Senin, 21 Agustus 2017

LGBT Bag. 16 LGBT dalam Al-Qur'an

Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing ayat tersebut beserta dengan penafsirannya;
11.      QS. Al-A’raaf: 80-81.
وَلُوطًا إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
Dan (Kami juga telah mengutus Nabi) Luth (kepada kaumnya). (Ingatlah) tatkala dia berkata kepada mereka: “Mengapa kalian mengerjakan perbuatan yang sangat hina itu, yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian?”. QS. Al-A’raaf: 80.
Ayat ini mengisahkan tentang perilaku homoseksual yang dilakukan oleh kaum Nabi Luth ‘Alaihis Salam. Allah Ta’ala menyebutkan bahwa perbuatan homo seksual yang dilakukan antar sesama pria merupakan perbuatan fahisyah, yaitu suatu perbuatan yang sangat hina dan mencakup berbagai macam kehinaan serta kerendahan. 
Allah SWT dalam Al-Qur’an menyebut zina dengan kata faahisyah (tanpa alif lam), sedangkan homoseksual dengan al-faahisyah (dengan alif lam), (jika ditinjau dari sisi bahasa Arab) tentunya perbedaan dua kata tersebut sangat besar. Kata faahisyah tanpa alif dan lam dalam bentuk nakirah yang dipakai untuk makna perzinaan menunjukkan bahwa zina merupakan salah satu perbuatan keji dari sekian banyak perbuatan keji. Akan tetapi, untuk perbuatan homoseksual dipakai kata al-faahisyah dengan alif dan lam yang menunjukkan bahwa perbuatan itu mencakup kekejian seluruh perbuatan keji.  
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan menyatakan bahwa Allah Ta’ala mengutus Luth Alaihi Salam kepada kaum Sodom dan negeri-negeri di sekitarnya agar menyembah Allah, mengajak mereka kepada perbuatan yang ma’ruf dan mencegah segala bentuk perilaku haram yang mereka lakukan (homoseksual) yang tidak pernah dilakukan sebelumnya oleh anak keturunan Adam dan yang selainnya.[1]
Abdur Rahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah, menjelaskan makna fahisyah dalam ayat ini;
الخصلة التي بلغت – في العظم والشناعة – إلى أن استغرقت أنواع الفحش
Perbuatan yang sampai pada tingkatan mencakup berbagai macam kehinaan, jika ditinjau dari sisi besarnya dosa dan kehinaannya.[2]
Salah satu dari sifat kehinaan tersebut adalah sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah Ta’ala :
مَا سَبَقَكُمْ بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِنَ الْعَالَمِينَ
…yang belum pernah dilakukan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelum kalian. QS. Al-A’raaf: 80.
Maksudnya bahwa perbuatan sodomi yang telah dilakukan kaum Nabi Luth ‘Alaihis Salam tersebut, belumlah pernah dilakukan oleh seorangpun sebelum mereka. Hal ini disebabkan sodomi itu adalah perbuatan menyelisihi fitrah, perbuatan ini sangat menjijikkan, karena seorang laki-laki mensetubuhi dubur laki-laki lain, sedangkan di dalam dubur itu adalah tempat kotoran besar yang bau, kotor, jorok lagi menjijikkan. Sehingga pantaslah fitrah yang lurus pastilah menolaknya.
Lanjutan ayat ini adalah firmanNya:
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِنْ دُونِ النِّسَاءِ ۚ بَلْ أَنْتُمْ قَوْمٌ مُسْرِفُونَ
Sesungguhnya kalian mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsu kalian (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kalian ini adalah kaum yang melampaui batas. QS. Al-A’raaf: 81.
Al-Baghawi rahimahullah, menjelaskan makna “musyrifiin (melampui batas)” dalam ayat ini,
مجاوزون الحلال إلى الحرام
Melampui batasan yang halal (beralih) kepada perkara yang haram.[3]
Maksudnya adalah bahwa perbuatan melampaui batas tersebut adalah melampaui fitrah yang telah diciptakan Allah Ta’ala kepada manusia, yaitu seorang laki-laki mencintai perempuan. Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah berkata :
متجاوزون لما حده اللّه متجرئون على محارمه
Melampui batasan yang telah Allah tetapkan lagi berani melanggar larangan-Nya yang haram dikerjakan.[4]
Keharaman dari perbuatan homoseksual sudah sangat jelas dalam ayat ini, penyebutan sebagai perbuatan al-fakhisyah dan al-khaba’its telah menunjukan keharamannya. Demikian pula hukuman atas perbuatan mereka juga merupakan ancaman yang tegas yang menunjukan kepada keharaman dari perbuatan ini.  
Ibnu katsir juga berpendapat bahwa perbuatan homoseksual termasuk ke dalam perbuatan yang dzalim dan berlebih-lebihan (israf). Karena berpaling dari perempuan yang telah Allah ciptakan kepada perempuan, yang merupakan tindakan dzalim karena meletakan sesuatu tidak pada tempatnya.[5] 
Allah Ta’ala telah memberikan hukuman yang setimpal bagi para pelaku homoseksual yaitu dalam firmanNya:
وَأَمْطَرْنَا عَلَيْهِمْ مَطَرًا ۖ فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُجْرِمِينَ
Dan Kami turunkan kepada mereka hujan (batu); maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang berbuat kriminal itu. QS. Al-A’raaf: 80.
Allah Ta’ala dalam ayat di atas menyebut kaum Nabi Luth ‘alaihis salam yang melakukan perbuatan sodomi tersebut dengan sebutan “para pelaku kriminal”, yaitu kaum yang teah melakukan kejahatan di atas kejahatan. Dengan demikian, mereka ini sesungguhnya layak untuk disebut “penjahat seksual”, karena telah melakukan kejahatan (kriminal) dalam menyalurkan hasrat seksual mereka ditempat yang terlarang. Inilah firman Allah Ta’ala yang menyebutkan bahwa pelaku sodomi sebagai kaum perusak dan orang yang zhalim.



[1] Abu Al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi ad-Dimasyqi, 1421 H/2001 M. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhiim, Kuwait: Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islami, hlm. 1134.
[2] Tafsir As-Sa’di,
[3] Tafsir Al-Baghawi.
[4] Tafsir As-Sa’di
[5] Abu Al-Fida’ Ismail bin Umar bin Katsir Al-Qurasyi ad-Dimasyqi, 1421 H/2001 M. Tafsir Al-Qur’an Al-‘Adhiim, Kuwait: Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islami, hlm. 1135. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...