Selasa, 17 Februari 2015

Ilmu untuk Pembangunan Bangsa dan Negara

Oleh: Abdurrahman MBP

Bismillahirahmanirahiim
Alhamdulillah, pujian dan rasa syukur marilah sama-sama kita panjatkan kepada Allah ta’ala yang telah menciptakan seluruh semesta raya. Dialah satu-satunya Ilah yang berhak untuk disembah, diibadahi dan ditaati. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam, the true idol for us Nabiyyina Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, kepada ahli baitnya, para shahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak sunnahnya hingga akhir zaman.

Kepada yang saya hormati seluruh dewan juri
Kepada yang saya hormati ibu/bapak guru sekalian
Kepada yang saya banggakan teman-teman peserta lomba
Tidak lupa kepada seluruh generasi muda muslim kreatif di persada raya

Assalamualaikum Warahmatullah wa barakatuhu
Bayangkanlah kita berada di sebuah gowa tanpa cahaya, tentu keadaannya akan gelap gulita, yang tampak hanya pekat. Demikianlah kehidupan di dunia tanpa cahaya ilmu, ia akan terasa gelap tanpa adanya petunjuk dari Allah Azza Wa Jalla. Benarlah apa yang disampaikan oleh Imam Waki’:
العلـــــم نـــــور      ونـــور اللـــــه لا يهــــدى لعــــاصي
Ilmu itu adalah cahaya, dan cahaya Allah tidaklah diberikan kepada orang-orang yang berbuat maksiat.  
Ilmu adalah cahaya bagi kehidupan manusia dan seluruh alam semesta, ia menjadi penerang bagi kehidupan manusia, serta suatu bangsa dan negara. Allah ta’ala berfirman:
ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. QS. An-Nur: 35.
Cahaya Allah ta’ala adalah cahaya yang akan menerangi kehidupan umat manusia, sehingga ia akan selamat tidak hanya di dunia namun juga di akhirat sana. CahayaNya muncul dari kitab suciNya yang mulia dan sabda rasulNya sebagai suri tauladan bagi manusia. Dengan cahaya  ilmu seseorang akan diangkat derajatnya, dilapangkan jalannya, dan dimudahkan kehidupannya. Hal ini sebagaimana firmanNya:
يَرْفَعِ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَٱلَّذِينَ أُوتُوا۟ ٱلْعِلْمَ دَرَجَٰتٍۢ
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. QS. Al-Mujadilah: 11.

Hadirin yang berbahagia…
Ilmu yang menjadi cahaya penerang adalah ilmu yang penuh dengan keberkahan,ilmu yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini sebagaimana ungkapan Imam Syafi’i yang berpendapat:
العلم ماكان فيه قال حدثنا. وما سوى ذاك وسواس الشياطين
Ilmu itu adalah sesuatu yang di dalamnya terdapat kata-kata “hadatsana” kami telah menceritakan, adapun selain itu adalah dari was-was syaithan.
Maksudnya adalah bahwa dikatakan ilmu apabila di dalamnya terdapat firman Allah ta’ala dan sabda rasulNya yang mulia. Keduanya adalah sumber dari ilmu pengetahuan yang menjadi cahaya penerang bagi kehidupan manusia.
Sebagai generasi muda, maka ilmu tersebut harus selalu kita cari dan amalkan. Karena ilmu yang membawa keberkahan adalah ilmu yang diamalkan. Para ulama bersyair:
العلم بلا عمل كالشجر بلا ثمر
lmu bila tidak diamalkan ibarat pohon yang tidak berbuah.
Keberkahan ilmu tidak saja berefek kepada individu saja, tapi juga berpengaruh kepada bangsa dan negara. kalau akhir-akhir ini kita sering mendengar Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mengalami banyak kasus Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN), maka menurut saya salah satu sebabnya adalah karena ilmu yang ada pada mereka kurang berkah. Mereka memiliki banyka ilmu namun bukan ilmu yang sebenarnya, ilmu yang mereka miliki hanyalah ilmu keduniaan yang hanya mencari keuntungan sementara. Ilmu yang mereka pelajari jauh sekali dari bimbingan wahyu, hingga semakin menjauhkan mereka dari ketaatan kepadaNya. Sebagian mereka mungkin memiliki ilmu yang benar, namun tidak bisa mengamalkannya. Keadaan seperti ini disindir oleh Allah ta’ala dalam firmanNya:
مَثَلُ ٱلَّذِينَ حُمِّلُوا۟ ٱلتَّوْرَىٰةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ ٱلْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًۢا
Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat kemudian mereka tiada memikulnya adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal. QS. Al-Jumu’ah: 5.
Ilmu yang berkah akan membawa dampak positif bagi bangsa dan negara, tentu saja salah satu syaratnya adalah generasi muda bangsa yang memiliki ilmu yang mumpuni. Lebih dari itu ia diamalkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga akan tampak dampaknya bagi orang-orang di sekitarnya. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda harus senantiasa menuntut ilmu. Tentunya ilmu yang penuh dengan keberkahan bukan ilmu yang mendatangkan kemurkaan seperti, ilmu sihir dan kedigdayaan.  
Dengan ilmu yang penuh berkah ini mudah-mudahan bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang besar, bangsa yang terbebas dari segala bentuk KKN dan segala bentuk kejahatan. Akhirnya tak ada gading yang tak retak, tak ada manusia yang sempurna, Segala yang benar datang dari Allah dan rasulNya sedangkan yang salah dari saya pribadi.
Kalau ada buah papaya, boleh kita makan bersama.
Kalau ada salah kata mohon maaf sebesar-besarnya


Billahi taufik wal hidayah, Wassalamualaikum warahmatullah wa barakatuh

Sabtu, 07 Februari 2015

Contoh Proposal Skripsi Syari’ah

Praktek Ziyadah di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi” Purworejo
(Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam)

A. Latar Belakang Masalah
Sebagai latar, pembiayaan-pembiayaan dari BMT ada beberapa jenis berdasarkan akad yang digunakan yaitu Bai Bitsaman Ajil, Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, dan Qardul Hasan. Dari berbagai macam akad dalam BMT tersebut ziyadah (tambahan) merupakan hal pokok yang harus diperhatikan.Telah menjadi pengetahuan umum dikalangan umat Islam bahwa salah satu dari persoalan yang timbul dalam masyarakat sekarang dibidang ekonomi ialah bunga uang dan riba. Bunga tidak dpat dipisahkan dengan ekonomi yang berlandaskan pada kekuatan modal. Pinjam-meminjam modal (uang) dengan bunga merupakan suatu ciri khas kehidupan ekonomi sekarang.
Pada umumnya modal untuk berusaha dibidang ekonomi, berapapun jumlahnya mudah diperoleh apabila ada kesediaan membayar bunga. Tetapi sebaliknya kalau tidak mau membayar bunga, mustahil dapat memperoleh modal yang dibutuhkan. Sebab orang tidak mau meminjamkan uang dengan cuma-cuma dengan tidak memperoleh sesuatu, padahal uang sangat dibutuhkan bagi kepentingan hidupnya dan keluarganya. Dapat dipahami bahwa meminjamkan modal pada lembaga simpan pinjam memakan waktu yang cukup lama, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.
Kedudukan modal dalam kontelasi ekonomi modern adalah sedemikian vitalnya. Ia merupakan sendi utama bagi usaha-usaha produksi dan distribusi. Artinya tanpa modal usaha-usaha tadi tidak bisa berjalan semestinya. Tanpa modal pinjaman mungkin orang masih bisa berusaha namun terbatas pada usaha kecil-kecilan. Usaha yang sekalanya lebih besar seperti PT, CV, Firma, Koperasi dan serikat dagang lainnya, jarang sekali yang modalnya dibiayai perorangan. Kebanyakan perusahaan-perusahaan tersebut modalnya diperoleh dengan pinjaman. Hal ini apabila tidak memakai bunga perusahaan itu sukar, bahkan tidak akan mendapat pinjaman modal, untuk modal usahanya.Oleh sebab itu orang mengatakan bahwa pinjam-meminjam uang denan menggunakan bunga sudah sedemikian rupa kuatnya dalam masyarakat di zaman kini. Hal ini dapat dikatakan bahwa orang tidak bisa memaksa diri untuk tidak melakukannya (mengambil bunga) karena semua itu untuk kelanggengan hidupnya dan keluarganya.
Sementara hukum Islam melarang pemungutan riba dan nash larangannya cukup jelas dan tegas sehingga orang tidak ragu-ragu lagi mengatakan bahwa riba itu hukumnya haram.Berdosa orang yang memungutnya (riba) dan dilaknat oleh Allah sampai dia di akhirat, begitulah ganjaran yang pasti bakal diterima si pekerja riba, seperti halnya disebutkan dalam Al-Qur’an:
 الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّباَ لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ …(البقرة:275)
Artinya: Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kerasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila… (Q.S. Al-Baqarah : 275)
Kutipan ayat di atas menjelaskan bahwa orang yang meminjamkan uang itu ibarat orang gila. Karena kehilangan perasaannya dan tidak dapat menggunakan intelektualitasnya, dan dengan cara yang sama orang yang suka meminjamkan uangnya selalu berfikir memperbanyak uangnya sehingga ia sendiri kehilangan perasaan, ia sama sekali tidak berperasaan dan bodoh, tidak berfikiir bahwa kesombongan dan ketamakannya telah menjauhkan dirinya dari akar cinta manusia, persaudaraan dan ikut memikirkan orang lain. Ia tidak peduli bahwa harta benda yang ia peroleh telah menyengsarakan orang lain. Demikianlah mereka berperilaku seperti orang gila di dunia. Kelak kemudian hari ia akan bangkit seperti orang gila pada hari kebangkitan, karenanya di akhirat nanti orang akan hidup kembali dalam kondisi yang sama diwaktu ia mati.

Demikian kerasnya hukum syariat Islam menentukan dan menyebutkan biasanya yang pasti akan diterima oleh sipekerja riba dibelakang hari, karena itu umat Islam jarang sekali mengkaji masalah ini, dan tidak mau mengkaji lagi masalah yang berhubungan dengan pertambahan.Padahal belum tentu setiap pertambahan dalam usaha perdagangan hukumnya haram.
Karena bunga itu mirip dengan riba, yang mana menimbulkan kekaburan dan keragu-raguan, maka timbul sementara anggapan dan pendapat dikalangan kaum muslimin khususnya, bahwa bunga uang itu sama dengan riba, dan bunga itu pun dianggap oleh ulama dan orang yang menganut ajaran Islam, hukumnya haram seperti haramnya riba.
Yang menjadi permasalahan adalah apakah bunga itu sama dengan riba, sehingga membungakan uang atau menimpan uang dengan menerima bunga terlarang menurut hukum syari’at Islam bagaimanapun corak dan sifatnya. Haramkah hukumnya menerima uang dari uang yang dipinjamkan untuk modal perusahaan atau usaha perdagangan, karena fenomena yang berkembang atau terjadi di lapangan (masyarakat) bahwasanya modal tidak bisa dipisahkan dengan bunga (tambahan dari uang yang di pinjamkan)
Bahkan yang menarik dibahas adalah tentang larangan pinjam meminjam uang yang memakai sistem bunga, yang sering menyerupai dengan riba oleh sebagian umat Islam, bahwa mereka menganggap bunga sebagai kejahatan ekonomi yang menimbulkan penderitaan masyarakat baik itu secara ekonomi, sosial maupun moral. Oleh sebab itu kitab Suci Al-Qur’an melarang kaum muslim untuk memberi atau menerima bunga.
Al-Qur’an mengatakan;
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّباَ …. (البقرة:275)
Artinya: “…padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba….” (QS. Al-Baqarah : 275)

Sementara itu usaha simpan pinjam sekarang ini tidak terlepas dari apa yang namanya bunga (tambahan), karena uang tidak mungkin meminjamkan uang dengan jangka yang cukup lama secara cuma-cuma, karena kalau uang yang di pinjamkan tersebut digunakan untuk membuka usaha, uang itu akan menghasilkan laba yang cukup banyak, tidak heran kalau peminjam mengembalikan lebih pada yang meminjamkan.
Bisa dipahami bahwa, orang yang meminjamkan uang atau barang tadi akan mendapat bagian dari hasil usaha di peminjam, karena barang atau uang yang di pinjamkan akan mendapat hasil (laba). Apakah itu dapat dikatakan riba, padahal dari kedua belah pihak saling menyetujui aqad mau sama mau, serta sering dilakukan atau sudah menjadi budaya si peminjam memberikan kembalian lebih karena modal itu untuk usaha.
Terbentuknya bank yang berlandaskan syari’ahlah diharapkan dapat menjadi solusi yang tepat bagi permasalahan diatas. Salah satu bagian terkecil dari perbankan syari’ah adalah BMT (Baitul Maal Wat Tamwil). BMT mempunyai kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan (simpanan) dan menyalurkan lagi pada masyarakat dalam bentuk pembiayaan (kredit). Untuk memberikan pembiayaan pada masyarakat, BMT akan mengadakan penilaian / analisa terlebih dahulu karena pembiayaan sebagai bagian dari investasi tentunya memiliki risiko. Dengan analisa tersebut dapat diketahui bahwa pembiayaan yang diajukan cukup layak atau tidak untuk dibiayai, sehingga dari kegiatan penilaian tersebut BMT dapat memperkecil risiko yang mungkin timbul. Pembiayaan-pembiayaan dari BMT ada beberapa jenis berdasarkan akad yang digunakan yaitu Bai Bitsaman Ajil, Murabahah, Mudharabah, Musyarakah, Ijarah, dan Qardul Hasan. Dari berbagai macam akad dalam BMT tersebut ziyadah (tambahan) merupakan hal pokok yang harus diperhatikan.
Pada prakteknya penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Besarnya prosentasi berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan. Pembayaran bunga tetap seperti apa yang dijnjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankannya oleh pihak nasabah untung/rugi.Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun keuntungan berlipat. Sedangkan bagi hasil, penentuan besarnya rasio/nisab bagi hasil dibuat pada waktu deengan berpedoman pada kemungkinan untung/rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Bila usaha yang dijalankan mengalami kerugian, maka akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan. Kecenderungan masyarakat menggunakan sistem bunga (interest/bunga) lebih bertujuan untuk mengoptimalkan pemenuhan kepentingan pribadi, sehingga kurang mempertimbangakan dampak  sosial yang ditimbulkannya. Berbeda dengan sistem bagi hasil (profit-sharing), Sistem ini berorientasi pada pemenuhan kemaslahatan hidup umat manusia.
Berangkat dari latar belakang tersebut, penulis ingin mengadakan research (penelitian) tentang ziyadah dalam praktek simpan pinjam di BMT “An-Nawawi” Purworejo.

B. Rumusan Masalah
Untuk lebih mengetahui permasalahan-permasalahan tersebut diatas maka penulis merumuskan permasalahan yang akan menjadi inti pembahasan dalam skripsi ini.
1.      Bagaimana praktek ziyadah (tambahan) pada akad pembiayaan  di BMT koperasi pondok pesantren “An-Nawawi”.
2.      Bagaimana kejelasan praktek ziyadah tersebut   bila dilihat dari perspektif hukum Islam.
C. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini terdapat beberapa tujuan yang hendak dicapai oleh penulis sebagaimana berikut;

Untuk mengetahui praktek ziyadah (tambahan) pada akad    simpanan dan pembiayaan di BMT  koperasi pondok pesanren “An-Nawawi”.
Untuk mengetahui kejelasan praktek ziyadahdi BMT koperasi Pondok pesantren “An-Nawawi”  dilihat dari perspektif hukum Islam.  
D. Tinjauan Pustaka

Untuk menjelaskan prkatek ziyadah di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi” maka penulis menggunakan buku-buku yang berkaitan dengan ziyadah, sekilas BM dan sebagainya. adapun buku yang penulis pakai adalah Panduan Praktis Operasional Baitul Mal wat Tamwil (BMT), penulis Hertanto Widodo dan kawan-kawan. buku ini berisi tentang pedoman praktis bagi pelaksanaan akuntansi syari’ah di Indonesia dan konsep ekonomi yang tidak terjebak dalam unsur riba. Menurutnya bahwa BMT adalah model lembaga keuangan yang ideal bagi umat Islam karena tidak melanggar etika syari’ah. sebab-sebab munculnya BMT adalah menjembatani kegelisahan umat atas kebimbangan terhadap bank konvensional. BMT adalah solusinya yaitu dengan mengembangkan konsep bagi hasil dalam bentuk mudharabah, murabahah, musyarakah, dan bai’ bitsaman ajil.

Fiqh Mumalah Kontekstual, karangan Ghufron A. Mas’adi. Buku ini berisikan kecaman, ancaman keras dan pengharaman riba dipertentangkan dengan seruan shadaqah yang sangat gencar. Praktek riba yang memungut keuntungan secara berlipat ganda dipertentangkan dengan pahala  shadaqah yang spektakuler, dan riba sebagai hutang kepada manusia dipertentangkan dengan shadaqah yang dinyatakan sebagai pinjaman kepada Allah. Jelaslah bahwa tujuan dari semua itu adalah bahwa Allah bermaksud  menghapuskan tradisi Jahiliyah, yakni praktek riba, dan menggantinya dengan tradisi baru yakni shadaqah.

Teori dan praktek ekonomi Islam, Karangan M. Abdul Manan, Buku ini berisikan dua sumber pokok (al-Qur’an dan Sunnah) melarang keras adanya bunga karena kezalimannya (Q.S. Al Muzzammil dan Q.S. Al-Baqarah) tetapi beberapa orang Islam silau oleh pesona lahiriyah peradaban Eropa mengatakan bahwa yang dilarang Islam adalah riba bukan bunga. mereka berpendapat bahwa bunga yang dibayarkan pada pinjaman investasi dalam kegiatan produksi tidak bertentangan dengan hukum Al-Qur’an karena hukum ini mengacu pada riba yaitu bukan pnjaman yang bukan untuk produksi dimasa pra Islam. Pada masa itu orang tidak mengenal pinjaman produksi dan pengaruhnya pada perkembangan ekonomi. Dalam hal ini mereka dalam mengajukan teori bunga tampaknya  mengabaikan al-Qur’an yang merupakan firman Allah terakhir bagi pedoman manusia. Selain itu dalam karya-karya ilmiah  belum ada yang mengkaji analisis hukum islam terhadap praktek ziyadah di BMT koperasi pondok pesantren an-Nawawi Purworejo. Akan tetapi kajian pemikiran yang membahas tentang konsep BMT sudah banyak dilakukan.

Abdul Bari, mahasiswa Fakultas Syari’ah melakukan penelitian tentang mekanisme dan prosedur pembiayaan  Bai Bistaman Ajil di BMT Binama Semarang. Dalam studi Tugas Akhir ini, Abdul Bari melakukan pembahasan tentang dominannya akad BBA (jual beli) pada segment financing tamwil BMT Binama dalam pengembangan produknya agar lebih inovatif dan kreatif. Diantaranya dengan langkah yang bisa mendorong tumbuh kembangnya BMT itu sendiri dengan meningkatkan SDM agar lebih profesional serta memberikan layanan yang mudah dan tepat terutama dalam proses pengajuan pembiayaan.

Selain itu Fiqotun Ni’mah Mahasiswa Fakultas Syari’ah melakukan penelitian di BMT Binama Telogo Sari tentang Analisa Pembiayaan Mudharabah.Dalam hal pemberian fasilitas penyediaan dana kepada pihak yang membutuhkan untuk peningkatan usaha (baik produksi, perdagangan maupun investasi) melalui pembiayaan mudharabah yang ada di BMT Tlogosari dan membandingkannya dengan Fiqih Mu’amalah.

Oleh karena itu dari telaah yang penulis sampaikan dari beberapa pendapat di atas, mengenai analisis hukum Islam terhadap praktek Ziyadah di BMT Kopontren “An-Nawawi” Purworejo, yang menurut hemat penulis belum pernah dikaji oleh peneliti sebelumnya, sehingga patut untuk dikaji lebih mendalam sebagai konsep dalam rangka membangun pengembangan ekonomi. Khususnya di BMT Kopontren “An-Nawawi”.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

penelitian ini termasuk field research, berarti penelitian lapangan yaitu penelitian obyek di lapangan untuk mendapatkan data dan gambaran yang jelas dan konkrit tentang hal-hal yang berhubungan dnegan praktek ziyadah di Pondok Pesantren “An-Nawawi” Purworejo.

Adapun tehnik pengumpulan datanya, penulis mempergunakan tiga metode, yaitu:

a. Observasi

Observasi merupakan metode pengamatan dan pencatatan secara jelas sistematis tentang fenomena-fenomena yang dijumpai dalam penelitian di lapangan/obyek yang diselidiki.Dalam observasi ini, data yang ingin penulis peroleh secara langsung bersumber dari lingkungan Pondok Pesantren “An-Nawawi” Purworejo, khususnya yang berhubungan dnegan praktek ziyadah di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi” Purworejo.

b. Interview

Interview adalah metode pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab sepihak yang dikerjakan secara sistematis dan berlangsung sesuai dengan tujuan penelitian. Sedangkan menurut Koentjaraningrat dalam bukunya Metode-Metode Penelitian Masyrakat menjelaskan, bahwa interview mencakup cara-cara yang dipergunakan seseorang untuk tujuan tertentu mencoba mendapatkan keterangan/pendirian secara lisan dari seorang secara responden.

Metode interview ini penulis pergunakan untuk mendpatkan data tentang  prkatek ziyadah di BMT Pondok Pesantren “An-Nawawi”.

c. Dokumentasi

Dokementasi adalah untuk mendapatkan data yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti leger, notulen, agenda dan sebagainya. Adapun penggunaannya, menurut Kontjoroningrat adalah sebagai bahan klasik untuk meneliti perkembangan historis yang khusus, biasanya dipergunakan untuk menjawab pertanyaan tentang apa, kapan dan dimana.

2. Metode Analisis Data

Dalam menganalsis data, penulis menggunakan metode deskriptif analistis yaitu suatu  metode sebagai prosedur, pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/melukiskan keadaan subyek/obyek dari penelitian berdasarkan fakta yang tampak  sebagaimana adanya.

 F.     Sistematika Penulisan Skripsi

Adapun sistematika penulisan skripsi, sebagai berikut:

Bab I          Pendahuluan, yang merupakan garis-garis besar pembahasan isi pokok skripsi yang terdiri atas; latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

Bab II         Konsep Riba dalam Islam dan sekilas tentang BMT yang di dalamnya disajikan dua tema pokok, yaitu konsep tentang riba dalam Islam yang meliputi uraian tentang pengertian riba, macam-macam riba, dasar hukum riba, pendapat ulama’ tentang riba; kedua, Sekilas Tentang BMT, yang meliputi uraian tentang pengertian BMT, Produk-produk BMT, sistem yang digunakan dalam BMT.

Bab III       Dalam bab ini penulis membahas tentang BMT pondok pesantren “An-Nawawi” Purworejo yang merupakan potret dari penelitian lapangan yang di dalamnya dikemukakan tentangh; pertama, sejarah berdirinya pondok pesantren “An-Nawawi” Purworejo; kedua, Biografi pondok pesantren “An-Nawawi” Purworejo, ketiga struktur organisasi; ke empat jasa-jasa yang dihasilkan dan target BMT; kelima, pelaksanaan ziyadah di BMT “An-Nawawi” Purworejo.

Bab IV       Bab ini merupakan inti dari penulisan dan pembahasan skripsi, dimana penulis mengemukakan analisis tentang ziyadah dalam praktek simpanan dan pembiayaan di BMT “An-Nawawi” Purworejo ditinjau dari perspektif hukum Islam.

Bab V         Penutup yang merupakan bagian akhir dari isi pokok skripsi, yang terdiri dari tiga pembahasan yaitu pertama tentang kesimpulan, kedua; saran-saran, ketiga; penutup

Senin, 02 Februari 2015

Fiqh Sunda

Fiqh Sunda: Dari Membakar Kemenyan Hingga Haramnya Riba
Oleh: Dr. Abdurrahman MBP, SHI., MEI

A.  Pendahuluan
Islam masuk ke Tatar Sunda (Jawa Barat) dalam keadaan masyarakatnya telah memiliki kepercayaan yang diwarisi secara turun-temurun dari para karuhun (salaf). Kepercayaan ini menjadi pedoman moral dan pemandu dalam setiap gerak-langkah (laku-lampah) urang Sunda. Warisan kepercayaan masyarakat Sunda berakar dari kepercayaan lokal di wilayah ini yang apabila diruntut merupakan akulturasi dengan kepercayaan yang datang kemudian. Merujuk pada pendapat Edi S. Ekadjati bahwa agama asli Sunda adalah Jati Sunda atau Sunda Wiwitan. Kepercayaan ini masih eksis dianut oleh komunitas Baduy di Kanekes, Lebak Propinsi Banten.[1]
Kepercayaan Sunda Wiwitan meyakini Batara Tunggal sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Ia adalah pencipta alam semesta dan pengaturnya, semua kekuatan tunduk kepadanya. Ia memiliki sebutan sesuai dengan fungsinya; Batara Jagat (Penguasa Alam), Batara Seda Niskala (Yang Gaib), Nu Kawasa (Yang Berkuasa) dan Sang Hyang Keresa (Yang Maha Kuasa) atau Nu Ngersakeun (Yang Menghendaki). Batara Tunggal sebagai Tuhan bersemayam di Buana Panca Luhur (dunia atas) atau Buana Nyungcung sebagai tempat paling tinggi (suci) dalam kepercayaan Sunda Wiwitan. Selain sebagai Tuhan Batara Tunggal juga sebagai manusia yang diyakini turun ke bumi menurunkan para Batara yang menjadi nenek moyang puun sebagai tokoh spiritual tertinggi Baduy.[2]
Kepercayaan Sunda Wiwitan menghasilkan berbagai aturan adat sebagai pedoman bagi masyarakatnya. Aturan adat dalam bentuk larangan menjelma dalam bentuk pamali (makruh li tahrim) yaitu sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Selain itu muncul pula istilah musytari sebagai istilah waktu yang baik untuk melakukan sesuatu (barakah). Haji Hasan Mustapa mencatat berbagai adat yang ada pada masyarakat Sunda semisal; adat kehamilan, khitanan, nikahan, kematian, waktu yang dimuliakan serta berbagai adat harian, bulanan dan tahunan lainnya.[3] Semua adat tersebut dilaksanakan, diwariskan dan mumule (muhafadzah) oleh masyarakat Sunda sebagai warisan (heritage) yang tak ternilai. 
Kehadiran Islam dengan sistem hukumnya (baca fiqh) di Tatar Sunda berdialog dengan adat-istiadat Sunda, hingga menghasilkan satu sistem hukum yang memiliki karakteristik Islam dengan bingkai Sunda atau Sunda berbingkai Islam. Sebagai contoh, tradisi ziarah yang telah mengakar pada masyarakat Sunda bertemu dengan tradisi ziarah Islam. Kesenian Sunda yang bertemu dengan tsaqafah Islam hingga memunculkan seni Islam dengan cita rasa Sunda atau sebaliknya seni Sunda dengan substansi nilai-nilai Islam.
Menjadi materi diskusi menarik ketika kemudian saya memunculkan istilah Fiqh Sunda. Terdengar kontroversial karena menjadi istilah baru yang belum familiar. Selama ini yang muncul dalam pikiran kita fiqh adalah aturan dalam Islam yang sudah baku dan tidak bisa dirubah. Pemikiran ini memunculkan keyakinan tidak adanya perubahan dalam fiqh, hingga muncul berbagai perbedaan di masyarakat yang berkaitan dengan fiqh. Tidak jarang kita dengar masyarakat berbeda pendapat tentang qunut shubuh, shalat qabla jum’at, rakaat shalat tarawih, adzan dua kali dan lain sebagainya. Pada komunitas Sunda terdapat berbagai adat-istiadat dan ritual yang terkesan tidak ada kaitan dengan Islam atau berseberangan dengan nilai-nilai Islam.
Merujuk pada lahirnya fiqh, maka ia berkaitan erat dengan interaksi dan fakta kehidupan yang ada di masyarakat sekitarnya. Ulama sebagai perumus mengadaptasikan antara teks yang tersurat maupun tersirat dalam dalil dengan kontekstual yang ada di masyarakat. Sehingga melahirkan beraneka ragam Fiqh sebagai bentuk pemikiran ulama. Keanekaragaman Fiqh sebagai buah pemikiran para ulama. Terkadang dinisbahkan pada nama ualma pemikirnya. Seperti Fiqh Abu Hanifah (w. 150H), Fiqh Malik bin Anas (w. 179H), Fiqh Muhammad bin Idris al-Syafi’i (w. 204 H.) dan Fiqh Ahmad bin Hanbal (241H). Terkadang pula dinisbahkan pada tempat wilayah kemunculannya, seperti Fiqh Irak, Fiqh Madinah, Fiqh Syam dan Fiqh Maghrib. Serta keahlian disiplin ilmu, seperti Fiqh ahl al-ra’yi dan Fiqh ahli al-hadîts.[4]
Berdasarkan hal tersebut maka Fiqh Sunda adalah pemikiran-pemikiran fiqh yang bersumber dari nilai-nilai yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah berdasarkan realitas yang ada pada masyarakat Sunda. Sebagai sebuah gagasan tentu ia bisa dikritik dan disalahkan, namun sebagai teori maka jika ia berdiri di atas pondasi keilmuan kokoh dan tidak bertentangan dengan nila-nilai fundamen sumber-sumber hukum Islam, maka ia sangat menantang untuk dijadikan bahan diskusi. Apalagi masyarakat Sunda saat berada pada era transformasi, di mana nilai-nilai keislam semakin mengalami kebangkitan namun mereka juga tidak mau melepaskan budaya Sundanya.
Para inohong Sunda sejak awal telah merumuskan bagaimana korelasi antara agama dan adat Sunda. Sebagian mereka berteori “Tatali Kumawula, Agama sareng Darigama” sehingga tidak ada alasan menganggap bahwa budaya Sunda berseberangan dengan nilai-nilai Islam, sebaliknya Islam memberi ruang bagi adat-istiadat Sunda.


[1] Misno, Bulan Bintang di Bumi Parahyangan, Yogyakarta: Deepublish, 2015.
[2]  Jacobs, Julius. 2012, De Badoej’s, terj. Judistira K. Garna, Orang Baduy dari Banten. Bandung: Primaco Akademika dan Judistira Garna Foundation. Hlm. 18.
[3] H. Hasan mustapa, Adat Istiadat Sunda, Bandung: Penerbit Alumni, 2010.