Senin, 21 Agustus 2017

LGBT Bag. 3 Literature Review

Penelitian mengenai LGBT dalam perspektif hukum Islam sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Diantaranya adalah;
Ramlan Yusuf Rangkuti telah melakukan penelitian dengan judul “Homoseksual dalam Perspektif Hukum Islam”. Keismpulan dari penelitian ini adalah bahwa hukum Islam memandang hasrat seksual adalah fitrah manusia, kekuatan alami yang merupakan sebuat kodrat. Jadi, hukum Islam mengatur saluran hasrat seksual biologis manusia dengan sebuah pernikahan. Dan hukum Islam menolak penyimpangan seksual seperti homoseksual. Homoseksual adalah perbuatan keji yang dilarang keras dalam hukum Islam sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur‟an dan Hadis. Dalil-dalil hukum Islam sepakat melarang perbuatan homoseksual, meskipun ada beberapa pendapat tentang sanksi hukum pada para pelaku. Beberapa dalil mengatakan bahwa para pelaku harus dibunuh, dihukum, seperti sebuah pengadilan bagi para pelaku orang dewasa, bahkan dalil tersebut mengatakan bahwa pelaku seksual akan dihukum dengan dimasukkan dalam penjara.
Penelitian berikutnya dilakukan oleh Qomarauzzaman dengan judul Sanksi Pidana Pelaku LGBT dalam Perspektif Fiqh Jinayah. Ia menyimpulkan bahwa Islam sangat melarang dan melaknat Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), karena hal ini dipandang tidak sesuai dengan kodrat penciptaan manusia yang diciptakan untuk hidup berpasang-pasangan melalui pernikahan. Oleh karenanya, prilaku menyimpang LGBT termasuk perbuatan jarimah (tindak pidana/kriminal) dalam Islam. Dan untuk sanksi pidananya dapat diklasifikasikan tiga, yaitu pertama pelaku homoseksual (al-Liwath/as-Sihaq) dapat dikategorikan jarimah zina dan hukuman (‘uqubah)nya adalah sama dengan hukuman had zina, yaitu apabila ia ghair muhshan maka didera (cambuk) seratus kali ditambah dengan pengasingan selama satu tahun, dan apabila ia muhshan maka ia dirajam (dilempar dengan batu) sampai mati. Kedua, terhadap pelaku biseksual tidak dapat dikategorikan sebagai jarimah zina yang dikenai hukuman had melainkan hanya tergolong pada perbuatan maksiat yang diancam dengan hukuman ta'zir, yaitu hukumannya diberikan kewenangannya pada pemerintah, hukuman tersebut dapat dalam bentuk penjara, denda atau lainnya. Ketiga terhadap transgender (khuntsa mukhannats atau , bila pelakunya hanya menyerupai (tasyabbuh) lain jenis, baik dalam berbicara, berbusana, maupun dalam berbuat, maka sanksi pidananya adalah berbentuk ta’zir dengan cara diusir dari tempat tinggalnya. Akan tetapi bila transgender (khuntsa mukhannats atau tersebut melakukan hubungan seksual maka hukumannya disamakan dengan jarimah hudud zina.
Penelitian ketiga dilakukan Tom Boellstorff dengan judul “Antara Agama dan Hasrat: Muslim yang Gay di Indonesia”. Kesimpulan dari penelitiannya adalah bahwa ribuan laki-laki Indonesia saat ini diidentifikasi sebagai “gay” sekaligus “Muslim.” Lantas, bagaimana orang-orang tersebut memahami hubungan antara agama dan seksualitas? Bagaimana pemahaman ini mencerminkan fakta bahwa mereka hidup dalam bangsa yang merupakan rumah bagi Muslim yang jumlahnya melebihi bangsa lain? Dalam artikel ini, saya berkutat dengan pertanyaan ini lewat kajian etnografis mengenai Muslim gay. Saya memperdebatkan norma sosial yang dominan menerjemahkan gay yang Muslim bersifat saling “melanggar tata bahasa” (ungrammatical) satu sama lain dalam ruang publik yang krusial untuk kehidupan Muslim di Indonesia. Dengan mempelajari doktrin, tafsir dan komunitas, saya menggali bagaimana subjektifitas terbentuk dalam ketidakterbandingan (incommensurability) antara agama dan hasrat.
M. Badaruddin telah melakukan penelitian dengan judul Pandangan Hukum Islam Terhadap LGBT. Ia menyimpulkan bahwa praktek homoseksual dan lesbian diharamkan dalam ajaran Islam, karena termasuk perbuatan zina. Larangan homoseksual dan lesbian yang disamakan dengan perbuatan zina dalam ajaran Islam, bukan hanya karena merusak kemuliaan dan martabat kemanusiaan tetapi juga beresiko lebih jauh lagi yaitu dapat menimbulkan penyakit kelamin. Individu biseksual adalah individu yang dapat terlibat dan menikmati aktivitas seksual dengan kedua jenis kelamin, yaitu jenis kelamin yang sama dan jenis kelamin yang berbeda, atau mengetahui bahwa dirinya mau untuk melakukan hal tersebut dan hukum biseksualpun sama seperi zina. Transgendermerupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Hukum Transgender (pergantian kelamin) adalah haram. Karena dalam Islam seorang laki-laki dilarang untuk menyamakan dirinya dengan perempuan, dan sebaliknya perempuan dilarang menyamakan dirinya dengan laki-laki, baik perilakunya, pakaiannya dan lebih-lebih bila ia mengganti kelaminnya.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian in iakan fokus kepada Fiqh LGBT, yaitu hukum-hukum yang terkait dengan LGBT seperti; hukum, hukuman dan solusi pengobatannya dalam Islam bagi para pelakunya.   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...