Sabtu, 20 Agustus 2016

Merdeka atau Syahid di JalanNya


Abdurrahman Misno BP


وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. QS. Al-Isra: 70.
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7).
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (QS An-Nahl ayat 36)
كُلُّ مَوْلُوْدٌ يُوْلَدُ عَلَى فِتْرَهُ فَاَبَوَّاهُ يُهَوِّدَانِهِ اَوْ يُنَصِّرَانِهِ اَوْ يُمَجِسَا نِهِ
Setiap anak terlahir dalam keadaan fitnah, maka orang tuanya yang menjadikannya seorang Yahudi, Nashrani, atau majusi” (HR. Muslim).

Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Syukur kepada Allah ta’ala yang senantiasa memberikan curahan nikmatnya kepada kita semua. Kenikmatan terbesar yang harus senantiasa kita syukuri adalah nikmat iman dan nikmat Islam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan alam nabiyyina Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam kepada ahli baitnya, para shahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak sunnahnya hingga hari kiamat tiba.
Hari-hari ini masyarakat Indonesia sedang bergembira karena menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sudah 71 tahun Indonesia merdeka, terbebas dari penjajahan dan kedzaliman dari bangsa lainnya. Sebagai orang yang beriman, kita patut bersyukur dengan kemerdekaan ini, ya… kemerdekaan adalah salah satu dari kenikmatan dari Allah ta’ala yang patut kita syukuri. Maka muncul pertanyaan, “Bagaimana Islam memandang kemerdekaan?” atau “Bagaimana kita sebagai umat Islam mengisi kemerdekaan ini”?

Hadirin yang berbahagia
Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan. QS. Al-Isra: 70.
Imam Az-Zamakhsyari menafsirkan ayat ini dengan menyatakan:
كرّمه الله بالعقل ، والنطق ، والتمييز ، والخط ، والصورة الحسنة
Allah ta’ala telah memuliakan manusia dengan diberikannya anugerah akal, lisan, mampu membedakan yang baik dan buruk serta jasmani yang sempurna.
Allah ta’ala juga telah memuliakan manusia hingga ia memiliki kebebasan untuk berbuat di muka bumi tanpa adanya paksaan dan penjajahan. Segala bentuk diskriminasi dan pemaksaan adalah bertentangan dengan nilai-nilai Islam dan kemanusiaan. Perjuangan para syuhada Nusantara dalam membela tanah air tercinta adalah menjaga kedaulatan agama dan negara tanpa ada campur-tangan bangsa asing lainnya.

Sidang Jum’ah rahimakumullah  
Sejenak marilah kita membuka sejarah Indonesia, bagaimana mereka berjihad mempertahankan agama dan negara agar terbebas dari penjajahan. Ranah Minang menjadi saksi perjuangan Kaum Padri dalam membela agama dan negeri. Kehadiran mereka terus bertambah walau ditumpas oleh penjajah. Inilah kesaksian dari Steyn Parve, salah seorang mantan residen Padangsche Bovenlanden: Tetapi sekte Paderi tidak muncul sebentar saja. Sebaliknya, sekte ini laksana cahaya yang muncul dan bertahan lama, terus menerus memperlihatkan sinarnya kepada kita.
Inilah kekuatan ideology Islam yang terus bersinar menjadi mercusuar semangat kemerdekaan. Hal ini terjadi pula di tanah Selebes (Sulawesi), Sultan Alauddin Makasar menyatakan “Allah ta’ala telah menciptakan bumi dan lautan, (dan telah) membagikan bumi di antara manusia, (begitu pun) Dia memberi lautan sebagai milik bersama. Tidak pernah kami mendengar bahwa pelayaran di lautan dilarang bagi seseorang. Jika engkau melakukan larangan itu, berarti engkau seolah-olah mengambil roti dari mulut orang (lain)”. Ini adalah ucapan beliau ketika VOC melarang perdagangan Makassar ke Maluku. Dengarkan pula kisah dalam Syair Perang Mengkasar yang dipimpin oleh Sultan Hasanudin: “Lima tahun lamanya perang, Sedikit pun tidak hatinya bimbang, Sukacita hati segala hulubalang, Melihat musuh hendak berperang. Mengkasar sedikit tidak gentar, Ia berperang dengan si Kuffar, Jikalau tidak ra’yatnya lapar, Tambahi lagi Welanda kuffar.
Kembali ke Tanah Sumatera, dengarlah kisah dalam Syair Perang Menteng Palembang; Haji berteriak Allahu Akbar, Datang mengamuk tak lagi sabar, Dengan tolong Tuhan Malik Al-Jabbar, Serdadu Menteng habislah bubar. Jika demikian adanya maka perjuangan dalam membebaskan negara didasarkan pada keinginan untuk merdeka dari segala bentuk penjajahan dalam bidang agama dan negara.
Ini pula yang telah disampaikan oleh sahabat Rib’iy bin Aamer radhiyallahu ‘anhu saat beliau diutus khalifah Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu untuk bernegosiasi bilateral dengan negara adidaya Persia. Rib’iy berkata kepada Panglima Persia Rustum:
ابتعثنا الله لنخرج الناس من عبادة العباد لعبادة الله وحده
Kami (umat Islam) diutus Allah untuk mengeluarkan manusia dari penghambaan sesama hamba untuk menghamba kepada Allah semata.”

Hadirin yang berbahagia
Kemerdekaan dalam Islam adalah terbebasnya manusia dari segala bentuk penghambaan kepada manusia lainnya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” QS An-Nahl: 36.
Imam Al-Baghawi menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa Allah ta’ala telah mengutus pada tiap umat sebagaimana bagi kalian umat Islam, agar menyembah Allah ta’ala dan menjauhi taghut (Segala sesuatu yang diibadahi dan ditaati selain Allah ta’ala). Maka ayat ini juga menunjukan bahwasanya kemerdekaan dalam Islam adalah kemerdekaan dan terbebas dari segala penyembahan kepada selain Allah ta’ala.
Inilah makna kemerdekaan yang tercatat dalam Al-Qur’an, padanya terdapat kisah Nabi Ibrahim yang mencari Allah ta’ala sebagai satu-satunya Rabb (Pencipta) dan membebaskan diri dari segala sesembahan selainNya:
فَلَمَّا جَنَّ عَلَيْهِ اللَّيْلُ رَأَى كَوْكَبًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لا أُحِبُّ الآفِلِينَ  فَلَمَّا رَأَى الْقَمَرَ بَازِغًا قَالَ هَذَا رَبِّي فَلَمَّا أَفَلَ قَالَ لَئِنْ لَمْ يَهْدِنِي رَبِّي لأكُونَنَّ مِنَ الْقَوْمِ الضَّالِّينَ فَلَمَّا رَأَى الشَّمْسَ بَازِغَةً قَالَ هَذَا رَبِّي هَذَا أَكْبَرُ فَلَمَّا أَفَلَتْ قَالَ يَا قَوْمِ إِنِّي بَرِيءٌ مِمَّا تُشْرِكُونَ إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ
Ketika malam telah menjadi gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku" Tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam". Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat". Kemudian tatkala dia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, ini yang lebih besar", maka tatkala matahari itu telah terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan. QS. Al-An’am: 76-79.
Kemerdekaan dalam Islam selanjutnya adalah pembebasan umat manusia dari kesewenang-wenangan penguasa. Hal ini terdapat dalam kisah Nabi Musa ketika membebaskan bangsanya dari penindasan Firaun. Kekejaman Fir’aun merupakan representasi penguasa yang menyombongkan diri dan sok berkuasa di muka bumi (mustakbirun fi al-ardh).  
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اذْكُرُوا نِعْمَةَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ أَنْجَاكُمْ مِنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوءَ الْعَذَابِ وَيُذَبِّحُونَ أَبْنَاءَكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءَكُمْ وَفِي ذَلِكُمْ بَلاءٌ مِنْ رَبِّكُمْ عَظِيمٌ
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia menyelamatkan kamu dari (Firaun dan) pengikut-pengikutnya, mereka menyiksa kamu dengan siksa yang pedih, mereka menyembelih anak-anak laki-lakimu, membiarkan hidup anak-anak perempuanmu; dan pada yang demikian itu ada cobaan yang besar dari Tuhanmu". QS. Ibrahim: 6.
Hal yang menarik dari ayat ini adalah pada ayat berikutnya yaitu:
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim ayat 7)
Maka ayat tentang bersyukur atas segala kenikmatan dalam ayat ini berdasarkan asbab an-nuzulnya adalah kenikmatan pada Bani Israil atas kemerdekaannya terbebas dari penjajahan Fir’aun. Namun, sayangnya Bani Israil tidak bisa bersyukur dengan kemerdekaan tersebut hingga akhirnya mereka mendapatkan adzab yang pedih yaitu terusir dari negerinya dan menjadi pengungsi selama lebih dari 40 tahun.
Kisah kemerdekaan paling fenomenal dalam Islam adalah kisah sukses Nabi Muhammad dalam mengemban misi profetiknya di muka bumi untuk membebaskan manusia dari penjajahan agama dan hegemoni berhala:
الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإسْلامَ دِينًا فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لإثْمٍ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. Al-Maa’idah: 3.

Kehadiran Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam adalah untuk membebaskan manusia dari segala bentuk penjajahan dan hegemoni, baik dari sisi agama ataupun dalam mengangkat derajat umat manusia. Memanusiakan manusia yang diperjuangkan oleh beliau adalah menjadikan manusia terbebas dari kedzaliman manusia lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...