU tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UU No. 14/1970) dinyatakan bahwa Hak menguji diberikan kepada mahkamah agung terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari UU dan dapat menyatakan peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah.

ASAS – ASAS HUKUM ACARA PERDATA
Asas-Asas Hukum Acara perdata Asas Hukum adalah dasar-dasar filosofis yang menjadi dasar norma hukum yang mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis yang menjadi jembatan antara peraturan-peraturan hukum dan cita-cita sosial serta pandangan etis masyarakat
Hakim Bersifat Menunggu : maksudnya ialah hakim bersifat menunggu datangnya tuntutan hak di ajukan kepadanya, kalau tidak ada tuntutan hak atau penuntutan maka tidak ada hakim. Jadi apakah akan ada proses atau tidak, apakah suatu perkara atau tuntutan hak itu akan di ajukan atau tidak, sepenuhnya di serahkan kepada pihak yang berkepentingan.(pasal 118 HIR, 142 Rbg.)
Hakim Pasif (Lijdelijkeheid Van De Rehter): hakim di dalam memeriksa perkara perdata bersikap pasif dalam arti kata bahwa ruang lingkup atau luas pokok sengketa yang di ajukan kepada hakim untuk di periksa pada asasnya di tentukan oleh para pihak yang berperkara dan bukan oleh hakim.
Sifat Terbukanya Persidangan(openbaar) : sidang pemeriksaan pengadilan pada asasnya adalah terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang di bolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan di persidangan. Tujuannya ialah untuk memberi perlindungan hak-hak asasi manusia dalam bidang peradilan serta untuk lebih menjamin objektifitas peradilan dengan mempertanggung jawabkan pemeriksaan yang fair (pasal 19 ayat 1 dan 20 UU no.4 tahun 2004). Apabila tidak di buka untuk umum maka putusan tidak sah dan batal demi hukum.
Mendengar Kedua Belah Pihak (Audio Et Alterampartem) : dalam pasal 5 ayat 1 UU no.4 tahun 2004 mengandung arti bahwa di dalam hokum acara perdata yang berperkara harus sama-sama di perhatikan, berhak atas perlakuan yang sama dan adil serta masing-masing harus di beri kesempatan untuk memberikan pendapatnya.
Putusan Harus Di Sertai Alasan-alasan : semua putusan pengadilan harus memuat alas an-alasan putusan yang di jadikan dasar untuk mengadili ( pasal 25 UU no 4 tahun 2004,) 184 ayat 1, 319 HIR, 195, 618 Rbg). Alasan-alasan atau argumentasi itu dimaksudkan sebagai pertanggungan jawab hakim dari pada putusanya terhadap masyarakat, para pihak, pengadilan yang lebih tinggi dan ilmu hokum, sehingga oleh karenanya mempunyai nilai objektif.
Beracara di Kenakan biaya : untuk beracara pada asasnya di kenakan biaya (pasal 3 ayat 2 UU no 4 tahun 2004, 121 ayat 4, 182,183 HIR, 145 ayat 4, 192-194 Rbg). Biaya perkara ini meliputi biaya kepaniteraan, dan biaya untuk pengadilan, pemberitahuan para pihak serta biaya materai.
Tidak ada keharusan mewakilkan : pasal 123 HIR, 147 Rbg tidak mewajibkan para pihak untuk mewakilkan kepada orang lain, sehingga pemeriksaan di persidangan terjadi secara langsung terhadap para pihak yang langsung berkepentingan.
Obyektivitas
Hakim tidak boleh bersikap berat sebelah dan memihak. Para pihak dapat mengajukan keberatan, bila ternyata sikap hakim tidak obyektif.


      9.   .Hak menguji tidak dikenal
Hakim Indonesia tidak mempunyai hak menguji undang-undang. Hak ini tidak dikenal oleh UUD. Dalam pasal 26 ayat 1 UU tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UU No. 14/1970) dinyatakan bahwa Hak menguji diberikan kepada mahkamah agung terhadap peraturan perundang-undangan yang tingkatannya lebih rendah dari UU dan dapat menyatakan peraturan perundang-undangan tersebut tidak sah.
     10   .Ius Curia Novit Pengadilan atau hakim tidak boleh menolak untuk menerima,memeriksa ,mengadili dan memutus suatu perkara yang diajukan,sekalipun dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas,melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya ( Pasal 10 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009 )----- Hakim dianggap tahu akan hukumnya (ius curia novit).
11.   Putusan hakim Harus Disertai Alasan-alasan “ Segala putusan Pengadilan selain harus memuat alasan dan dasar putusan tersebut,memuat pula pasal tertentu dari peraturan perundangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili ( Pasal 50 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 ).
 Perkara Prodeo Bagi pihak-pihak yang tidak mampu dapat mengajukan permohonan agar perkaranya diperiksa secara Cuma-Cuma (prodeo ) dengan disertai surat keterangan tidak mampu dari pemerintah setempat, biaya perkara ditanggung oleh negara ( Pasal 56 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 )
Bantuan Hukum Setiap orang yang tersangkut perkara berhak memperoleh bantuan hukum ( Pasal 56 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009
 Wakil /Kuasa berdasarkan undang-undang (wettelijke vertegenwoodig atau legal mandatory ) undang-undanglah yang telah menetapkan seseorang atau badan untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak sebagai wakil dari orang atau badan tanpa memerlukan surat kuasa. Contoh : Wali terhadap anak di bawah perwaliannya Orang tua terhadap anak-anaknya yang belum dewasa kurator terhadap orang-orang yang ada di bawah kuratelenya BHP, Orang atau Badan yang ditunjuk sebagi curator dalam kepailitan.
Wakil atau kuasa berdasarkan perjanjian Wakil atau kuasa berdasarkan adanya perjanjian pemberian kuasa untuk melakukan suatu perbuatan hukum tertentu ,misalnya kuasa khusus untuk mengajukan gugatan ke pengadilan negeri antara seorang penggugat dengan pengacaranya
 Acara Kepailitan Dalam acara khusus permohonan pernyataan pailit ,ketentuan asas tidak ada keharusan untuk mewakilkan menjadi tidak berlaku dengan adanya ketentuan bahwa setiap permohonan yang berkaitan dengan kepailitan harus diajukan oleh seorang kuasa(Advokat) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 UU No37 Tahun 2004 tentang kepailitan.
Jaminan penerapan asas obyektifitas Sebagai jaminan penerapan asas obyektifitas ada beberapa asas yang terkait dan saling mendukung,misalnya adanya asas sidang terbuka untuk umum,asas mendengar kedua belah pihak,asas putusan disertai alasan-alasan,asas hakim majelis dan lain sebaginya,di samping itu untuk lebih menjamin asas obyektifitas pada para pihak diberikan adanya “hak ingkar (recusatie atau hak wraking)” “ Pihak yang diadili mempunyai hak ingkar terhadap hakim yang akan mengadili perkaranya ( Pasal 17 ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009
 Hak Ingkar A dalah hak seorang yang diadili untuk mengajukan keberatan yang disertai dengan alasan terhadap seorang hakim yang mengadili perkaranya (Pasal 17 ayat (2) UU No.48 Tahun 2009)
Dasar alasan pengajuan hak ingkar ( Pasal 17 ayat (3,4,5) UU No.48 Tahun 2009, Pasal 374 ayat (1) HIR) : Apabila seorang hakim terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga,atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai,dengan ketua,salah seorang hakim anggota,jaksa,advokat,atau panitera; A pabila ketua majelis,hakim anggota,jaksa,atau panitera terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan pihak yang diadili atau advokat; A pabila hakim atau panitera mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan perkara yang sedang diperiksa Hak Ingkar Berdasarkan alasan yang sama seorang hakim atau panitera wajib untuk mengundurkan diri baik atas keinginan sendiri maupun atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal terjadi pelanggaran terhadap alasan pada ayat (5) maka putusan hakim menjadi tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administrative atau pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku ( Pasal 17 ayat (6) UU No.48 Tahun 2009 ).
 Asas sistem majelis “ Semua pengadilan memeriksa,mengadili dan memutus dengan sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang hakim kecuali undang-undang menentukan lain (Pasal 11 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009)
 Asas Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa ( Pasal 2 ayat (1) UU No.48 Tahun 2009) Setiap putusan pengadilan dalam kepala putusannya harus mencantumkan klausula Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,klausula ini merupakan klausula eksekutorial. Tidak dipenuhinya asas ini dalam putusan,berakibat putusan tidak dapat dilaksanakan dan putusan menjadi batal demi hukum
Asas peradilan yang sederhana,cepat dan biaya ringan( Pasal 2 ayat (4) UU No.48 Tahun 2009 ) Sederhana dalam pengertian bahwa peradilan dilaksanakan dengan cara-cara yang tidak formalistis,tidak memerlukan birokrasi yang sulit serta acaranya mudah difahami oleh masyarakat; Cepat,dalam pengertian bahwa proses peradilan dilaksanakan dalam jangka waktu tertentu yang penyelesaiannya dapat diukur secara pasti dan jelas dalam waktu berapa lama suatu perkara dapat diselesaikan oleh hakim pada semua tingkat; Biaya ringan,proses peradilan tentu memerlukan biaya,hanya saja tentunya biaya yang dibebankan selaras dan sebanding dengan perkara yang diajukan dan dapat ditanggung oleh masyarakat


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...