Selasa, 30 Mei 2017

Bara 212: Refleksi Jiwa Mengharap RidhaNya... Bag. 03


Oleh: Abu Aisyah As-Silasafi

Sebuah keajaiban datang menyapa, seseorang dengan peci putih, baju putih dan tas di belakang punggung menyapa dengan hangat “Assalamualaikum, mau ke Monas juga mas” katanya pelan. “Waalaikumsalam, Iya” jawabku. Setelah berbasa-basi sejenak akhirnya lekai-laki yang bernama Diki mengajak saya berjalan bersama. Turun dari dari jembatan penyeberangan kami bertemu kembali dengan serombongan umat Islam yang bergerak dengan penuh semangat menuju Monas. Kembali semnagat saya terpacu, desiran ruhul jihad semakin membara dalam dada. Akhirnya saya dengan Abang Diki sepakat untuk bergabung dengan rombongan dari wilayah Jakarta Timur.
Kami berjalan menyusuri Jl. Pramuka, kemudian di depan Pasar Burung kami berhenti sejenak untuk menunggu Pak Harry yang sedang berjalan di belakang kami. Sekitar 20 menit kami menunggu di sebuah rumah makan Padang. Pemandangan yang luar bisa kami saksikan di depan mata, berbagai elemen umat Islam berdatangan dari arah Jl. Pemuda menuju Monas. Ada yang berjalan kaki, menaiki motor, kendaraan pribadi, bus dan ada juga yang menggunakan bak terbuka dan truk. Setiap mereka lewat maka gema takbir bersautan di antara kami “Allahu Akbar”. Sebuah pemandangan yang menjadikan 212 semakin membara.
Setelah menunggu beberapa lama akhirnya Pak Harry sampai di tempat kami menunggu, kami bersalaman dan merasakan energy yang luar biasa dari beliau. “Orang setua ini saja masih semangat untk berjalan kaki ke Monas, masa saya yang muda tidak kuat”. Seteleh berbincang sejenak kami segera bergabung dengan salah satu rombongan dari wilayah Jakarta Timur. Kami bergerak dari Jl. Pramuka menuju Jl. Matraman, dan memasuki Jl, Salemba Raya menuju ke Senen. Sepanjang jalan, kami bertakibr membesarkan asmaNya. Senandung penyemangat jiwa aksi 212 dilantunkan membakar semangat umat Islam. 
Sebuah pemandangan tak biasa nampak di depan mata, beberapa elemen dari umat Islam berada di tepi jalan dan sebagian menghadang kami dengan memberikan minuman dan makanan. Sebuah pemandangan yang tidak pernah saya saksikan di ibukota Jakarta. Tanpa ada komando dan perintah, hanya keimanan mendalam dan ukhuwah Islamiyah yang menggerakan mereka, saya sangat terharu sekali dengan kejadian ini. scenario yang mahas empurna hingga hati-hati mereka tergerak untuk berinfak di jalanNya.
Namun keterharuan saya baru awal, karena saya ykin sekali ada banyak menakjubkan di hadapan sana. Kami terus bergerak ke arah kawasan Senen, hingga kami bersatu dalam satu rombongan yang lebih besar. Memasuki wilayah Taman Gunung Agung ternyata sudah banyak sekali umat Islam yang berada di sana, mereka bergerak rapi secara perlahan menuju wilayah Monas yang sejatinya masih berjarak kurang lebih 5 KM. kerumunan umat Islam yang menyemut telah memenuhi wilayah Tugu Tani menuju ke Monas, sebuah pemandangan yang menggetarkan iman bagi orang-orang yang melihatnya. Bagaimana tidak, jutaan umat Islam bergerak dengan rapi dan diiringi pekikan takbir dan shalawat kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam.
Lagi-lagi saya terharu dengan pemandangan yang ada di depan mata, kerumunan umat Islam yang bersama dalam satu ikatan ukhuwah. Mereka bergerak dengan rapi, tidak ada saling dorong, tidak ada satu rumputpun yang terinjak, tidak ada satu manusiapun yang didzalimi. Berbagai elemen umat Islam saling mengisi ruang kosong yang selama ini menjadi kelemahan utama umat Islam. Sebagian mereka bergerak perlahan menuju Monas, sebagian lainnya di pinggir jalan dengan membawa berbagai jenis makanan dan minuman. Bukan untuk dijual, tapi diberikan secara sukarela kepada seluruh lapisan umat Islam. Ada layanan charger hp gratis, nasi padang gratis, roti gratis, aqua gratis dan berbagai hal gratis yang hanya Allah ta’ala yang mampu untuk menggerakannya.
Saya dengan Abang Diki terus bergerak menuju Monas, kami bertekad akan menuju ke tempat paling dekat dengan panggung utama. Setelah memasuki kawasan Monas kami berjalan menuju pintu gerbang yang telah terbuka.
Saya sempat terpikir dengan provokasi seorang anggota Whatssapp yang menyatakan “Monas itu punya delapan pintu, jika umat Islam sudah masuk ke dalam kemudian semua pintu dikunci dan umat Islam yang berada di dalam dibanjiri dengan gas air mata atau sejenisnya maka umat Islam pasti akan habis” itulah ucapannya. Namun semangat jihad yang telah membara segera mengapuskan kekhawatiran tersebut, saya terus bergerak bersama dengan jutaan umat Islam lainnya menuju bagian dalam Monas.
Sebelum memasuki lapangan saya dengan Abang Diki bergantian mengambil air wudhu, sebuah pengalaman spiritual yang jarang sekali ditemukan. Teman yang baru pertama kenal, kemudian dengan sukarela bergantian berwudhu dengan hanya sebotol air mineral. Ingin sekali saya mengabadikan momen itu, namun tidak bisa karena kami bergantian menuangkan air untuk berwudhu. Namun Allah Ta’ala pasti sudah mencatat perbuatan kami tersebut, sebuah ikatan ukhuwah yang lagi-lagi digerakkan oleh Allah Ta’ala.

Setelah selesai berwudhu kami segera memasuki bagian dalam lapangan Monas, jutaan manusia yang telah duduk dengan rapi memunculkan keterharuan yang luar biasa, tidak ada anarki, tidak ada kata-kata kasar dan tidak ada tindakan-tindakan tidak sopan. Semua berjalan seiring nafas-nafas kehidupan. Saya bergerak mengikuti pergerakan umat Islam yang terus berjalan ke bagian dalam lapangan Monas. Suara dari pengeras suara yang berada di beberapa sudut lapangan memberikan gambaran secara jelas jalannya aksi. Sambil berjalan saya menyaksikan jutaan umat Islam duduk rapi dengan melantunkan takbir, tasbih dan tahmid. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...